Ramadhan dan Model Pembangunan
RAMADHAN adalah bulan suci yang penuh makna, sarat nilai, multi-hikmah dan bermega-pahala. Selain menyehatkan raga dan menenangkan jiwa
RAMADHAN adalah bulan suci yang penuh makna, sarat nilai, multi-hikmah dan bermega-pahala. Selain menyehatkan raga dan menenangkan jiwa, berpuasa juga mengajarkan hidup toleran, sederhana, gemar menabung, dan bahkan produktif. Tidak hanya itu, Ramadhan turut meletakkan landasan pembangunan ekonomi umat.
Untuk membangun ekonomi Aceh yang berkeadilan, hikmah dan pesan implisit Ramadhan patut dijadikan pedoman dalam menentukan arah, strategi dan skala prioritas pembangunan Aceh ke depan. Apa pesan Ramadhan terhadap pembangunan Aceh? Bagaimana seharusnya model pembangunan Aceh menurut perspektif Ramadhan-perspektif ekonomi Islam? Apakah model pembangunan Aceh yang ada sekarang telah sesuai dengan nilai-nilai keislaman? Tulisan ini ingin merekomendasikan model pembangunan Aceh yang Islami, sesuai dengan pesan Ramadhan. Tidak ada strategi lain yang paling jitu dalam membangun Aceh, Serambi Mekkah yang dihuni majoritas umat Islam, melainkan harus dibangun berteraskan nilai-nilai Makkiyyah (Islamiyyah).
Ramadhan dan pembangunan
Kita maklum bahwa tujuan akhir berpuasa di bulan Ramadhan adalah menggapai ketaqwaan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu bertaqwa” (QS. al-Baqarah: 183). Kenapa ketaqwaan yang menjadi tujuan akhir berpuasa di bulan Ramadhan, bukannya menggapai kekayaan materi? Ini berimplikasi bahwa untuk membangun manusia secara totalitas, ia harus dibangun atas landasan ketaqwaan. Pembangunan ekonomi umat yang hakiki mesti dimulai dari pembangunan spiritual (ketaqwaan).
Membangun ekonomi umat tidak akan sempurna tanpa dilandasi dengan nilai-nilai ketaqwaan. Ini sangat sesuai dengan lagu Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya; bangunlah raganya”. Pembangunan raga (fisik) mesti diawali dengan pembangunan jiwa (spiritual).
Mengapa ketaqwaan begitu penting dalam proses pembangunan ekonomi Aceh? Seseorang yang telah bergelar “muttaqin” pasti memiliki ketenangan jiwa, kenyamanan bathin, ketenteraman hati, kelapangan dada, perasaan optimis, semangat cinta dan kesucian terhadap Sang Khaliq, Rabb al-Jalil. Suasana hati ini, tentunya, akan memudahkan aktivitas pembangunan ekonomi dilakukan. Sebab individu yang mencintai Allah (muttaqin), pasti akan menaati segala seruan-Nya. Begitupun dalam membangun ekonomi umat, muttaqin pasti akan mengikuti Sunnatullah, bebas dari praktik mungkar, KKN, dan berbagai tindakan “moral hazards” lainnya.
Sebaliknya, manusia yang tidak bertaqwa, hidupnya akan gelisah, telantar, frustrasi, putus asa, dengki, iri-hati, dendam dan pemarah sehingga akumulasi semua sifat mazmumah ini menjadi penghambat laten pembangunan ekonomi. Jadi, kunci utama pembangunan ekonomi umat itu, sesungguhnya, terletak pada pembangunan spiritual (ketaqwaan) setiap pribadi muslim. Hanya mereka yang berperilaku mengikut aturan Ilahi dan senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt dan tidak mengikuti hawa nafsu saja adalah pelaku, sesungguhnya, pembangunan ekonomi umat. Begitu juga dalam membangun ekonomi Aceh, andaikata pemerintah Aceh mulai dari pejabat Gubernur dan segenap jajaran aparatnya serta rakyat Aceh memiliki ketaqwaan, maka pembangunan ekonomi Aceh dengan mudah dapat diwujudkan. Di lain pihak, kondisi pembangunan ekonomi Aceh yang luluh lantak di segala aspek kehidupan pasca konflik dan tsunami tidak terlepas dari ketidakjujuran dan ketidaktaqwaan para pemimpin Aceh dan juga rakyatnya.
Ayat-ayat Alquran banyak menceritakan kisah tentang bagaimana Allah menghancurkan suatu bangsa atau kaum yang ingkar dan kufur. Padahal sebelum ditimpa musibah, kaum tersebut telah dianugerahi rahmat pembangunan yang melimpah ruah. Baik dalam menghancurkan maupun menganugerahkan pembangunan/kemajuan terhadap suatu kaum, Allah Swt tidak melakukannya dengan tanpa sebab yang jelas. Allah menganugerahkan kemajuan kepada hamba-hambaNya yang taat (QS. an-Nur: 55). Sebaliknya, Allah akan menghancurkan hamba-hamba Nya yang ingkar terhadap hukum Allah. Firman Allah: “Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat yang terdahulu daripada kamu ketika mereka berlaku zalim padahal telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka membawa keterangan-keterangan, dan mereka masih juga tidak beriman. Demikianlah Kami membalas kaum yang melakukan kesalahan” (QS. Yunus: 13); dan “Dan penduduk negeri-negeri (yang durhaka) itu Kami telah binasakan ketika mereka melakukan kezaliman, dan Kami telah tetapkan satu masa yang tertentu bagi kebinasaan mereka” (QS. al-Kahfi: 59).
Dari uraian di atas jelas bahwa ketaqwaan itu merupakan modal utama pembangunan ekonomi umat. Sebab, sungguh luar biasa nikmat dan kemudahan hidup yang Allah Swt curahkan kepada “muttaqin”. Hal ini sesuai dengan janji Allah Swt, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, tentulah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Q.S. al-’Araf: 96).
Setidaknya, ada enam kemudahan utama yang Allah berikan kepada “muttaqien”, yaitu: Pertama, akan diberikan baginya jalan keluar dari segala kesulitan (QS. at-Talaq: 2). Kedua, akan dilimpahkan rezeki oleh Allah dari sumber yang tidak pernah terlintas di hatinya (Q.S. at-Talaq: 3). Ketiga, akan diberikan pertolongan dan diselamatkan Allah baik di dunia maupun di akhirat (QS. at-Talaq: 3). Keempat, akan dimudahkan segala urusannya (QS. at-Talaq:4). Kelima, akan dihapuskan segala kesalahan-kesalahannya dan akan dilipatgandakan balasan pahalanya (QS. at-Talaq: 5). Dan terakhir, akan dianugerahkan kebahagian dunia dan akhirat, falah (QS. Hud: 4). Akumulasi ke enam kemudahan di atas bagi orang yang bertaqwa pasti akan memudahkan pembangunan ekonomi direalisasikan.
Model Pembangunan Aceh
Pesan implisit Ramadhan patut dijadikan masukan dalam membangun Aceh ke depan. Pembangunan Aceh harus dimulai dengan membangun spiritual rakyat Aceh. Pemerintah Aceh dan instansi terkait dalam membangun Aceh harus berupaya melahirkan generasi Aceh yang muttaqin. Pemberdayaan sumber daya rakyat Aceh berdasarkan nilai-nilai Qurani harus diprioritaskan. Dana pembangunan Aceh sebagian besar harus dialokasikan untuk melahirkan sumber daya rakyat Aceh yang cermerlang baik dari segi ilmu dan iman.
Dalam membangun ekonomi Aceh, pembangunan fisik dan spiritual (ketaqwaan) harus berjalan seimbang. Inilah model pembangunan Aceh yang ideal. Selain faktor-faktor produksi, tingkat ketaqwaan juga merupakan “driving force” pembangungan ekonomi umat. Ramzan Akhtar (1993) dalam artikelnya “Modelling the economic growth of an Islamic economy” yang dipublikasikan di “The American Journal of Islamic Social Science (AJISS)” menyebutkan bahwa tanpa adanya rahmat Ilahi, maka pembangunan ekonomi sangatlah mustahil terjadi. Negara yang dihuni warga muttaqin pasti akan mendatangkan rahmat Ilahi sehingga terjadilah pembangunan.
* Penulis adalah Dosen pada Fakultas Ekonomi, Unsyiah.