Opini

Bagaimana Bakteri Asam Laktat Bisa Mengubah Hidup

SELAMA berabad-abad, manusia memanfaatkan proses fermentasi tanpa benar-benar tahu siapa yang bekerja di baliknya.

Editor: mufti
IST
Periskila Dina Kali Kulla SPd MSc, Dosen Prodi Farmasi Universitas Ubudiyah Indonesia, Aceh dan Mahasiswa Doktoral Biologi UGM Yogyakarta 

Periskila Dina Kali Kulla SPd MSc, Dosen Prodi Farmasi Universitas Ubudiyah Indonesia, Aceh dan Mahasiswa Doktoral Biologi UGM Yogyakarta

SELAMA berabad-abad, manusia memanfaatkan proses fermentasi tanpa benar-benar tahu siapa yang bekerja di baliknya. Di antara para “pemeran utama” dalam proses alami ini, bakteri asam laktat (BAL) menempati posisi yang sangat istimewa. Mereka bekerja tanpa terlihat, mengubah susu menjadi yogurt, sayur menjadi kimchi, atau ikan menjadi keumamah, makanan khas Aceh yang kaya cita rasa dan tahan lama. Namun kini, di era bioteknologi dan kesadaran akan pentingnya pangan sehat, BAL kembali menjadi sorotan. Mereka bukan lagi sekadar pengawet alami, melainkan mikroba cerdas dengan peran luas: sebagai penghasil senyawa bermanfaat, penjaga keamanan makanan, hingga calon bintang industri ramah lingkungan.

Penelitian terbaru dari berbagai jurnal ilmiah menunjukkan bahwa BAL telah melampaui sekadar mikroba dapur. Mereka berperan seperti “pabrik biologis mini” yang mampu menghasilkan berbagai senyawa aktif, memperpanjang masa simpan makanan, memperkaya nilai gizi, bahkan melindungi tubuh dari mikroba berbahaya. Dengan kemampuan beradaptasi yang luar biasa, BAL kini dianggap sebagai salah satu solusi nyata untuk mewujudkan sistem pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa BAL tidak hanya memengaruhi cita rasa makanan, tetapi juga nilai gizinya. Kelompok bakteri ini membuat makanan menjadi lebih segar, lezat, dan mudah dicerna. Misalnya, aktivitas BAL Lactobacillus plantarum dan Leuconostoc mesenteroides terbukti dapat meningkatkan kadar antioksidan dan senyawa alami yang bersifat antiinflamasi dalam jus buah, yogurt, maupun produk herbal. Tak hanya itu, proses biokonversi oleh BAL dapat menurunkan kadar gula sederhana pada bahan makanan, sehingga dapat membantu menurunkan indeks glikemik.

Artinya, makanan menjadi lebih bersahabat bagi penderita diabetes atau mereka yang ingin menjaga kadar gula darah. Dengan berbagai manfaat tersebut, BAL kini tidak hanya dikenal sebagai pengawet alami, tetapi juga sebagai “mikroba fungsional” yang mendukung gaya hidup sehat. Kombinasi antara rasa yang nikmat dan manfaat kesehatan menjadikan BAL sebagai tulang punggung dalam pengembangan makanan fungsional modern. Tidak mengherankan jika industri pangan kini mulai meninggalkan bahan kimia sintetis dan beralih pada pendekatan berbasis bioteknologi mikroba.

Keamanan pangan

Selain memperbaiki rasa dan gizi, BAL juga berperan besar dalam menjaga keamanan makanan yang kita konsumsi setiap hari. Beberapa jenis BAL mampu menghasilkan bacteriocin, yaitu senyawa antimikroba alami yang efektif melawan bakteri penyebab penyakit seperti Listeria monocytogenes, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotik. Dengan kemampuan ini, BAL menjadi benteng pertahanan alami dalam sistem pangan. Mereka membantu mengurangi penggunaan pengawet kimia dan antibiotik yang sering menimbulkan efek samping bagi manusia maupun lingkungan.

Lebih menarik lagi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa BAL dapat menghambat pembentukan biofilm yaitu lapisan pelindung yang sering membuat bakteri patogen sulit dihilangkan. Dengan kata lain, BAL adalah “penjaga tak terlihat” yang bekerja di balik layar untuk memastikan makanan tetap aman, segar, dan bebas dari mikroba berbahaya. Mereka menjaga keseimbangan mikroba baik di dalam makanan sekaligus mendukung kesehatan sistem pencernaan manusia.

Hal yang tak kalah menarik, peran BAL kini merambah ke dunia industri dan lingkungan. Para ilmuwan menemukan bahwa BAL dapat digunakan untuk menghasilkan asam laktat murni, bahan dasar pembuatan bioplastik seperti polylactic acid (PLA) yang dapat terurai secara alami. Beberapa strain bahkan mampu memanfaatkan limbah pertanian untuk memproduksi bahan kimia hijau, seperti bioetanol. Proses produksi yang melibatkan BAL ini dinilai lebih ramah lingkungan karena membutuhkan energi yang lebih sedikit dan tidak menghasilkan limbah berbahaya seperti metode kimia konvensional.

Dalam konteks krisis iklim dan penumpukan sampah plastik, kemampuan BAL ini membuka harapan besar. Mereka membantu manusia beralih dari ketergantungan pada bahan bakar fosil menuju ekonomi hijau yang berbasis bioteknologi. Siapa sangka, mikroba kecil yang dulu hanya dianggap penghuni susu dan sayuran ternyata bisa menjadi “pahlawan lingkungan” masa depan?

Fermentasi masa depan

Tidak semua fermentasi berjalan mulus. Dalam banyak kasus, keberhasilan fermentasi tergantung pada sinergi antar-strain BAL yang saling melengkapi. Penelitian metabolomik dan pemodelan komunitas mikroba mengungkap bahwa kolaborasi antarspesies melalui pertukaran nutrisi dan metabolit dapat meningkatkan stabilitas dan efisiensi fermentasi. Inilah yang disebut starter culture engineering, pendekatan baru dalam mendesain komunitas mikroba yang terarah untuk hasil optimal. Bayangkan kultur mikroba yang disesuaikan untuk menciptakan cita rasa khas, tekstur lembut, sekaligus stabilitas produk tinggi semua dikendalikan di tingkat gen dan metabolit. Di sinilah masa depan industri fermentasi menuju dari proses tradisional berbasis pengalaman menuju pendekatan ilmiah berbasis data.

BAL juga memainkan peran penting dalam dunia agrikultur, terutama pada proses fermentasi pakan atau silase. Penggunaannya terbukti meningkatkan kualitas dan kestabilan pakan, serta membantu efisiensi pencernaan pada hewan. Namun, sejumlah penelitian mengingatkan bahwa pemilihan strain harus hati-hati. Beberapa spesies Enterococcus, meski termasuk kelompok BAL, dapat menjadi patogen oportunistik bila kondisi produksi tidak dikontrol.

Oleh karena itu, pengawasan terhadap resistensi antibiotik dan identifikasi cepat strain menjadi mutlak. Teknologi seperti flow cytometry dan surface-enhanced Raman spectroscopy (SERS) kini dikembangkan untuk mendeteksi resistensi dan mengenali strain BAL dalam hitungan menit. Langkah ini penting agar inovasi berbasis mikroba tidak berubah menjadi ancaman biologis.

Seiring berkembangnya riset BAL, muncul pertanyaan penting: sejauh mana kita boleh “memodifikasi” mikroba alami ini? Rekayasa genetik membuka peluang besar, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran etis dan ekologis. Mikroba hasil modifikasi bisa memiliki efek yang tak terduga bila lepas ke lingkungan. Karena itu, perlu ada panduan etika dan regulasi yang tegas agar inovasi berjalan seiring tanggung jawab.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved