Apa yang Menarik Peziarah ke Makam Syiah Kuala?
Wisata religi ke makam ulama Aceh Syech Abdurrauf bin Ali Alfansuri atau yang terkenal dengan nama Teuku Syiah Kuala
Pengakuan
sejumlah warga, kunjungan mereka didasari atas ketakjuban dan kuasa Sang
Pencipta pada makam ulama besar ini yang tidak rusak saat bencana gempa
dan tsunami Aceh, 26 Desember 2004 silam.
Semua nisan tetap
teronggok di areal makam kendati tidak beraturan sesaat setelah tsunami
reda. Padahal letak makam dengan pantai sebelum tsunami diperkirakan
hanya satu kilometer. Sedangkan saat ini hanya berjarak 100 meter. Hal
itu diakui penjaga makam, Tgk Abu Bakar (70), Rabu (9/1/2013).
Sebagai
penduduk asli setempat, Abu Bakar turut takjub menyaksikan keajaiban
pada makam Tgk Syiah Kuala yang lepas dari gulungan tsunami. "Kalau dulu
setelah makam ini masih banyak rumah-rumah penduduk, sekarang berbatas
langsung dengan pantai," ungkap Abu Bakar seraya menunjuk ke pantai yang
berombak kecil.
Kini, setelah renovasi makam dilakukan, menarik
minat pengunjung yang semakin ramai berkunjung setiap harinya. Terutama
pada Senin dan Kamis, hari dimana peziarah tak hanya melakukan
kunjungan, melainkan disertai hajatan seperti aqiqah (turun tanah) serta melepas nazar.
Seperti
diakui Ruhamah (52), warga Lambaro, Kabupaten Aceh Besar. Dirinya
melepas nazar sang anak lelaki yang baru saja sembuh dari penyakitnya.
"Kami bawa kambing satu ekor yang dimasak di sini, nanti bisa dimakan
bersama-sama peziarah lain," kata Ruhamah.
Kedatangannya beserta
keluarga sejak pagi dengan membawa seekor kambing setelah terlebih dulu
memberitahu pihak penjaga makam yang kemudian menyediakan ruang dapur
untuk memasak. Tak hanya kambing, ayam serta binatang ternak lain juga
sering dijadikan menu hajatan yang bisa dinikmati semua peziarah di
sana.
Sedangkan malam hari, aktivitas peziarah sering diisi
zikir dan doa bersama oleh berbagai komunitas muslim. Aktivitas peziarah
antara lain diisi shalat sunnah, berdoa dan berzikir di makam, bahkan
ada yang mencuci muka dengan air sumur yang tersedia di dekat makam.
Kendati tidak dibenarkan melakukan ritual yang bisa mengarah ke
perbuatan syirik atau menduakan Allah. Hal itu biasanya
berbentuk, mengambil batu atau tanah dengan harapan mendapat berkah dari
benda tersebut.
Kini, setiap hari sejak pagi hingga malam
aktivitas religi tak pernah sepi dari makam ulama besar yang namanya
ditabalkan menjadi nama universitas terbesar dan kenamaan di Aceh
tersebut.