Abusyik Akui 3 Ha Lahannya Diserobot PT Samana

Bupati Pidie, Roni Ahmad alias Abusyik mengakui telah terjadi penyerobotan lahan warga oleh PT Samana Citra Agung

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/IDRIS ISMAIL
Warga Mesjid Laweung, Kecamatan Muara Tiga, Pidie mendatangi Bupati Pidie Roni Ahmad (Abusyik) 

SIGLI - Bupati Pidie, Roni Ahmad alias Abusyik mengakui telah terjadi penyerobotan lahan warga oleh PT Samana Citra Agung di Laweung, Pidie, terkait rencana pembangunan pabrik semen di kawasan itu oleh PT Semen Indonesia. Bahkan, lahan milik pribadi Abusyik pun ikut diserobot.

“Warga tidak akan complain jika PT Samana mengklaim lahan yang dijadikan HGU itu milik mereka sendiri. Tapi sekarang mereka justru merampas lahan milik warga, termasuk lahan milik saya seluas tiga hektare lebih yang telah dijadikan HGU PT Samana Citra Agung,” ungkap Abusyik saat dihubungi Serambi di Sigli, Minggu (15/10).

Abusyik berpandangan, seharusnya tahap awal pembangunan pabrik semen jangan dilanjutkan dulu jika permasalahannya belum selesai. PT Samana tidak menyerahkan lahan ke PT Semen Indonesia Aceh (SIA) dan harus menyelesaikan permasalahan yang terjadi. “Pemerintah Aceh, dalam hal ini gubernur periode lalu telah membuat kesalahan, yakni telah mengeluarkan izin pembangunan tahap awal pabrik semen. Bupati periode lalu juga salah karena tidak menyelesaikan permasalahan warga di lokasi pabrik semen,” tegas Abusyik.

Abusyik juga menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie tidak bisa melarang jika pembangunan pabrik semen yang kini dilaksanakan PT Semen Indonesia Aceh (SIA) itu menghentikan aktivitasnya di kawasan perbukitan Kecamatan Muara Tiga (Laweung), Pidie. Tapi, Abusyik mengaku belum menerima surat dari PT SIA terkait wacana dihentikannya pembangunan pabrik semen Laweung.

Kabar penghentian itu justru ramai dibicarakan di media sosial. Dihentikannya aktivitas pabrik semen itu terpicu oleh sepucuk surat yang dikeluarkan pada 10 Oktober 2017 dengan nomor 205/KRE.DIR/10.2017 yang ditandatangani Direktur Utama PT Semen Indonesia Aceh, Ir Bahar Syamsu. Surat itu juga ditembuskan kepada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dan Muspika Kecamatan Muara Tiga.

“Memang pada dasarnya pemkab dan warga menginginkan pabrik semen itu terwujud di Pidie. Tapi, jika MoU tidak jelas dengan daerah, maka pabrik semen lebih baik dihentikan pembangunannya, sebab nantinya akan berbuah masalah dengan generasi pengganti kita,” kata Abusyik saat dijumpai Serambi di rumah ayahanda Wakil Bupati Fadhlullah TM Daud ST yang meninggal dunia di Gampong Pulo Masjid Satu, Kecamatan Tangse, Sabtu (14/10).

Ia tambahkan, sejak PT SIA mulai melakukan tahap awal pembangunan pabrik semen, perusahaan itu belum pernah membicarakan bentuk kepedulian PT SIA yang nantinya diberikan kepada Pemkab Pidie. “Kita perlu tahu bagaimana nasib 600.000 lebih warga Pidie yang menjadi tanggung jawab Pemkab. Sementara, PT Samana Citra Agung yang menyediakan lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk PT SIA justru memiliki saham 12,7 persen dari PT SIA,” ujarnya.

Jika Pidie tidak dipedulikan PT SIA, lanjutnya, maka pemkab bersama warga hanya akan menjadi penonton melihat bahan baku dikeruk setiap saat untuk diolah menjadi semen.

Perlu diketahui, kata Abusyik, kehadiran pabrik semen di Pidie bukan salah satu tujuan untuk menyerap tenaga kerja, melainkan harus bisa memakmurkan masyarakat. Sebab, masyarakat menginginkan hidup sejahtera saat berdirinya perusahaan raksasa seperti pabrik semen.

“Kalau kehadiran pabrik semen untuk mengurangi pengangguran karena bisa menampung tenaga kerja di perusahaan itu, saya nilai alasannya tidak tepat, karena warga Aceh sangat minim diterima untuk bisa bekerja di perusahaan seperti pabrik semen. Justru warga di luar Aceh yang paling dominan bekerja di perusahaan besar yang melakukan investasi di Aceh,” jelasnya.

Menurut Abusyik, tujuan mempertegas kehadiran PT SIA di Kabupaten Pidie, agar tidak terulang nasib seperti yang menimpa masyarakat Aceh Utara pascaera gas berakhir. Ia menyebut PT Arun, ExxonMobil, serta PT Pupuk Asean di Krueng Geukueh, Aceh Utara sebagai perusahaan yang bertahun-tahun melakukan aktivitas mengeruk hasil bumi Aceh, tapi ternyata tidak membawa dampak dalam mewujudkan kemakmuran bagi masyarakat Aceh, khususnya masyarakat yang bermukim seputar. Tentunya menjadi bukti yang harus dicatat, agar warga Aceh tidak terperosok ke lubang yang sama. Setelah masa produksi tiga perusahaan tersebut habis justru kini meninggalkan masyarakat yang tetap hidup dalam kemiskinan.

Artinya, sambung Abusyik, kehadiran perusahaan yang melakukan investasi belum menjamin kemakmuran bagi masyarakat. “Kehadiran pabrik semen harus saling menguntungkan, dan rakyat tidak dirugikan. Jangan hanya menguntungkan perusahaan saja,” tegasnya.

Ditanya apa masalah yang terjadi di pabrik semen, kata Abusyik, informasi yang diketahuinya adalah persoalan yang belum tuntas menyangkut persoalan lahan yang kini menjadi lokasi pembangunan pabrik semen. Lahan tersebut disediakan HGU oleh PT Samana Citra Agung. Namun, dalan penyediaan lahan dilakukan PT Samana justru perusahaan tersebut menyerobot tanah milik warga. (naz)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved