Opini

Masa Depan Baitul Mal Aceh

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdul Rani Usman, Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry

Abdul Rani Usman, Pengajar Pascasarjana UIN Ar-Raniry

BAITUL Mal merupakan lembaga keuangan berjalan seirama dengan perkembangan zaman mulai dari  masa Nabi, Khulafaurasyidin dan pemerintahan Islam lainnya. Baitul Mal adalah lembaga pemerintah yang mengelola zakat, infak, sedakah dan harta agama lainnya. Perkembangan  lembaga keuangan Islam menyesuaikan dengan kondisi zaman.  Semasa kolonial zakat dan infak dikelola oleh pemuka agama untuk menjaga agar harta agama tidak diselewengkan dan penggunaannya harus tepat  sasaran.

Baitul Mal dikelola pemerintah yang menjalankan syariat Islam termasuk di Aceh.  Setelah kemerdekaan Baitul Mal di Aceh dibentuk tahun 1973  disebut dengan Badan Penertiban Harta Agama (BPHA). Setelah adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 maka pengelolaan Baitul Mal dikelola Pemerintah Aceh yang diperkuat dengan Qanun Baitul Mal Aceh.

Setelah adanya UUPA maka Pemerintah Aceh mempunyai kewenangan mengelola keuangan umat untuk pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Struktur Baitul Mal  di Aceh (BMA) Baitul Kota/Kabupaten (BMK) dan Baitul Mal Gampong (BMG) berfungsi untuk mengelola zakat, infak dan sedakah. Adanya lembaga Baitul Mal (BM) di Aceh menjadi lembaga resmi berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia.
BM di Aceh berbeda dengan Baznas RI dan Baznas Kabupaten Kota yang ada di seluruh Indonesia. Fenomena keunikan ini menjadi model pengembangan keuangan harta umat di Aceh berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

BM di Aceh mempunyai keunikan karena amil yang terdiri atas Dewan Pertimbangan Syariah, Badan dan sekretariat. Semua unsur amil honornya, ditanggung oleh pemerintah kecuali dana dari pemerintah tidak mencukupi maka dibolehkan untuk mengambil dari asnaf amil. Semua keperluan amil ditanggung pemerintah termasuk gaji Pegawai Negeri Sipil guna memaksimalkan penggunaan  zakat dan infak untuk masyarakat  berdasarkan asnaf  8. Sedangkan dana infak dipergunakan unuk pengembangan sumber daya manusia pengembangan ekonomi dan pengembangan Islam di Aceh.

Pengelolaan dan pengembangan  BM di Aceh berdasarkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Perubahan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Baitul Mal. Qanun BM mengatur tata cara perencanaan, pengumpulan dan penyaluran termasuk di dalamnya pemilihan Dewan Pertimbangan Syariat (DPS) Badan  dan Sekretariat. Model  inilah yang unik dalam pelaksanaan manajemen di BMA. Seiring telah berakhirnya masa jabatan Badan pada akhir tahun 2025 maka panitia seleksi telah mengumunkan untuk menjaring Badan BMA sebagai  pimpinan di BM Periode 2025-2030.

Pengalaman amil

Penulis sebagai akademisi dan amil menelusuri dan menginvestigasi hampir lima tahun di BM ada beberapa hal yang menjadi perhatian, di diantaranya, belum adanya penyaluran asnaf Riqab. Sedangkan dalam surat attaubah ayat 60 ada asnaf Riqab yang perlu disalurkan oleh amil BM guna menghilangkan sifat perbudakan di seluruh kabupaten kota. Di samping itu surat keputusan DPS tentang riqab sudah didefinisikan secara operasional yaitu, orang yang dipersamakan dengan budak (masa lalu).

Misalnya orang yang kemerdekaannya dirampas secara zalim, yang tidak dapat membebaskan diri tanpa bantuan pihak lain (Keputusan Dewan Pertimbangan syariah Baitul Mal Aceh, Nomor: 01/KPTS/I/2023). Menurut Qardawi,2007, 587), Zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan. Walaupun demikian Amil BM belum ada kesepakatan untuk menganggarkan asnaf Riqab, karena banyak amil BM memandang riqab itu secara tradisional dan ortodok atau amil yang  jumud.

Di samping itu, Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Baitul Mal, pasal 118, ayat 6, Zakat dan/atau infak hasil penyetoran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan zakat dan atau infak yang belum digunakan oleh BMA dapat didepositokan oleh BUA/kuasa BUA pada Bank Syariah. Ayat 7 Bagi hasil dari jasa giro dan deposito zakat dan/atau infak dicatat sebagai pendapat zakat dan/atau infak. Terkait infak pasal 126 yang diubah berbunyi: Penyaluran infak dalam bentuk diinvestasikan sebagai tabungan dana umat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu untuk membiayai program dan kegiatan yang sasarannya meliputi saham, sukuk, pemberdayaan wakaf, usaha ekonomi, kesehatan deposito syariah dan pendidikan.

Subtansi zakat dan infak adalah berkembang dan produktif (Armiadi, 2023). Subtansi zakat-infak masih memerlukan pemahaman yang sama bagi masa datang. Terkait deposito para amil BMA masih sangat banyak pertimbangan menjalankan program deposito karena kekhawatiran pengelola keuangan di sekretariat yang belum ada surat keputusan dari badan untuk melakukan deposito. Padahal subtansi zakat adalah menyucikan dan berkembang. Sedangkan infak seharusnya harus berkembang dan dikembangkan oleh amil.

Secara regulasi baik nasional dan Qanun telah mengamanahkan mengembangkan infak sesuai syariah. Fenomena menarik ini penulis sebagai anggota Badan BMA sangat mendorong agar infak ini didepositokan dengan pertimbangan infak ini berkembang. Dana pokoknya tetap, bagi hasilnyalah yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat, baik pemberdayaan ekonomi maupun pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan syariat dan dakwah. Fenomena amil saat ini memerlukan pemahaman terhadap dan wawasan ajaran zakat (safwan Idris, 2023).

Penyertaan modal yang diamanahkan Qanun seperti mendirikan bank wakaf  belum terlaksana karena masih membutuhkan regulasi tambahan. Saat ini amil BMA masih butuh pemahaman fiqih dan perlu memahami regulasi keuangan sehingga begitu membuat regulasi mempunyai pemahaman yang  holistik sehingga kecemasan amil tidak terjadi, guna tidak tertunda pelaksanaan penyaluran infak melalui pembentukan lembaga keuangan syariah.

Jika adanya tekad ditambah dengan regulasi dan kesepakatan yang tegas dari amil BMA maka penyaluran infak melalui LKMS BMA sungguh sangat efisien dan efektif. Di samping itu pemberdayaan SDM bidang keagamaan, misalnya dalam bidang ilmu tafsir di Universitas Al-Azhar Mesir guna melahirkan mufasir belum terprogram, sehingga di Aceh belum ada mufasir yang sesuai  ilmu pengetahuan  kekinian.

Aroma politik

Halaman
12

Berita Terkini