Mop-mop (tak) Mau Mati!

“Bagi yang tahu bahasa Aceh, pertunjukan ini sangat lucu,” kata Arie F Batubara, seorang kurator teater.

Editor: bakri

Oleh Tejo

“Bagi yang tahu bahasa Aceh,  pertunjukan ini sangat lucu,” kata Arie F Batubara, seorang kurator teater.  Kalimat itu diucapkannya sejenak setelah menyaksikan pertunjukkan Mop-mop Aceh yang tampil selama satu jam lebih di acara Pagelaran Cipta Budaya, Plaza Planetarium Taman Ismail Marzuki Jakarta, akhir November lalu.

Pertunjukkan Mop-mop atau dikenal juga dengan Biola Aceh yang dibawakan kelompok Merak Jumpa Aceh dari Krueng Mane Aceh Utara merupakan jenis kesenian yang dianggap unik, khas, dan langka - dalam kata lain kesenian rakyat ini sedang berada di ambang kepunahan. Merak Jumpa Aceh membawakan cerita “Bue Droep Darut” yang berkisah tentang keserakahan manusia. Peristiwa terjadi dalam ruang lingkup sebuah keluarga. 

Pertunjukkan di Jakarta ini berlangsung dalam bahasa Aceh dan ditonton oleh sebagian besar penonton yang tidak paham bahasa Aceh, tapi perhatian mereka begitu besar terhadap seni tradisi ini. Penonton tidak ada yang beranjak, setia mengikuti seluruh babak yang diperankan oleh pemain Mop-mop yang berumur rata-rata 70 tahun.

Di antara penonton terdapat seniman Aceh, seperti seniman Fikar W. Eda, Yopi Simeulu, Merwan Yusuf dan beberapa lainnya. Penonton asal Aceh sendiri mengaku, mereka sengaja datang untuk menyaksikkan Mop-mop yang bahkan di Aceh sendiri belum pernah mereka lihat. Bagi mereka yang paham dialog-dialog di atas panggung tak tanggung melepas gelak-tawa saat cerita berubah lucu disertai kekocakan para pemain.

Tinggal nama
Kerja keras para pemain, Syeh Gani; Syeh Kawi; dan Syeh Mae, dan berkat sokongan Nyak Man  dan Mustika Permana sebagai ketua Seuramoe Teater Aceh, setidaknya terbalas oleh penghargaan yang diberikan oleh penonton. Betapa tidak, Pemerintah Aceh sendiri yang konon katanya sedang gencar-gencarnya mendukung dan menyelamatkan kesenian Aceh sebagai identitas pasca-MoU, tidak sedikit pun memberikan perhatian yang memadai. Pemerintah setempat bahkan terkesan tidak peduli.

Sebagai upaya penyelamatan kesenian tradisi di Aceh, tampaknya kita memang harus menunggu uluran tangan pihak lain. Upaya yang dilakukan Pemerintah Aceh hampir mirip bue drop darut - melepaskan apa yang sudah ada di tangan dan menangkap sesuatu yang belum pasti - sebagaimana judul pertunjukkan Merak Jumpa Aceh. Menyedihkan  memang di saat omong-kosong pelestarian seni tradisi semakin kuat terdengar,  dan even kesenian bertumpuk,  serta dana untuk kesenian berlimpah, ada satu jenis kesenian rakyat seperti Mop-mop yang terabaikan.

Kesenian Mop-mop sudah berada di titik nadir. Bisa dikatakan tidak ada lagi generasi baru yang mampu memainkan kesenian ini. Kesenian yang pernah sangat dekat dengan rakyat Aceh ini dipastikan hanya tinggal nama dalam sepuluh tahun ke depan.

Pada era 70-80 an kita mengenal hampir puluhan pemain sandiwara ini dan pernah membawa kejayaan panggung-panggung teater rakyat di sepenjuru Aceh, antara lain, Syeh Maneh, Syeh Kade, Syeh Gani, Syeh Mae, Syeh Kawi, Syeh Don, Syeh Nusyah, Syeh Ismail, Syeh Budin, Syeh Ishak Bungkah, Syeh Ma’nu, Ampon Seuman, Syeh Abu Bakar Pinto Makmur, Syeh Adam Pinto Makmur, Syeh Lah Pante Raja, Abi Bantu, Syeh Thaleb, Abu Ali Basyah Kembang Tanjung.

Tidak mudah dimainkan
Sebagian dari syeh ini sudah meningggal dan sebagian lagi sudah berhenti karena sudah tua. Tinggal beberapa orang lagi yang masih setia dan bisa dijadikan rujukan, di sela-sela mereka mencari nafkah keluarga.

Mop-mop pernah berjaya di era 60-70 an.  Pemainnya terdiri dari tiga orang. Satu pemain biola yang berfungsi mengatur dan mengembangkan cerita layaknya sutradara. Biasanya dia berperan sebagai ayah/ mertua. Dua orang lagi memerankan dara baroe (pengantin wanita) dan lintoe baroe (pengantin pria). Kadangkala bisa dimainkan 4 orang, tergantung situasi. Uniknya, pengantin perempuan diperankan oleh laki-laki yang didandan selayaknya perempuan.

Sebagai hiburan rakyat - kini sering diganti oleh pertunjukkan band dari Jakarta yang dibawa oleh perusahaan rokok,  sepeda motor, dan mobil - Mop-mop dimainkan di lapangan setiap habis panen, hari-hari besar, hajatan keluarga dan lain-lain. Sebagaimana tipe kesenian rakyat permainan ini berlangsung semalam suntuk, dimulai dari setelah isya hingga azan subuh terdengar. Cerita dan tema yang dibawakan disesuikan dengan isu yang berkembang sehari-hari, persoalan-persoalan masyarakat, meskipun ada juga berdasarkan permintaan yang menggelar hajat.

Mop-mop bukanlah jenis kesenian yang mudah dimainkan. Seorang pemain Mop-mop mesti mempunyai lebih dari satu keahlian, perpaduan dari berbagai unsur dalam cabang kesenian tradisional Aceh. Sekurang-kurangnya seorang pemain Mop-mop harus mengetahui dan mampu melakukan gerak dasar tari Aceh, seperti  Ratoh, Seudati, Saman. Harus menguasai hadis maja dan pantun serta kuasa menghapal alur cerita hikayat atau haba jameun. Pertunjukkan Mop-mop sepenuhnya bertumpu pada disiplin tersebut, membuat Mop-mop relatif susah mencari pemain.

Setelah bertahun-tahun kosong, sejak tahun 2011 Seuramoe Teater Aceh (STA)--sebuah forum yang mewadahi kelompok teater seluruh Aceh--berupaya mengangkat kembali mutiara kesenian tradisi Aceh dan memperkenalkannya kepada khalayak. Setelah beberapa kali mentas di Banda Aceh, banyak penonton yang kaget tentang kembalinya seni hiburan yang sudah lama terkubur ini.

Pemerintah Aceh dan pihak yang konon katanya peduli pada kesenian tradisional, sudah selayaknya peduli agar,  walaupun tidak harus dengan ambisi membangkitkan kembali tradisi ini seperti masa jayanya 50 tahun lalu, melakukan upaya penyelamatan, perlindungan,  dan pelestarian. Sekurang-kurangnya generasi mendatang masih melihat adanya sebuah warisan dan percaya bahwa generasi sebelumnya memang sungguh-sunggu melakukan upaya tersebut.

* Tejo, sekjen Seramoe Teater Aceh 2009-2012. Kini menjabat Koordinator Daerah FTI (Federasi Teater Indonesia) Banda Aceh.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved