Banda Aceh
Peserta PKN Dorong Reformasi Tata Kelola Dana Desa
Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan XXIV tahun 2025 menyoroti ketimpangan ekonomi antarwilayah yang terus melebar...
Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Eddy Fitriadi
Ringkasan Berita:
- Peserta PKN II Angkatan XXIV menilai ketimpangan ekonomi antarwilayah masih melebar karena penggunaan dana desa belum optimal dan tidak berorientasi pada kegiatan produktif.
- Kelompok 3 merekomendasikan reformasi tata kelola dana desa melalui pembenahan regulasi, digitalisasi, penguatan kapasitas aparatur, serta insentif berbasis kinerja agar desa lebih mandiri.
- Penanggap menekankan pentingnya penguatan BUMDes, keberpihakan anggaran pada pemberdayaan ekonomi, serta pendampingan lintas lembaga.
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Muhammad Nasir I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan XXIV tahun 2025 menyoroti ketimpangan ekonomi antarwilayah yang terus melebar.
Hal itu akibat belum optimalnya penggunaan dana desa.
Dalam paparan Policy Brief terkait Optimalisasi Pengelolaan Dana Desa dalam Mengatasi Ketimpangan Ekonomi oleh kelompok 3, Kamis (20/11/2025) di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Aceh, terungkap bahwa peningkatan anggaran dana desa setiap tahun belum berbanding lurus dengan turunnya angka kemiskinan maupun meningkatnya kemandirian ekonomi desa.
Dalam presentasi yang disampaikan oleh pembicara kelompok 3, Yafet Krismatius Buulolo, dijelaskan bahwa persoalan utama tidak hanya terletak pada besarnya dana, tetapi juga pada tata kelola dan orientasi penggunaan dana di tingkat desa.
Banyak alokasi anggaran yang masih terserap untuk kegiatan jangka pendek sehingga tidak menghasilkan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan.
“Dana desa ini besar, tetapi dampaknya belum terasa kuat di masyarakat. Masalahnya bukan pada jumlah, melainkan pada bagaimana dana itu dikelola. Jika tata kelolanya tidak berubah, desa akan tetap miskin meskipun anggarannya meningkat setiap tahun,” ujar Yafet.
Yafet memaparkan bahwa kelompoknya mengidentifikasi sejumlah persoalan utama, seperti belanja desa yang belum berpihak pada kegiatan produktif, lemahnya transparansi, proses penyaluran yang berlapis, sehingga memperlambat pelaksanaan program, serta rendahnya kapasitas aparatur desa dalam mengelola anggaran dan mengembangkan peluang ekonomi.
Selain itu, ketergantungan pada proses manual serta kurangnya integrasi data membuat pengawasan dan akuntabilitas belum berjalan optimal.
Persoalan tersebut berdampak pada stagnasi pertumbuhan ekonomi desa dan ketimpangan antarwilayah. Desa juga menjadi semakin rentan karena tidak memiliki cadangan ekonomi yang cukup ketika transfer dana pusat terganggu.
Untuk menjawab kondisi tersebut, Kelompok 3 memberikan rekomendasi reformasi berbasis empat pilar, yaitu pembenahan regulasi anggaran desa, digitalisasi tata kelola, penguatan kapasitas aparatur desa, serta pemberian insentif berbasis kinerja.
Rekomendasi ini dinilai dapat mendorong desa menggunakan anggaran secara lebih produktif dan berorientasi jangka panjang.
“Kami berharap rekomendasi ini dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan kebijakan dana desa sehingga benar-benar mampu mengurangi ketimpangan, menurunkan kemiskinan, dan mendorong kemandirian desa,” kata Yafet
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Pelatihan-Kepemimpinan-Nasional-Tingkat-II-Angkatan-XXIV-berfoto-bersama.jpg)