Droe Keu Droe
Pasien Cuci Darah Keluhkan Tabung ‘Dializer’ Daur-Ulang
SAYA berusia 33 tahun, mewakili perkumpulan Pasien Hemodialisis/Cuci Darah di Aceh, ingin menyampaikan
SAYA berusia 33 tahun, mewakili perkumpulan Pasien Hemodialisis/Cuci Darah di Aceh, ingin menyampaikan bahwa saya sudah melakukan cuci darah selama tujuh bulan. Saya punya anak dua. Saya pernah melakukan cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat selama dua bulan di saat saya mau transplantasi ginjal, namun gagal cangkok karena ginjal saya tidak cocok dengan donor.
Saat saya cuci darah di RSCM, saya melihat pasien di sana dengan kondisi segar-bugar baik dari fisik maupun aura wajah terlihat berseri, walaupun pasien HD di sana sudah melakukan cuci darah puluhan tahun. Sedangkan saya pada saat itu baru saja cuci darah lebih kurang empat bulan, namun kondisi saya sudah kurang sehat dengan wajah dan tubuh seperti orang terbakar alias muka dan tangan nampak hitam gelap.
Setelah saya telusuri dan diskusi dengan beberapa tenaga medis di RSCM dan saya melihat langsung, akhirnya saya temukan penyebabnya mengapa cuci darah di Aceh berubah wajah dan tubuh seperti orang terbakar. Ternyata di RSCM tabung pengganti ginjal (dializer) digunakan hanya sekali pakai, setelah itu langsung dibuang. Sedangkan di Aceh di semua RS yang melakukan Hemodialisis (Cuci Darah), di mana tabung dializer tersebut di daur ulang/dirius atau digunakan selama delapan kali cuci darah.
Di sinilah agar tabung tersebut dapat digunakan delapan kali pemakaian/sebulan HD, maka sehabis digunakan dicuci dan diawetkan dengan bahan sejenis formalin. Penggunaan bahan tersebut dilakukan agar dializer tersebut tahan untuk delapan kali pakai. Kondisi inilah yang menyebabkan sisa-sisa formalin tersebut yang tidak bersih dibilas masuk ke dalam darah kita pasien cuci darah sehingga membuat kondisi kesehatan kami pasien cuci darah tambah parah dengan wajah seperti orang terbakar.
Kami mohon kepada Gubernur Aceh, Kadis Kesehatan dan DPRA untuk mengevaluasi penggunaan dializer berulang-ulang. Padahal, dana kesehatan kita sama semua di bawah naungan BPJS, bahkan lebih besar tanggungan dari JKRA khusus bagi rakyat Aceh. Tapi mengapa kami pasien HD yang seharusnya menjaga kesehatan malah diperlakukan demikian dengan memasukkan formalin ke dalam darah kami, secara tidak langsung dan membuat kondisi kesehatan kami semakin hari semakin memburuk.
Mukhlis Munir
Komunitas HD Lhokseumawe. Email: mukhlismunir@gmail.com