Oleh: Mahbub Fauzie, S.Ag., M.Pd*)
DALAM suasana kemajuan teknologi informasi dan derasnya arus digitalisasi serta perubahan sosial yang begitu cepat, kita dihadapkan pada tantangan dakwah yang semakin kompleks, terutama dalam menjangkau Generasi Z, yakni generasi yang lahir setelah tahun 1995. Mereka tumbuh dan berkembang dalam dunia yang sangat akrab dengan internet, media sosial, serta akses informasi yang nyaris tanpa batas. Dunia mereka tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu.
Generasi Z memiliki karakteristik yang unik. Mereka lebih responsif terhadap komunikasi yang singkat, visual, dan langsung ke pokok persoalan. Pola konsumsi informasi mereka tidak lagi hanya sekadar bergantung pada mimbar masjid atau majelis taklim semata, melainkan dari platform seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan berbagai forum digital lainnya. Maka wajar jika metode dakwah konvensional tidak selalu efektif bila tidak disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Namun, kenyataan tersebut seharusnya tidak membuat kita pesimis. Justru di sinilah terdapat peluang besar dakwah Islam: bagaimana seharusnya menghadirkan pesan yang sejuk, moderat, dan membumi ke dalam ruang digital yang telah menjadi bagian hidup Generasi Z.
Bahasa Kasih, Bukan Ancaman
Salah satu ciri khas Generasi Z adalah sensitivitas terhadap cara komunikasi. Mereka tidak menyukai gaya bicara yang menghakimi, menggurui, atau memaksa. Mereka tumbuh dengan nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan, dan inklusivitas. Isu-isu seperti perubahan iklim, kesehatan mental, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia menjadi perhatian utama mereka. Sayangnya, banyak pendekatan dakwah yang belum menjawab kegelisahan ini.
Ceramah keagamaan yang hanya berputar pada persoalan halal-haram atau ancaman surga-neraka tanpa menjelaskan konteks sosial dan spiritual justru membuat mereka menjauh. Bahasa dakwah harus mengalami transformasi: dari pendekatan ancaman menjadi pendekatan pelukan; dari perintah sepihak menjadi ajakan yang rasional dan menyentuh sisi emosional.
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam berdakwah kepada generasi muda. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, dikisahkan bahwa seorang pemuda datang kepada Rasulullah dan meminta izin untuk berzina. Para sahabat marah, namun Rasulullah mendekati pemuda itu dengan lembut, berdialog, dan menyentuh hatinya hingga ia mengurungkan niatnya. Rasulullah bersabda: "Tidakkah engkau rela hal itu terjadi pada ibumu? Putrimu? Saudara perempuanmu?" (HR. Ahmad dan Thabrani)
Inilah seni dakwah yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Bijaksana dan penuh sentuhan rasa cinta, bukan curiga dan penuh amarah. Kita perlu meneladani cara Rasulullah menyampaikan ajaran Islam: dengan kasih sayang, pengertian, dan logika yang menyentuh.
Gunakan Media Mereka, Bukan Sekadar Mimbar
Dakwah hari ini tidak bisa hanya bergantung pada mimbar-mimbar masjid atau majelis formal. Kita harus hadir di dunia digital, dunia tempat Generasi Z hidup, berinteraksi, dan mencari jati diri. Bukan untuk menghakimi atau mencampuri, tapi untuk menemani dan menuntun.
Gunakan media sosial sebagai sarana dakwah positif. Buatlah video pendek, kutipan inspiratif, infografis Islami, atau bahkan podcast dan webinar santai yang membahas nilai-nilai Islam secara relevan. Formatnya bisa kekinian, namun pesan dan nilai Islam tetap terjaga.
Generasi Z memiliki daya kreatif yang luar biasa. Libatkan mereka dalam membuat konten dakwah, bukan hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek dakwah. Biarkan mereka menerjemahkan ajaran Islam ke dalam bahasa mereka sendiri, tentu dengan pendampingan dan bimbingan yang bijak.
Salah satu alasan mengapa sebagian anak muda menjauh dari agama adalah karena merasa bahwa agama tidak membahas realitas hidup mereka. Padahal, Islam adalah agama yang sangat kontekstual dan relevan untuk semua zaman. Dakwah harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial mereka. Misalnya, membahas ibadah bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai jalan ketenangan batin. Puasa tidak hanya dijelaskan sebagai bentuk menahan lapar, tetapi sebagai latihan pengendalian diri di tengah tekanan sosial. Zakat bisa dijelaskan sebagai bentuk kepedulian sosial dan redistribusi kekayaan, bukan sekadar ritual tahunan.
Kesehatan mental adalah isu penting di kalangan Gen Z. Banyak dari mereka mengalami stres, kecemasan, hingga depresi akibat tekanan media sosial dan kompetisi hidup. Islam memiliki solusi spiritual dan sosial atas persoalan ini. Namun, solusi tersebut harus dikemas dalam bahasa yang empatik dan manusiawi.
Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama, kecuali ia akan dikalahkan olehnya. Maka bersikap luruslah, mendekatlah, dan bergembiralah..." (HR. Bukhari no. 39). Dakwah yang menyentuh akan selalu berangkat dari realitas, bukan hanya dari teks. Dakwah yang membumi akan lebih mudah diterima dan diresapi.