Opini

Kontemplasi Penerapan Syariat Islam

PENERAPAN syariat Islam kembali terusik oleh karena ulah beberapa oknum yang anti syariat.

Editor: hasyim

Oleh Mansari

PENERAPAN syariat Islam kembali terusik oleh karena ulah beberapa oknum yang anti syariat. Kali ini terjadi pada Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa beserta beberapa aparat penegak hukum (law enforcement) syariat termasuk petugas Wilayatul Hisbah (WH) yang menertibkan dan membubarkan pertunjukan keyboard di Gampong Karang Anyar, Kecamatan Langsa Baro, Langsa. Insiden ini telah mengoyak-ngoyak dan mencoreng moreng aparat penegak hukum, yang dalam hal ini WH, dan penerapan syariat Islam secara universal.

Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, memilukan dan menyedihkan terjadi di daerah yang didengung-dengungkan menerapkan syariat Islam secara konprehensif (kaffah). Namun masih ada juga golongan tertentu yang sikap dan tingkah lakunya tidak berdasarkan syariat. Tindakan yang tidak sepatutnya terjadi, namun itu realita yang bisa kita baca lewat media cetak dan media massa lainnya.

Jika peristiwa tersebut terjadi di daerah yang tidak menerapkan syariat bisa dimaklumi dan bisa dipahami. Pengeroyokan yang menimpa Kadis Syariat Islam menyadarkan dan mengingatkan kita bahwa pemahaman penerapan syariat islam masih belum memadai. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pelaksanaan syariat, membuatnya tidak menaati dan melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Dasar ideologi dan sosiologi menegakkan hukum berdasarkan syariat Islam adalah perlunya proses pemahaman ajaran Islam yang komprehensif. Suatu model pemahaman sekaligus penerapan ajaran Islam Quran dan Sunnah yang dimulai dari sutu keyakinan bahwa Islam menawarkan berbagai solusi kondusif. Bentuk tawaran teologis dan filosofis tersebut antara lain bahwa risalah Quran mengandung penjelasan tentang petunjuk dan pembeda antara yang benar dan yang batil.

 Kontemplasi ulang
Penerapan syariat Islam kaffah di bumi Aceh butuh kontemplasi (perenungan) dan perlu dipikirkan ulang (rethinking) bila masyarakat Aceh benar-benar membutuhkan dan menginginkan syariat Islam tetap berlaku. Untuk menjamin eksistensi dan konservasi (pelastarian) pelaksanaan syariat tentunya memerlukan visi dan misi yang sama dari berbagai komponen. Baik itu dari struktur pemerintahan maupun nonpemerintahan yang meliputi ormas-ormas Islam, tokoh masyarakat, tuha peut gampong, mukim dan lain sebagainya. Yang bertujuan untuk selalu tetap menjaga, memelihara keberlangsungan dan tegaknya syariat.

Para legislator yang mempunyai otoritas membentuk qanun bernafaskan syariat dan hukum acaranya yang sebelumnya sibuk dengan politik kini sudah saatnya kembali memikirkan identitas asli Aceh berupa syariat. Tidak ada identitas lain bagi orang Aceh Islam beserta ajaran-ajaran. Sejarah telah mencatat betapa susahnya nenek moyang kita dalam memperjuangkan agar diberikan keistimewaan penerapan syariat di Aceh.

Tgk Muhammad Daud Beureueh, misalnya, yang rela melakukan perlawanan terhadap pemerintah RI pada tahun 1953 demi agama Allah beserta eksisnya ajaran-ajaran yang terkandung dalamnya. Berkat perjuangan yang begitu panjang maka Aceh diberikan keistimewaan meliputi bidang agama, adat dan pendidikan. Yang kemudian dituangkan dalam UU No.44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh serta selanjut UU No.18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, dan yang terakhir disahkannya UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Demikian semangat Islam terus berkobar dalam dada orang aceh sejak masa kesultanan, penjajahan belanda dan kemerdekaan. Apakah semangat ini telah padam dalam diri orang Aceh sehingga perlu dinyalakan kembali. Seandainya mereka dapat menyaksikan bangsa setelah diwariskan kepada kita tentu mereka akan menangis dan merasa sedih. Perjuangan yang telah mereka usahakan tidak sedikit pun kita syukuri dan kita jaga dengan baik, bahkan mengotorinya dengan berbagai lumuran kemaksiatan kepada Allah.

Untuk itu semua masyarakat sudah seharusnya berkontemplasi (merenung) dan memaknai perjuangan nenek moyang. Jasa perjuangan mereka sungguh jauh sangat berharga daripada nilai emas dan permata. Hanya nilai-nilai keikhlasan dan ketulusan yang tertanam dalam jiwa mereka supaya hidup dalam bingkai syariat Islam.

Untuk menyalakan dan menghidupkan kembali semangat sebagaimana yang telah mereka lakukan, kini saatnya kita satukan langkah, rapatkan barisan dengan tujuan melawan berbagai bentuk kemaksiatan. Mewujudkan Aceh seperti dulu yang merupakan pintu gerbang masuk dan berkembangnya Islam ke seluruh Asia Tenggara. Menjadi daerah yang betul-betul menerapkan syariat dalam berbagai sendi kehidupan.

Untuk merealisasikan hal tersebut tidak mudah sebagaimana yang dibayangkan di era modern. Pemikiran dan peradaban serta budaya asing yang mengutamakan kebebasan individu juga memiliki andil dalam merusak nilai-nilai karakter bangsa. Tindakan amoral terjadi dimana-mana, pakaian minimalis yang jauh dari nilai-nilai keislaman menjadi pilihan utama, sementara pakaian yang bernuansa islami semakin tertinggal.

Pengaruh negatif tersebut dapat leluasa masuk melalui televisi, jaringan internet yang dapat diakses dimana-mana dan melaui majalah-majalah yang tidak mendidik. Pengaruh arus globalisasi yang masuk ke sendi-sendi kehidupan yang memberi dampak negatif bagi remaja harus ditanggulangi secepat mungkin. Pemahaman nilai-nilai religious perlu ditingkatkan dalam dadanya supaya makin kuat iman dan keyakinannya.

 Kesadaran hukum
Hukum tidak dapat ditegakkan dengan sendirinya tanpa kesadaran hukum yang muncul dari masyarakat itu sendiri. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mutlak diperlukan bila menginginkan sebuah produk hokum berjalan sebagaimana yang diinginkan. Karena tidak semua lapisan masyarakat mengetahui hukum bahkan ada masyarakat yang yang berdomisili di wilayah terpencil tidak mengetahui hukum.

Untuk merealisasikan hal tersebut, maka perlu ditingkatkannya pembinaan dan penyuluhan-penyuluhan hokum secara inten. Masih rendahnya pengetahuan hukum masyarakat, maka semakin besar pula pelanggaran yang akan ia lakukan. Bukannya disebabkan faktor kesengajaan, tapi keterbatasan dan keterbelakangan pengetahuannya yang mempengaruhi dipatuhi atau tidaknya hukum.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved