Aung San Suu Kyi Tak Pantas Terima Nobel Perdamaian, Dia Tak Memperjuangkan Rohingya
Kecaman terhadap sikap Suu Kyi atas konflik Rohingya di Myanmar terus berdatangan pula dari banyak tokoh, baik di Myanmar maupun global.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - konflik Rohingya di Myanmar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berpendapat Aung San Suu Kyi—tokoh Myanmar—tak layak menjadi penerima Nobel Perdamaian. Suu Kyi adalah penerima penghargaan itu pada 1991.
“Dia tak memperjuangkan nilai kemanusiaan, tapi hanya memperjuangkan dirinya sendiri,” kecam Jimly, Jumat (1/9/2017), seusai menjadi khatib shalat Idul Adha di Masjid Al Azhar, Jakarta.
Panitia Nobel dalam situsnya menyatakan, Suu Kyi menerima Nobel Perdamaian karena perjuangan anti-kekerasan untuk demokrasi dan hak asasi manusia.
“Dia itu produk sistem feodal, anak dari perdana menteri pertama (Myanmar), anak pendiri negara, bukan karena (capaian) dirinya,” imbuh Jimly.
(Baca: Indonesia Bersama OKI Diminta Berperan Hentikan Pembantaian Etnis Rohingya)
Kecaman terhadap sikap Suu Kyi atas konflik Rohingya di Myanmar terus berdatangan pula dari banyak tokoh, baik di Myanmar maupun global.
The Guardian pada edisi 30 Desember 2016 memuat artikel kecamanlebih dari selusin penerima Nobel terhadap Suu Kyi.
Harian ini pun menyertakan hyperlink surat terbuka para penerima aneka Nobel tersebut yang terhubung ke halaman Facebook Muhammad Yunus—penerima Nobel Perdamaian 2006.
(Baca: Suu Kyi Terima Penghargaan di London, Demonstran Protes soal Rohingya)
Di situs pengumpulan dukungan Change, misalnya, juga sudah muncul ajakan untuk meminta pencabutan Nobel Perdamaian dari Suu Kyi, yang diinisiasi oleh Emerson Yuntho.
Ajak umat Buddha peduli Rohingya
Selain mengecam sikap Suu Kyi yang tak berpihak pada nasib Rohingya di Myanmar, Jimly juga meyerukan ajakan kepada umat Buddha untuk peduli pada suku Rohingya. Ajakan ini dia serukan baik kepada umat Buddha di Indonesia maupun dunia.
“Mudah-mudahan kalau tokoh Buddhis di Indonesia bisa bantu perjuangkan, Rohingya tak akan terlalu dizalimi,” harap Jimly.

Menurut Jimly, kepedulian umat Buddha terhadap Rohingya akan memberikan dampak yang lebih efektif. Sebagai catatan, sensus penduduk Myanmar pada 2014 mencatat, 87,9 persen warganya memeluk agama Buddha.
“Dunia dan Asia pada umumnya yang banyak penduduk Buddhis-nya, kita imbau tunjukkan semangat toleransi, semangat kemanusiaan. Kalau mereka yang tampil membela Rohingya, itu akan jauh lebih efektif,” ungkap Jimly.