Teknologi pertanian
Unimal Ajarkan Pertani Aceh Utara Cara Meningkatkan Kualitas Tanah Sawah dengan Teknologi Pirolisis
Petani di Aceh Utara kini punya harapan baru untuk mengatasi penurunan kualitas tanah dan serangan hama.
Penulis: Jafaruddin | Editor: Safriadi Syahbuddin
Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Petani di Desa Cot Keumuneng, Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara, kini punya harapan baru untuk mengatasi penurunan kualitas tanah dan serangan hama.
Harapan itu datang dari tim dosen dan mahasiswa Program Studi Magister Teknik Energi Terbarukan (MTET) bersama mahasiswa S1 Teknik Mesin Universitas Malikussaleh (Unimal) yang memperkenalkan teknologi Pirolisis ramah lingkungan melalui program pengabdian masyarakat, dua hari lalu.
Kegiatan ini mengusung tema “Penerapan Teknologi Pirolisis Ramah Lingkungan untuk Mengatasi Penurunan Kualitas Tanah dan Serangan Hama”.
Melalui sosialisasi, diskusi, hingga demonstrasi penggunaan teknologi retort kiln, tim Unimal menghadirkan solusi alternatif untuk mengatasi masalah degradasi lahan pertanian sekaligus menekan serangan hama secara ramah lingkungan.
Acara dibuka Keuchik Cot Keumuneng sebagai bentuk penerimaan dan dukungan terhadap kegiatan pengabdian tersebut, yang dihadiri perangkat gampong, tokoh masyarakat, ibu-ibu serta pemuda desa.
Baca juga: Tiga Murid SD di Aceh Utara Muntah dan Mencret Usai Santap Menu MBG
Tim pengusul terdiri dari dosen Prof Dr Ir Adi Setiawan MT, Dr Muhammad Daud ST MT, Alchalil ST MT, Dr Muhammad ST MT, Khairul Anshar ST MT, dan Dr Lukman Hakim ST MT.
Sedangkan dari mahasiswa yang terlibat, Muhammad Ishak Idrus Panjaitan, Kurniawan, Rio Rangga Yudha Saragih, Wahyu Sepriawantama, Fadhilah Dandy Satrio, dan Shafira Riskina
Pada sesi pemaparan yang dimoderatori oleh Khairul Anshar, para dosen menyampaikan materi terkait teknologi Pirolisis dan pemanfaatannya.
Guru besar Program Studi Ilmu Terbarukan, Prof Adi Setiawan membuka materi dengan menjelaskan metode Pirolisis dan prinsip kerja retort kiln sebagai alat untuk menghasilkan bioarang, asap cair, dan syngas.
Sementara Dr Muhammad kemudian memaparkan manfaat bioarang dalam meningkatkan kualitas tanah.
Selanjutnya, Dr Lukman menekankan peran asap cair sebagai biopestisida alami yang aman dan ramah lingkungan.
Diskusi berlangsung hidup, ditandai dengan pertanyaan dari masyarakat seputar pemanfaatan asap cair sebagai pengusir hama, efektivitasnya terhadap keong sawah, serta cara mencampurkan bioarang ke lahan pertanian.
Prof Adi menjelaskan bahwa bioarang dapat diaplikasikan pada lahan padi dengan mencampurkan 5–20 ton/ha biochar ke lapisan tanah atas (0–20 cm), untuk lahan kecil dosisnya sekitar 5–10 persen dari volume tanah. Cara ini efektif untuk memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kandungan organik, dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Sementara untuk pengusiran hama, asap cair yang telah disaring dapat diencerkan dengan konsentrasi 1–5% (10–50 mL asap cair per 1 liter air). Pemateri mengingatkan bahwa asap cair yang terlalu pekat (>5%) biasanya menyebabkan daun gosong (phytotoxic). Oleh karena itu penggunaan asap cair perlu diujicoba dalam skala kecil terlebih dahulu sebelum diterapkan dalam skala yang lebih besar.
Sementara untuk pengusiran hama, asap cair dapat diencerkan dengan air dalam perbandingan 1:2.
“Semakin pekat konsentrasi asap cair, semakin tinggi efektivitasnya dalam membasmi hama seperti serangga dan rayap kayu,” ungkap Prof Adi dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Jumat (3/10/2025).
Kegiatan dilanjutkan dengan demonstrasi alat retort kiln, mulai dari pemasukan bahan baku biomassa hingga proses terbentuknya bioarang, asap cair, dan syngas.
Proses ini berlangsung sekitar satu jam dan mendapat antusiasme tinggi dari warga karena mereka dapat menyaksikan langsung bagaimana teknologi Pirolisis bekerja.
Kegiatan ditutup dengan pembagian bioarang dan asap cair kepada warga desa untuk langsung diuji coba pada lahan pertanian mereka.
“Harapan kami, teknologi Pirolisis ini dapat membantu masyarakat Cot Keumuneng dalam meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimia, sekaligus menjadi solusi ramah lingkungan untuk mengatasi serangan hama,” ujar Prof Adi.
Prodi MTET Unimal berkomitmen untuk terus menghadirkan inovasi teknologi terbarukan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, sejalan dengan visi pengabdian dan keberlanjutan lingkungan.
Sekilas tentang Pirolisis
Pirolisis adalah suatu proses penguraian bahan organik dengan menggunakan panas tinggi pada kondisi tanpa atau dengan sedikit oksigen.
Proses ini bekerja pada suhu sekitar 300–700 °C sehingga bahan-bahan seperti jerami, sekam padi, ranting kayu, atau limbah pertanian lainnya dapat terurai menjadi tiga produk utama, yaitu biochar (arang hayati), bio-oil, dan syngas (gas sintetis).
Biochar dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah karena mampu meningkatkan daya simpan air, menstabilkan pH, serta menjaga ketersediaan unsur hara sehingga mendukung pertumbuhan tanaman.
Sementara itu, bio-oil dapat menjadi bahan bakar alternatif, dan syngas bisa digunakan sebagai sumber energi terbarukan.
Dalam bidang pertanian, penerapan teknologi pirolisis sangat bermanfaat karena tidak hanya mengatasi masalah penurunan kualitas tanah, tetapi juga membantu mengurangi serangan hama.
Biochar yang dihasilkan dapat memperkaya tanah dengan mikroorganisme baik yang mendukung ketahanan tanaman terhadap penyakit, sedangkan cairan hasil samping pirolisis tertentu bisa dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
Selain itu, teknologi ini menjadi solusi ramah lingkungan untuk mengelola limbah pertanian, karena sisa-sisa panen tidak lagi dibakar secara terbuka, melainkan diolah menjadi produk bernilai tambah.
Dengan demikian, pirolisis dapat menjadi strategi berkelanjutan yang mendukung produktivitas pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.