Pesta Seks dan Miras
Ketua DPRK Aceh Besar Minta Tindak Tegas Pelaku Miras dan Seks di Darul Imarah
“Kita minta agar APH dalam hal ini Satpol PP dan WH Aceh Besar melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku,” kata Abdul kepada Serambinews.com.
Penulis: Indra Wijaya | Editor: Nurul Hayati
“Kita minta agar APH dalam hal ini Satpol PP dan WH Aceh Besar melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku,” kata Abdul kepada Serambinews.com, Rabu (24/9/2025).
Laporan Indra Wijaya | Aceh Besar
SERAMBINEWS.COM, JANTHO - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar, Abdul Muchti Amd meminta aparat penegak hukum agar melakukan tindakan tegas terhadap tujuh muda-mudi yang kedapatan melakukan pesta miras dan seks di salah satu gampong di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Minggu (21/9/2025) dini hari lalu.
Menurutnya, perbuatan asusila tersebut sangat mencoreng nama kabupaten dan daerah yang menerapkan syariat Islam.
“Kita minta agar APH dalam hal ini Satpol PP dan WH Aceh Besar melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku,” kata Abdul kepada Serambinews.com, Rabu (24/9/2025).
Dikatakan, selain mencoreng nama baik daerah, perbuatan tersebut juga tidak mencerminkan layaknya masyarakat yang menerapkan Qanun Syariat Islam.
Terlebih ketujuh pelaku kata dia, masih dalam usia produktif.
Para terduga pelaku itu berinisial DRM (23), NR (19), F (20), N (19), AN (23), DA (19) dan NF (19).

Baca juga: BREAKING NEWS - Asyik Pesta Miras dan Seks, 7 Muda-Mudi di Aceh Besar Digerebek Warga
Sehingga dirinya meminta agar orang tua untuk turut mengawasi pergaulan anak-anaknya.
Di usia produktif tersebut kata Abdul, mereka telah melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya.
Sebagai kabupaten yang kental akan suasana religi dan syariat Islam, dirinya sangat menyayangkan adanya perbuatan pesta miras dan seks yang dilakukan secara bersama-sama.
“Perbuatan ini sangat kita sayangkan. Terlebih usia para terduga pelaku ini masih sangat muda,” ujarnya.
Karenanya ia mengimbau agar setiap gampong di Aceh Besar agar turut mengawasi segala sesuatu yang berada di lingkungannya, demi mencegah dari perbuatan yang melanggar syariat Islam.
Bahkan ia juga meminta agar masyarakat yang menyewakan rumahnya, untuk lebih berperan aktif dalam melakukan pengawasan.
Hal itu sebagai upaya untuk mencegah dijadikan rumah tersebut sebagai tempat maksiat.
Meski begitu, dirinya mengapresiasi peran masyarakat yang secara sadar melakukan pengawasan melakukan penindakan terhadap pelaku pelanggar syariat di desanya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh masyarakat di salah satu gampong di Darul Imarah itu dapat menjadi contoh bagi desa lainnya di Aceh Besar, untuk melakukan pengawasan bersama.
“Kita mengapresiasi kepekaan masyarakat dalam menjaga ketertiban dan mencegah pelanggaran syariat Islam di Aceh Besar,” ujarnya.
Sebab kata Abdul, langkah ini juga sejalan dengan visi misi Bupati Aceh Besar melalui program Pageu Gampong, yang mendorong masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam menjaga ketertiban umum serta mencegah kegiatan yang melanggar syariat Islam.
“Penegakan syariat Islam tidak akan maksimal tanpa dukungan dan pengawasan masyarakat,” pungkasnya.

Baca juga: Berhubungan Badan Bareng Sambil Pesta Miras, 7 ABG Digerebek Warga di Darul Imarah, Ini Kronologinya
Sanksi Hukum Bagi Pelanggaran Syariat di Aceh
Di Aceh, pelanggaran terhadap syariat Islam seperti pesta minuman keras (miras) dan seks bebas dapat dikenai hukuman berdasarkan Qanun Jinayat, yaitu peraturan hukum pidana berbasis syariat Islam yang berlaku di provinsi tersebut.
Jenis hukuman yang dapat dikenakan:
- Cambuk di depan umum: Pelaku bisa dijatuhi hukuman cambuk jika terbukti melakukan khalwat (berdua-duaan bukan muhrim), ikhtilath (bercampur antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim), atau zina.
- Denda atau uang kifarat: Dalam beberapa kasus, pelaku bisa dikenai denda sesuai ketentuan qanun.
- Penjara: Jika pelaku tidak bisa menjalani hukuman cambuk karena alasan kesehatan atau lainnya, hukuman bisa diganti dengan kurungan.
- Rehabilitasi moral dan pembinaan: Terutama bagi pelaku muda, bisa diarahkan untuk pembinaan di bawah pengawasan Satpol PP danq Wilayatul Hisbah (WH).
- Contoh kasus terbaru: pada September 2025, tujuh muda-mudi di Aceh Besar digerebek warga karena diduga menggelar pesta miras dan seks di sebuah rumah. Mereka diamankan oleh Satpol PP dan WH Aceh Besar untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kepala Satpol PP dan WH menyatakan bahwa tindakan ini melanggar syariat Islam dan akan ditindak tegas sesuai qanun yang berlaku.
-
Baca juga: Fakta-Fakta Penggerebekan 7 Muda-Mudi di Aceh Besar: Ada yang Lagi Pesta Miras hingga Senggama
Pageu Gampong Mencegah Pelanggaran Syariat
Kasatpol PP dan WH Aceh Besar Muhajir menyebutkan, tindak pelanggaran syariat ini bisa dicegah dengan cara memperkuat program Pageu Gampong.
Hal ini juga sejalan dengan visi misi Bupati Aceh Besar.
Lalu apa itu pageu gampong?
Pageu Gampong adalah konsep adat Aceh yang secara harfiah berarti "pagar kampung."
Namun, maknanya jauh lebih dalam daripada sekadar pagar fisik.
Ini adalah sistem sosial dan budaya yang berfungsi sebagai proteksi moral dan sosial bagi masyarakat gampong (desa) dari pengaruh negatif luar dan untuk menjaga ketertiban internal.
Makna dan Fungsi Pageu Gampong:
- Sebagai sistem preventif: Membangun kebersamaan, solidaritas, dan rasa memiliki antar warga. Tujuannya adalah mencegah munculnya masalah sosial seperti narkoba, pergaulan bebas, atau aliran sesat.
- Sebagai sistem represif: Menyelesaikan konflik atau pelanggaran secara adat, misalnya melalui musyawarah atau peradilan adat untuk mengembalikan keharmonisan masyarakat.
- Sebagai penjaga adat dan budaya: Menjaga nilai-nilai lokal agar tidak tergerus oleh modernisasi atau intervensi luar yang merusak.
Dalam praktiknya, Pageu Gampong bisa berupa:
- Pengawasan sosial oleh tokoh adat dan masyarakat.
- Pendidikan nilai-nilai adat kepada generasi muda.
- Penegakan norma adat dalam kehidupan sehari-hari.
- Konsep ini sangat penting dalam menjaga identitas dan ketahanan sosial masyarakat Aceh, terutama di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.