Berita Jakarta

Begini Isi Fatwa MUI Soal Pajak Penghasilan, Nisab Setara Zakat Mal 85 Gram

MUI menetapkan pajak penghasilan hanya boleh dipungut dari warga dengan harta setara nisab zakat mal (85 gram emas).

Editor: Saifullah
For Serambinews.com
FATWA MUI - Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menyebutkan, nisab pajak penghasilan sama dengan nizab zakat mal yakni 85 gram emas. 
Ringkasan Berita:
  • MUI menetapkan pajak penghasilan hanya boleh dipungut dari warga dengan harta setara nisab zakat mal (85 gram emas). 
  • Pajak tidak boleh dikenakan pada kebutuhan primer seperti sembako, rumah tinggal, dan tanah yang dihuni.
  • Fatwa menekankan prinsip keadilan, amanah, transparansi, serta zakat dapat menjadi pengurang kewajiban pajak.

 

Syarat pajak hanya dikenakan kepada warga yang memiliki harta minimal setara dengan nisab zakat mal, yakni 85 gram emas.

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa menetapkan ketentuan baru terkait pajak penghasilan.

Dalam fatwa yang diumumkan pada Munas MUI pada 20–23 November 2025, di Hotel Mercure Jakarta, MUI menegaskan, bahwa negara boleh memungut pajak penghasilan bila kondisi keuangan negara tidak mencukupi.

Namun dengan syarat pajak hanya dikenakan kepada warga yang memiliki harta minimal setara dengan nisab zakat mal, yakni 85 gram emas.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, bahwa pajak harus dipungut secara adil, amanah, dan transparan.

“Kalau analog dengan kewajiban zakat, kemampuan finansial itu secara syariat minimal setara dengan nisab zakat mal yaitu 85 gram emas. Ini bisa jadi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),” tegasnya, Minggu (23/11/2025).

Baca juga: Fatwa MUI: Haram Beli Produk Pendukung Agresi Israel ke Palestina

Nisab zakat mal adalah jumlah minimum harta yang wajib dizakati, dengan masa haul satu tahun.

Berdasarkan SK Ketua Baznas RI Nomor 13 Tahun 2025, nisab 85 gram emas setara sekitar Rp 85,68 juta.

Sementara itu, ketentuan PTKP dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

Dengan fatwa ini, MUI menekankan bahwa pajak hanya boleh dikenakan kepada warga negara yang benar-benar memiliki kemampuan finansial.

Bukan kepada masyarakat kecil yang masih berjuang memenuhi kebutuhan pokok.

Baca juga: Bupati Hadiri Sosialisasi Fatwa MUI Terkait Pelestarian Satwa Langka dan Ekosistem, Ini Harapannya

Fatwa MUI menegaskan sejumlah prinsip penting:

Pajak hanya dikenakan pada harta yang produktif atau kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

Pajak tidak boleh dibebankan pada kebutuhan primer (dharuriyat) seperti sembako, rumah tinggal, dan tanah yang dihuni.

Pajak harus digunakan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama yang membutuhkan.

Pengelolaan pajak wajib dilakukan secara amanah, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kemaslahatan umum.

Zakat yang dibayarkan umat Islam dapat menjadi pengurang kewajiban pajak.

Baca juga: Kasus Dugaan Penistaan Agama Panji Gumilang, Bareskrim Polri Kantongi Fatwa MUI dan Hasil Uji Labfor

MUI juga menegaskan bahwa pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat dan prinsip keadilan hukumnya haram.

Rekom MUI untuk Pemerintah

Dalam fatwa tersebut, MUI memberikan sejumlah rekomendasi:

Pemerintah perlu meninjau kembali beban pajak progresif yang dianggap terlalu besar.

Optimalisasi pengelolaan sumber daya negara harus dilakukan, termasuk penindakan terhadap mafia pajak.

DPR dan pemerintah wajib mengevaluasi regulasi perpajakan yang tidak berkeadilan.

Pemerintah daerah diminta meninjau ulang aturan pajak bumi dan bangunan, PPN, PPh, pajak kendaraan bermotor, hingga pajak waris yang sering dinaikkan tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

Pajak harus dikelola dengan prinsip amanah dan dijadikan instrumen untuk kesejahteraan rakyat.

Masyarakat wajib menaati pembayaran pajak bila digunakan untuk kepentingan umum (maslahah ‘ammah).

Guru Besar Ilmu Fikih, Asrorun Niam menegaskan, bahwa pajak tidak boleh membebani kebutuhan pokok rakyat.

“Pungutan pajak terhadap sembako, rumah, dan bumi yang kita huni tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” ujarnya.

Dengan fatwa ini, MUI berharap sistem perpajakan di Indonesia lebih berkeadilan, berpihak pada rakyat, dan sejalan dengan prinsip syariat Islam.(*)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved