Berita Sabang

Dari Limbah Jadi Rupiah, Ampas Kelapa di Sabang Disulap Jadi Tepung Kelapa

Namun, melalui pendampingan dari tim USK, limbah tersebut kini diolah kembali menjadi tepung kelapa yang bisa digunakan untuk membuat berbagai...

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/ HO
Tim USK bersama ibu-ibu rumah tangga di Desa Batee Shoek, Sabang, saat mempraktikkan cara mengolah ampas kelapa menjadi tepung kelapa bernilai jual. 

Namun, melalui pendampingan dari tim USK, limbah tersebut kini diolah kembali menjadi tepung kelapa yang bisa digunakan untuk membuat berbagai produk pangan seperti kue, brownies, dan cookies.

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Aulia Prasetya | Sabang

SERAMBINEWS.COM, SABANG – Ampas kelapa yang selama ini hanya menjadi limbah rumah tangga maupun industri kecil di Sabang, kini mulai memiliki nilai ekonomi.

Warga Desa Batee Shoek, Kecamatan Sukamakmue, kini belajar mengolah sisa produksi kelapa menjadi tepung kelapa yang bernilai jual tinggi.

Inovasi tersebut lahir dari kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Produk Teknologi Tepat Guna (PKMBP-TTG) yang dilakukan oleh tim Universitas Syiah Kuala (USK).

Program ini menggandeng A.R.A’s Coconut Oil, usaha rumahan milik Rita Trisanti, yang selama ini memproduksi Virgin Coconut Oil (VCO).

Selama ini, ampas kelapa hasil perasan santan dalam proses pembuatan VCO hanya dibuang atau dijadikan pakan ternak.

Namun, melalui pendampingan dari tim USK, limbah tersebut kini diolah kembali menjadi tepung kelapa yang bisa digunakan untuk membuat berbagai produk pangan seperti kue, brownies, dan cookies.

Ketua tim pengabdian, Dr Raida Agustina STP MSc mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan membantu masyarakat agar lebih mandiri dalam mengelola potensi lokal.

“Selama ini, ampas kelapa dianggap tidak bernilai. Padahal, dengan teknologi sederhana, bahan ini bisa diolah menjadi produk baru yang bernilai ekonomi,” ujarnya kepada Serambinews.com, Senin (13/10/2025).

Tim USK memperkenalkan dua alat berbasis teknologi tepat guna, yaitu mesin penghalus ampas kering (grinder) dan alat pemeras santan.

Kedua alat tersebut berfungsi mempercepat proses produksi sekaligus mengurangi limbah yang terbuang.

Proses pengolahan dilakukan dengan cara mengeringkan ampas kelapa, lalu menggilingnya hingga menjadi tepung halus yang higienis dan seragam.

Tepung kelapa ini mengandung serat tinggi dan bisa dijadikan bahan tambahan untuk berbagai olahan pangan sehat.

“Biasanya kami memeras kelapa secara manual, dan ampasnya langsung dibuang. Sekarang dengan alat baru, hasilnya lebih cepat, dan ampas bisa langsung dijemur serta digiling jadi tepung,” ujar salah satu peserta pelatihan.

Selain pelatihan penggunaan alat, peserta juga diajarkan cara memanfaatkan tepung kelapa untuk membuat berbagai produk rumah tangga yang bisa dijual kembali.

Empat mahasiswa KKN USK, yakni M Faqih Ash Shiddiq, Aulia Muzammil, Najma Gina Assyifa, dan Jauza’a Najibah, turut mendampingi peserta selama praktik di lapangan, mulai dari tahap pengeringan hingga proses penggilingan.

Kegiatan pengolahan ampas kelapa tersebut mendapat perhatian dari Dinas Pertanian Kota Sabang.

Pelaksana Tugas Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Widya SP MSi menilai kegiatan tersebut membawa manfaat langsung bagi masyarakat dan sejalan dengan program pengembangan ekonomi lokal di bidang pertanian dan perkebunan.

“Pelatihan berbasis teknologi tepat guna seperti ini dapat membuka ide-ide kreatif baru di masyarakat. Produk turunan kelapa ini bisa memperluas pasar dan meningkatkan nilai ekonomi Sabang,” ujar Widya.

Hal senada juga disampaikan oleh Syamsiah SP, Analis Pasar Hasil Perkebunan Dinas Pertanian Sabang.

Ia menyebut kegiatan yang dilakukan tim USK ini menjadi contoh kolaborasi antara kampus dan masyarakat yang dapat dikembangkan lebih luas di sektor lain.

“Teknologi sederhana seperti ini punya dampak langsung. Dengan sedikit pelatihan dan pendampingan, masyarakat bisa memproduksi bahan lokal menjadi produk bernilai ekonomi,” ujarnya.

Menurut Dr Raida Agustina, kegiatan ini bukan sekadar pelatihan singkat, tetapi implementasi nyata dari hasil riset kampus untuk masyarakat.

Ia menyebut, pengabdian berbasis produk teknologi tepat guna ini menjadi salah satu cara agar hasil penelitian tidak berhenti di laboratorium.

“Kami ingin ilmu dan teknologi yang dikembangkan di kampus benar-benar dirasakan masyarakat. Dari kegiatan seperti ini, kami belajar bahwa inovasi bisa lahir dari kebutuhan nyata di lapangan,” ujarnya.

Kegiatan ini juga melibatkan dukungan lintas disiplin dari sejumlah dosen USK, antara lain Elly Susanti SP MSi, Dr Ir Diswandi Nurba STP MSi IPU, dan Dinaroe SE MBA Ak CA, ASEAN CPA.

Kolaborasi antara Fakultas Pertanian dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini diharapkan menjadi contoh model pengabdian yang bisa diterapkan di berbagai daerah lain di Aceh.

Dari pelatihan ini, masyarakat diharapkan mampu mengembangkan usaha olahan berbasis kelapa secara mandiri.

Selain mengurangi limbah, pengolahan ampas kelapa menjadi tepung juga bisa menjadi peluang usaha baru bagi ibu rumah tangga di Sabang.

“Dari dapur kecil di Sabang, kami belajar bahwa inovasi tidak selalu membutuhkan modal besar. Dengan kemauan, pengetahuan, dan teknologi sederhana, siapa pun bisa menciptakan nilai dari apa yang ada di sekitarnya,” tutur Dr Raida Agustina.

Ke depan, USK berharap kegiatan ini dapat memicu lahirnya wirausaha-wirausaha baru yang mengembangkan produk turunan kelapa sebagai komoditas unggulan Sabang.

Sinergi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan semangat masyarakat dinilai menjadi kunci penting untuk membangun ekonomi lokal yang berkelanjutan di wilayah paling barat Indonesia ini.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved