Seminggu Menghilang, Gendel Jadi Mayat

Gendel Sijabat (45) Penduduk Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, ditemukan menjadi mayat

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Seminggu Menghilang, Gendel Jadi Mayat
Mariani (42) menangis saat menyaksikan mayat suaminya yang telah membusuk di lokasi perkebunan masyarakat perkampungan Namo Buaya lama, Kecamatan Sultan Daulat, kota Subulussalam, Rabu (3/8). PROHABA/KHALIDIN
SUBULUSSALAM - Gendel Sijabat (45) Penduduk Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, ditemukan menjadi mayat setelah dilaporkan hilang selama seminggu. Jasadnya yang telah membusuk ditemukan, Rabu (3/8) kemarin sekitar pukul 10.00 WIB di areal perkebunan masyarakat yang berjarak sekitar dua kilometer dari perkampungan.

Informasi yang berhasil dihimpun, korban yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan tradisional itu awalnya berangkat dari rumah pada Rabu sore (27/7), sekitar pukul 17.00 WIB. Korban yang telah membusuk ditemukan oleh Ahmad Raya (19) yang hendak menyadap karet. Lokasi mayat persis berada di jalan setapak yang selama ini selalu dilalui oleh Ahmad menuju kebun karetnya. Selama ini, jalan tersebut setiap hari dilalui, namun karena sakit, Ahmad mengaku sempat beberapa minggu tidak ke kebun.

Sering takut
Mariani (42), istri korban mengatakan, suaminya mengidap penyakit takut dan saat kambuh dia biasanya pergi namun kembali lagi. Biasanya, korban pergi paling lama dua malam dan setelah itu kembali ke rumah. Mariani pun mengaku tidak tahu kemana saja suaminya pergi jika penyakitnya sedang kambuh. “Suami saya itu kan ada penyakit takut-takut, kalau kambuh memang biasa dia pergi tapi akan kembali lagi, ini kemarin udah delapan delapan hari tidak pulang taunya sudah meninggal,” kata Mariani dengan isak tangisnya.

Korban menurut Mariani menderita penyakit takut-takut sejak dua tahun lalu. Saat kambuh, korban akan ketakutan melihat siapapun sehingga berusaha meninggalkan rumah. Apa yang ditakutin juga tidak jelas. Kalau ditanya, kata Mariani, sang suami mengaku pergi karena takut dan suntuk kalau di rumah terus. Biasanya, lanjut Mariani, kalau pergi korban selalu mengenakan kain sarung dan peci. Tapi kali ini, korban mengenakan sepatu dan topi serta membawa sebilah parang.

Mariani yang telah mengarungi bahtera rumah tangga selama 20 tahun dengan korban tidak tahu apa yang ditakuti sang suami. Kalau sedang sehat, korban diakui normal seperti orang lain, bekerja mencari ikan ke sungai atau pekerjaan lain. Mariani menuturkan, meskipun mereka belum dikarunia anak, selama ini rumah tangganya akur-akur saja tidak ada persoalan apapun hingga kepergian sang suami.”Tanya saja tetangga saya, gak pernah kami begado (bertengkar-red) itu,” ujar Mariani.

Hal senada diakui Amanah boru Ujung, tetangga korban yang ditanyai secara terpisah. Menurut Amanah, selama ini korban memang kerap pergi dari rumah tapi tidak pernah sampai satu minggu. Amanah mengaku biasanya korban selalu kembali ke rumahnya.

Karena kondisinya yang telah membusuk, warga dan pihak keluarga sepakat untuk menguburkan korban di lokasi ditemukan. Sebenarnya, lokasi tersebut merupakan perkampungan penduduk 30 puluh tahun silam. Di sana juga ada lahan pemakaman penduduk. “Dikubur di sini, semua fardhu kipayah dilakukan di sini,’ kata Syukur, imam masjid Desa Namo Buaya.(kh)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved