Cahaya Aceh
Kedah, Gerbang Emas Menyusuri Keindahan Alam Gayo Lues
Kedah menyimpan pesona alam dan budaya yang masih alami. Terletak di Kecamatan Blang Jerango, 13 kilometer dari pusat kota Gayo Lues
DESA Penosan Sepakat, khususnya Dusun Kedah, Kecamatan Blangjerango, Gayo Lues, terus memantapkan diri sebagai pintu gerbang utama menuju kawasan wisata alam Leuser, salah satu hutan hujan tropis tertua dan terkaya di dunia.
Terletak di jantung pegunungan Aceh, Kedah menyimpan pesona alam dan budaya yang masih alami. Kedah terletak di Kecamatan Blang Jerango tepatnya di Kampung Penosan, sekitar 13 kilometer dari pusat kota Gayo Lues.
Dari ibu kota kabupaten, Blangkejeren, wisatawan dapat langsung menjelajahi keindahan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) melalui jalur Kedah yang juga dikenal sebagai Kampung Inggris, karena banyak warganya fasih berbahasa Inggris untuk melayani wisatawan mancanegara.
Kedah juga merupakan salah satu jalur pendakian yang direkomendasikan untuk mencapai puncak Gunung Leuser, karena medannya yang menantang namun menawarkan panorama alam yang luar biasa
Sepanjang rute menuju kawasan Leuser, terbentang hutan tropis lebat yang menjadi habitat satwa langka seperti orangutan sumatera, siamang, beruang madu, serta flora khas seperti bunga rafflesia dan anggrek hutan. Aneka jenis burung endemik juga menjadikan kawasan ini surga bagi para pengamat burung.
Selain keindahan hutannya, jalur pendakian menuju Gunung Leuser menjadi tantangan tersendiri bagi para pencinta alam yang ingin menikmati panorama pegunungan dari ketinggian.
Sementara itu, hamparan kebun kopi rakyat di lereng-lereng pegunungan menghadirkan pemandangan asri sekaligus menjadi daya tarik wisata agro bagi pengunjung yang ingin mencicipi cita rasa kopi Gayo langsung dari sumbernya.
Pemandu wisata lokal, Mister Nasir, menyebutkan jumlah wisatawan meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya, terutama setelah pandemi Covid-19 berakhir. “Wisatawan asal Prancis mendominasi kunjungan turis asing yang datang untuk menjelajah Leuser,” ungkap Nasir.
Baca juga: Jurang hingga Harimau Mengintai, Ekspedisi 15 Jam Menuju Ladang Ganja di Gayo Lues
Budaya Melengkan Warisan Lisan Gayo yang Terus Dijaga
Tak hanya alamnya yang memikat, Gayo Lues juga dikenal dengan kekayaan budaya yang masih lestari. Masyarakat setempat tetap menjaga tradisi leluhur seperti Tari Saman, Melengkan dan berbagai ritual adat yang sarat nilai kebersamaan dan kearifan lokal.
Ditengah derasnya arus globalisasi dan pengaruh budaya digital, masyarakat Gayo Lues tetap teguh menjaga melengkan, salah satu tradisi lisan tertua dan paling berharga yang menjadi kebanggaan etnis Gayo di dataran tinggi Aceh.
Melengkan merupakan seni tutur atau berbalas pantun yang disampaikan dengan bahasa indah, berirama dan penuh makna. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dilakukan oleh dua orang yang memiliki peran penting, yakni Reje dan Ulu Rintangan.
Reje melambangkan kehormatan dan kebijaksanaan adat, sekaligus menjadi simbol penegasan nilai moral masyarakat Gayo. Sementara Ulu Rintangan berperan sebagai penjaga harmoni dalam tutur, memastikan setiap kata yang diucapkan tetap dalam koridor sopan santun dan etika adat.
Tradisi ini mencerminkan kecerdasan, kesantunan, serta kehalusan budi masyarakat Gayo dalam berkomunikasi. Biasanya, melengkan digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pernikahan, musyawarah, hingga penyambutan tamu kehormatan.
Secara historis, budaya melengkan telah dikenal sejak masa berdirinya empat kerajaan di Gayo Lues, yakni Kerajaan Bukit, Gele, Kumala Dharma, dan Rema.
Pada masa itu, melengkan menjadi bagian penting dalam setiap acara sakral seperti pernikahan, khitanan, serta pertemuan adat. Namun hingga kini, belum ditemukan catatan pasti sejak kapan tradisi tersebut mulai dikenal masyarakat Gayo.
Pakar melengkan asal Gayo Lues, Ibrahim Pepalan, mengatakan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah menjaga minat generasi muda terhadap seni tutur tersebut. “Anak-anak sekarang lebih banyak berinteraksi lewat media sosial, sehingga melengkan mulai jarang dipraktikkan,” ujarnya.
Untuk menjawab tantangan itu, berbagai pihak mulai berinovasi. Pemerintah daerah, lembaga adat, dan komunitas budaya telah menggelar pelatihan seni tutur, lomba melengkan antar pelajar, serta membuat dokumentasi video yang diunggah ke media sosial.
“Melengkan bukan sekadar berbicara indah, tetapi sarana menanamkan nilai sopan santun, kejujuran, dan rasa hormat kepada orang lain,” tambah Ibrahim.
Kepala Dinas Pendidikan Gayo Lues, Salid SPd MM menyampaikan Pemerintah telah memasukkan pengenalan budaya lokal ke dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Langkah ini diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap kearifan lokal daerahnya.
"Melengkan satu dari sekian budaya Gayo yang menjadi pelajaran ekstrakurikuler di sekolah bertujuan agar setiap generasi tidak buta terhadap kearifan lokal warisan leluhur," ungkap Salid.
Asal Usul dan Makna Melengkan
Tradisi melengkan berasal dari Tanoh Gayo, dataran tinggi Provinsi Aceh yang dikenal kaya akan adat dan kesenian tradisional. Kata melengkan sendiri berarti berbicara dengan halus, berirama, dan sarat makna.
Diyakini, tradisi ini telah ada sejak masa Kerajaan Linge, salah satu kerajaan tertua di Tanoh Gayo. Dahulu, melengkan digunakan oleh pemangku adat dan tokoh masyarakat dalam musyawarah, pertemuan resmi, serta penyambutan tamu kehormatan. Melalui melengkan, seseorang menunjukkan kecakapan berbahasa yang santun dan beretika.
Dalam perkembangannya, melengkan menjadi bagian penting dalam upacara adat pernikahan, terutama pada prosesi melengkan munenes (meminang) dan melengkan munika (pernikahan). Dua pihak keluarga akan saling berbalas kata adat dengan gaya puitis dan penuh perumpamaan, menggambarkan kebijaksanaan serta kehormatan masing-masing keluarga.
Komit Lestarikan Adat dan Kembangkan Pariwisata
Bupati Gayo Lues, Suhaidi SPd MSi menyatakan dukungannya terhadap upaya pengembangan jalur wisata pendakian di Kawasan TNGL. Menurutnya, kerja sama antara Pemkab Gayo Lues dan pihak TNGL sudah terjalin dalam rangka membuka serta menata jalur tracking baru menuju puncak Leuser.
Bupati menjelaskan, jalur tersebut dirancang agar dapat memperpendek waktu tempuh bagi para pendaki yang ingin mencapai puncak Gunung Leuser. Selain itu, penataan jalur juga diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan serta keamanan wisatawan tanpa mengganggu kelestarian alam di kawasan konservasi tersebut.
Lebih lanjut, Suhaidi menambahkan bahwa pengembangan jalur pendakian ini sejalan dengan visi pemerintah daerah untuk mendorong sektor pariwisata berbasis alam dan petualangan.
"Dengan penataan yang baik dan pengawasan bersama, diharapkan kawasan Leuser dapat menjadi destinasi unggulan Aceh yang mampu menarik wisatawan lokal maupun mancanegara," pungkasnya.
Disamping itu, Suhaidi juga menegaskan terkait pelestarian budaya melengkan adalah bentuk penghormatan terhadap akar identitas masyarakat Gayo. Ia menilai, ditengah modernisasi, seni tutur ini menjadi cermin peradaban dan karakter luhur yang tak boleh hilang oleh waktu.
“Melengkan bukan sekadar warisan adat, tetapi juga warisan moral yang membentuk cara berpikir, berbicara, dan bertindak masyarakat Gayo. Di balik setiap tuturan, tersimpan pesan kebijaksanaan dan nilai-nilai kearifan yang harus kita jaga bersama,” ujar Bupati Suhaidi dengan nada penuh kebanggaan.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa Pemkab Gayo Lues akan terus mendukung upaya pelestarian seni tutur tersebut melalui kolaborasi dengan lembaga adat, sekolah, dan komunitas budaya. “Budaya adalah jati diri daerah. Menjaga melengkan berarti menjaga marwah dan martabat masyarakat Gayo,” tutupnya dengan tegas.
Disbudpar Aceh Beri Dukungan
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Dedy Yuswadi, menyampaikan bahwa potensi wisata alam dan budaya di Gayo Lues, khususnya kawasan Kedah sebagai salah satu pintu masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser, memiliki peran strategis dalam pengembangan pariwisata Aceh ke depan.
“Kawasan Leuser adalah aset dunia yang berada di Aceh. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah pusat, Pemerintah Aceh, dan Pemkab Gayo Lues menjadi kunci agar jalur wisata seperti Kedah dapat berkembang tanpa mengorbankan kelestarian ekologisnya,” ujar Dedy.
Ia menegaskan, Disbudpar Aceh berkomitmen untuk mendukung penguatan aksesibilitas, kapasitas pemandu wisata, serta pengembangan paket wisata berbasis alam dan budaya, termasuk tradisi melengkan yang menjadi identitas penting masyarakat Gayo.
“Keaslian budaya dan kekuatan narasi lokal adalah daya tarik besar bagi wisatawan. Melengkan, Saman, hingga kehidupan masyarakat adat harus terus dibina dan dipromosikan agar memiliki nilai ekonomi sekaligus tetap lestari,” tambahnya.
Dedy Yuswadi juga menekankan bahwa pariwisata Aceh akan bergerak maju apabila masyarakat lokal merasakan manfaat langsung dari sektor ini. Karena itu, pihaknya mendorong pelibatan aktif komunitas lokal, UMKM, dan generasi muda dalam aktivitas wisata di Kedah dan Gayo Lues secara keseluruhan.
“Pariwisata yang kuat adalah pariwisata yang memberi kesejahteraan. Kita ingin jalur Kedah menjadi etalase Aceh di mata dunia, tempat di mana keindahan alam, keramahan masyarakat, dan kekayaan budaya berpadu secara harmonis,” ujarnya.
Pentingnya Perhatian Pemerintah
Anggota DPRA dari Fraksi PKB, Rijaludin, mengingatkan pentingnya perhatian pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terhadap masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di sekitar kawasan konservasi Leuser.
“Mereka memiliki keterikatan sosial, ekonomi, dan budaya yang kuat dengan lingkungan sekitarnya, bahkan sebagian termasuk dalam kategori masyarakat miskin. Karena itu, pemerintah melalui Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) perlu memberikan dukungan penuh bagi keberadaan Kedah sebagai salah satu jalur utama menuju puncak Leuser,” ujar Rijaludin.
Dengan keindahan alam yang menakjubkan, udara sejuk pegunungan, serta keaslian budaya yang masih terjaga, Gayo Lues layak disebut sebagai Gerbang Emas menuju Surga Alam Aceh—tempat di mana petualangan dan ketenangan berpadu dalam harmoni.(*)
| Pantai Pelangi Aceh Timur, Kampung Nelayan Menjelma Jadi Wisata Andalan |
|
|---|
| Geliat Wisata Lamuri: Eksotisme Bukit Lamreh, Kuliner Rakyat dan Jejak Kerajaan Tua |
|
|---|
| Datang, Nikmati, dan Rayakan: Aceh Festival 2025 Menanti Kehadiran Anda! |
|
|---|
| Bukit Siron di Aceh Besar, Hamparan Savana yang Menawan |
|
|---|
| Menjajal Pink Beach Pertama di Aceh, Wajah Baru Keindahan Surga Tersembunyi Lhok Mata Ie |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Keindahan-Kedah-Gayo-Lues.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.