Banda Aceh
GeRAK Soroti Penurunan Drastis Dana Bagi Hasil Minerba Aceh, Dorong Moratorium Izin Pertambangan
“Turun drastis, ini berdampak ke 13 kabupaten/kota penghasil tambang, bagaimana mungkin DBH Minerba yang seharusnya...
Penulis: Sara Masroni | Editor: Eddy Fitriadi
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Sara Masroni | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia region Sumatera khususnya dari Aceh, Riau, Palembang, dan Bengkulu menggelar diskusi "Urgensi Moratorium Izin Tambang: Mendorong Perbaikan Pengawasan Tata Kelola Tambang Minerba dan Penertiban Tambang Ilegal di Pulau Sumatera" di Kantor Dinas ESDM Aceh, Banda Aceh, Rabu (29/10/2025).
Kepala Divisi Kebijakan Publik Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Fernan dalam diskusi tersebut mengatakan, pihaknya menyoroti Dana Bagi Hasil (DBH) Minerba untuk Aceh dari pusat yang menurun dari Rp 60,65 miliar, menjadi Rp 25,43 miliar pada tahun 2026.
“Turun drastis, ini berdampak ke 13 kabupaten/kota penghasil tambang, bagaimana mungkin DBH Minerba yang seharusnya menjadi hak bagi Pemda, terkena imbas pemotongan dari pusat. Saya pikir Pemerintah Aceh sudah punya beberapa sikap yang harus disampaikan,” kata Fernan.
Di sisi lain, GeRAK Aceh berharap agar izin resmi tambang ini memperhatikan kaidah-kaidah terkait dengan masyarakat dan dampak lingkungan. Pihaknya juga menguatkan perspektif urgensi moratorium atau penangguhan sementara penerbitan izin baru/perpanjangan tambang di daerah khususnya Provinsi Aceh, Riau, dan Bengkulu dan Pulau Sumatera, serta mendorong kebijakan moratorium izin tambang di pusat dan daerah.
“Harapannya, penertiban izin usaha pertambangan (IUP) di Aceh bisa ditindaklanjuti untuk melakukan review izin atau evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin yang ada di Aceh jumlahnya 64 IUP,” ucap Fernan.
Baca juga: Larikan Dana Desa Sejak Tahun 2017, GeRAK Aceh Sorot 3 Oknum Kades yang belum Ditangkap
Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh itu juga sempat mengendus beberapa temuan izin-izin tambang bermodus diperjualbelikan sejak 2014, dan sempat dilaporkan ke KPK. Hal lain, beberapa kasus yang dilaporkan terkait salah satunya penerbitan izin yang dipandang cukup prematur di mana dalam setahun bisa sampai 15 IUP yang diterbitkan, ditransisi. “Ini menjadi ruang abu yang harus diselesaikan pemerintah pusat,” pungkasnya.
Diketahui, koalisi penyelenggara kegiatan ini terdiri dari GeRAK Aceh, MaTA Aceh, WALHI Riau, FITRA Riau, LPAD Riau, FKPMR, Puspa, Akar Bengkulu. Hadir dalam diskusi Koordinator GeRAK Aceh atas nama Koalisi PWYP Indonesia Region Sumatera Askhalani, Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh, Said Faisal ST MT dan sejumlah perwakilan LSM yang terhubung secara daring dan luring.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.