Luar Negeri
Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli Resmi Mundur Usai Demo Berdarah Tewaskan 19 Orang
Keputusan itu diambil sehari setelah salah satu aksi demonstrasi paling berdarah dalam beberapa tahun terakhir menewaskan sedikitnya 19 orang.
SERAMBINEWS.COM, KATHMANDU - Perdana Menteri Nepal, Khadga Prasad Sharma Oli, resmi mengundurkan diri pada Selasa (9/9/2025).
Keputusan itu diambil sehari setelah salah satu aksi demonstrasi paling berdarah dalam beberapa tahun terakhir menewaskan sedikitnya 19 orang.
Dalam surat pengunduran dirinya yang ditujukan kepada Presiden Nepal, Oli menulis, "Saya telah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri terhitung mulai hari ini... demi mengambil langkah lebih lanjut menuju solusi politik dan penyelesaian masalah."
Langkah ini diambil setelah pemerintahannya menghadapi gelombang protes besar-besaran yang menuntut pencabutan larangan media sosial dan pemberantasan korupsi.
Demo tewaskan 19 orang
Unjuk rasa yang awalnya pecah pada Senin lalu berujung tragis.
Amnesty International melaporkan bahwa aparat keamanan menggunakan peluru tajam untuk membubarkan massa.
Setidaknya 19 orang dilaporkan tewas, menjadikannya salah satu tindakan represif paling mematikan di Nepal dalam beberapa tahun terakhir.
Meski pemerintah akhirnya memulihkan akses media sosial, demonstrasi terus berlanjut, dipicu oleh kemarahan publik atas korupsi yang merajalela dan lambannya pembangunan ekonomi.
Baca juga: VIDEO - 19 Tewas dalam Demo Besar! Terungkap Alasan Nepal Putuskan Blokir Media Sosial
Ketidakpuasan publik yang meluas
Oli, 73 tahun, baru saja memulai masa jabatan keempatnya tahun lalu setelah Partai Komunis yang ia pimpin membentuk koalisi dengan Nepali Congress.
Namun, popularitasnya merosot tajam di tengah ketidakstabilan politik dan ekonomi yang melanda negara dengan penduduk mencapai 30 juta jiwa tersebut.
Tingkat pengangguran yang mencapai 10 persen dan pendapatan per kapita hanya 1.447 dollar AS (sekitar Rp 24 juta) menurut Bank Dunia memperburuk kekecewaan publik terhadap elite politik yang dianggap jauh dari realita rakyat.
Sejak Nepal menjadi republik federal pada 2008 setelah perang saudara satu dekade dan penghapusan monarki, negeri Himalaya ini memang kerap dihantui pergantian perdana menteri yang terus-menerus.
Budaya politik transaksional menambah persepsi bahwa pemerintah tak lagi menyuarakan kepentingan rakyat.
Dalam beberapa hari terakhir, kekecewaan itu semakin nyata di media sosial.
Video di TikTok — yang tidak ikut diblokir pemerintah — memperlihatkan kontras antara kesulitan hidup rakyat biasa dengan gaya hidup mewah anak-anak politisi yang pamer barang bermerek dan liburan mahal.
Baca juga: VIDEO - Tragedi di Nepal: Polisi Tembak Mati 19 Demonstran Tolak Larangan Medsos
Demo Nepal Terus Berlanjut: Jam Malam Ditentang, Massa Bentrok Lawan Polisi
Ribuan demonstran antikorupsi di Nepal kembali turun ke jalan pada Selasa (9/9/2025), menentang jam malam diberlakukan pemerintah.
Massa bentrok dengan polisi dan meneriakkan slogan menentang Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli, sebagaimana dilansir Reuters.
Sebelumnya, 19 orang tewas dalam protes besar berujung kericuhan karena pemerintah menerakan larangan media sosial.
Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet ketika pengunjuk rasa mencoba menyerbu gedung parlemen. Insiden itu menewaskan 19 orang dan melukai lebih dari 100 orang.
Pemerintah Nepal sempat mencabut larangan media sosial pada Senin (8/9/2025). Akan tetapi, pencabutan larangan tak membuat massa berhenti menggelar aksi protes demonstrasi.
Kerusuhan kali ini disebut sebagai yang terburuk dalam beberapa dekade di negara Himalaya itu.
Nepal, yang berada di antara India dan China, terus menghadapi ketidakstabilan politik dan ketidakpastian ekonomi sejak monarki dihapuskan pada 2008.
Oli menggelar pertemuan lintas partai pada Selasa. Dia menegaskan bahwa kekerasan bukanlah solusi.
"Kita harus menempuh dialog damai untuk menemukan solusi atas masalah apa pun," kata Oli.
Namun, pernyataan tersebut belum meredakan amarah publik. Massa tetap berkumpul di depan gedung parlemen dan sejumlah titik di Kathmandu.
Mereka juga menyerukan masyarakat untuk hadir dalam pertemuan belasungkawa bagi para korban tewas.
Situasi sempat memanas. Para pengunjuk rasa membakar ban, melempari polisi dengan batu, serta mengejar aparat di gang-gang sempit. Asap hitam pekat membubung dari jalanan ibu kota.
Saksi mata menyebut beberapa rumah politikus turut dibakar. Media lokal melaporkan sejumlah menteri bahkan harus dievakuasi dengan helikopter militer.
"Kami masih berdiri di sini untuk masa depan kami. Kami ingin negara ini bebas korupsi sehingga semua orang bisa mengakses pendidikan, rumah sakit, dan fasilitas medis dengan mudah," ujar salah satu pengunjuk rasa, Robin Sreshtha, kepada Reuters TV.
Demonstrasi oleh Gen Z
Penyelenggara aksi menyebut gelombang protes kali ini sebagai demonstrasi oleh Generasi Z atau Gen Z.
Aksi itu dipicu kekecewaan anak muda terhadap pemerintah yang dinilai gagal memberantas korupsi dan memperluas kesempatan ekonomi.
"Protes ini terutama ditujukan melawan korupsi yang merajalela di pemerintahan," tulis seorang pengunjuk rasa dalam surel kepada Reuters yang ditandatangani “Warga Negara Nepal yang Peduli”.
Menurutnya, anak muda geram melihat unggahan-unggaha di media sosial yang memamerkan kehidupan mewah keluarga dan anak-anak politisi serta pejabat yang korup.
Oli mengaku sedih atas kerusuhan yang menurutnya dipicu infiltrasi dari berbagai kepentingan pribadi. Namun, dia belum secara spesifik menanggapi tuntutan publik terkait praktik korupsi.
Oli mulai menjabat kembali pada Juli 2024. Ia merupakan perdana menteri ke-14 Nepal sejak 2008. Dua menteri di kabinetnya memilih mundur pada Senin malam dengan alasan moral.
Desakan Internasional
India, tetangga sekaligus negara tujuan utama pekerja migran Nepal, menyatakan pihaknya kini memantau situasi dengan cermat.
"Sebagai sahabat dan tetangga dekat, kami berharap semua pihak menahan diri dan menyelesaikan masalah melalui cara damai," kata Kementerian Luar Negeri India.
Kedutaan besar Australia, Finlandia, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Norwegia, Jerman, dan Amerika Serikat di Nepal mengeluarkan pernyataan bersama.
Mereka menyampaikan belasungkawa atas jatuhnya korban dan mendesak semua pihak menahan diri, menghindari eskalasi, serta melindungi hak-hak fundamental warga.
Pekan lalu, pemerintahan Oli memberlakukan larangan media sosial dengan alasan platform belum mendaftarkan diri secara resmi.
Pemerintah menuding, media sosial disalahgunakan untuk menyebarkan disinformasi dan penipuan. Namun, para kritikus menilai kebijakan itu bertujuan membungkam kebebasan berekspresi.
Baca juga: Tawarkan Baterai 6000mAh di Harga Mulai Rp1 Jutaan, POCO C85 Resmi Hadir di Indonesia!
Baca juga: Fakultas Teknik Unimal Dengan Perumda Tirta Pase Inisiasi MoU Kerjasama Strategis SDM
Baca juga: Ustaz Khalid Basalamah Penuhi Panggilan KPK Tekait Kasus Korupsi Kuota Haji: Saya Bukan Tersangka
Donald Trump Ganti Nama Departemen Pertahanan Jadi Departemen Perang, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Trump Rilis Video Detik-detik Kapal Venezuela Ditembak Militer AS, 11 Penumpang Tewas |
![]() |
---|
Prabowo Tiba di Parade Militer China, Berdiri Sejajar dengan Xi Jinping, Putin hingga Kim Jong Un |
![]() |
---|
Gempa M 6 Guncang Afghanistan, Korban Tewas 622 Orang, Lebih dari 1.500 Terluka |
![]() |
---|
Sosok Robin Westman, Penembak Sekolah Pakai Senjata Bertuliskan 'Bunuh Trump' dan 'Bakar Israel' |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.