ESDM Stop Izin Eksplorasi Emas PT Woyla di Geumpang
Izin eksplorasi tambang emas oleh PT Woyla Aceh Minerals di hutan Geumpang, Kabupaten Pidie telah dihentikan sementara
“Penghentian itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2008, di mana penggunaan kawasan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan berdasarkan izin pinjam kawasan hutan,” kata Kadishutbun Pidie, M Hasan Yahya kepada Serambi, Selasa (29/5) mengenai latar belakang penghentian sementara izin ekspolorasi tambang emas oleh PT Woyla Aceh Minerals di hutan Geumpang.
“Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 004.K/30/DJB/2009 Tanggal 19 Januari 2009, bahwa areal wilayah kontrak karya PT Woyla Aceh Menerals yang melakukan aktivitas eksplrorasi tambang emas di kawasan hutan di Geumpang, Pidie telah dihentikan sementara,” ujar Hasan.
Menurut Hasan, dari 15 perusahaan yang melakukan eksplorasi di Geumpang, hanya PT Woyla Aceh Minerals yang hingga saat ini belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan.
Berdasarkan hasil pendataan di lapangan, PT Woyla Aceh Minerals telah membuka jalan dan membangun base camp dengan luas areal sekitar 1 hektare di kawasan hutan lindung. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM, izin eksplorasi yang diberikan kepada PT Woyla Aceh Mineral berlaku 12 bulan sejak 16 Mei 2008 hingga 15 Mei 2009. “Artinya saat ini izin aktivitas eksplorasi tambang PT Woyla telah mati. Tapi saya tidak mengetahui apakah perusahaan tersebut masih beraktivitas di Geumpang atau tidak, karena kami tidak pernah memantau akibat lokasinya sangat jauh,” kata Hasan.
Dijelaskan Kadishutbun Pidie, penghentian eksplorasi bagi perusahaan yang tidak memiliki izin merupakan tanggungjawab Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Pidie. “Kecuali hutan lindung rusak. Itu tanggung jawab kami,” katanya. Dari ke-15 perusahaan pertambangan yang beroperasi di Geumpang, Pemkab Pidie, sebagaimana dikatakan Kepala Disperindagkop Muliadi Yacob, hanya menerima royalti Rp 800 juta.(naz)
tanggapan walhi aceh
Harus Bentuk Tim
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak Pemerintah Aceh membentuk tim terpadu guna menertibkan izin perusahaan pertambangan yang selama ini beroperasi di Aceh. Direktur Walhi Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar mengatakan, izin pertambangan yang dikeluarkan pemerintah kini dinilai telah memberi kontribusi besar bagi terjadinya kerusakan lingkungan di sejumlah wilayah yang menjadi pusat eksploitasi.
“Bila tak segera ditertibkan maka kondisi ini akan semakin buruk, dan membawa pengaruh besar bagi kerusakan lingkungan,” ujarnya menjawab Serambi di Banda Aceh, Jumat (1/6). Menurut Zulfikar pihaknya merespon baik kebijakan Pemerintah Aceh yang baru di bawah kepemimpinan dr Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang akan melakukan penertiban izin usaha tambang yang beroperasi di Aceh.
“Sebelum ada hasil evaluasi sebaiknya dihentikan dulu izin dan aktivitas penambangan sampai adanya jaminan bila aktivitas penambangan tersebut tidak merusak lingkungan,” jelasnya. Dia menambahkan di antara banyak sektor penambangan, eksploitasi bahan tambang berupa batu bara dan mineral memberi kontirbusi besar bagi terjadinya kerusakan lingkungan. “Termasuk juga sektor Migas dan Galian C. Untuk galian C izin penambangannya perlu ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan,” kata Zulfikar.(sar)
15 perusahaan di geumpang
* PT Geumpang Tangse Mineral
* PT Glee Rinder Pratama
* PT Gamana Citra Agung
* PT Tangse Gunong Pusaka
* PT Mewas Kuasa Pertambangan
* PT Woyla Aceh Mineral
* PT Bayu Komona Karya
* PT Bayu Nyohoka
* PT Parabita Sanu Setia
* PT Krueng Bajikan
* PT Magallanic GK
* PT Banda Raya Parasidiso
* PT Halimon Meugah Raya
* PT Delima Mineral
* PT Glee Aceh Makmu.