Sepanjang 2017, Tercatat 704 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Aceh, Amrina: Kejam!

Peningkatan jumlah kasus kekerasan diiringi dengan semakin beragamnya modus operandi dan pihak-pihak yang terlibat.

Penulis: Nani HS | Editor: Safriadi Syahbuddin
ilustrasi 

Laporan Nani HS | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Hasil pendataan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Aceh (P2TP2A), sepanjang 2017 tercatat 704 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.

Ketua P2TP2A, Amrina Habibie SH, kepada Serambinews.com (27/12/17) mengatakan, temuan itu meningkat tajam dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 487 kasus.

Peningkatan jumlah kasus kekerasan diiringi dengan semakin beragamnya modus operandi dan pihak-pihak yang terlibat.

Belum hilang dari ingatan kita musibah yang dialami "D", anak korban pemerkosaan dan pembunuhan di Banda Aceh pada 27 Maret 2017, dan "SC", anak perempuan yang diperkosa hingga meninggal di Aceh Utara pada 28 April 2017.

"Serta rentetan kasus kejahatan seksual lainnya yang terjadi di Aceh, termasuk pencabulan oleh salah seorang oknum pimpinan dayah di Aceh Utara yang terjadi pada dua bulan lalu. Ini sangat miris, kejam. Sepantasnya pelaku diganjar hukuman yang seberat-beratnya," harap Amrina.

Pihaknya menyatakan apresiasi terhadap kinerja kepolisian dalam membongkar kasus-kasus kejahatan seksual yang terjadi di Aceh, termasuk gerak cepat Polres Lhokseumawe dalam penanganan kasus pemerkosaan oleh oknum PNS di Pemko Lhokseumawe terhadap salah seorang mahasiswi yang terjadi baru-baru ini.

(Baca: Lembaga Ini Temukan 300 Kasus Penyiksaan, Pembunuhan, hingga Kekerasan Seksual di Pidie dan Pijay)

(Baca: Data PBB, 35 Persen Perempuan di Dunia Pernah Mengalami Kekerasan Fisik dan Seksual)

(Baca: Ini Petisi Duek Pakat Inong Aceh untuk Melindungi Kaum Perempuan dari Kekerasan Seksual)

P2TP2A mendukung upaya penegak hukum dalam proses penanganan kasus, dan mengingatkan agar aparat penegak hukum dapat menggunakan pasal yang tepat dalam KUHP, dan diiringi dengan pemeriksaan psikologis terhadap korban oleh tenaga psikolog.

Tak lain untuk dijadikan sebagai alat bukti di depan persidangan yang dapat memberatkan hukuman kepada pelaku atas perbuatannya.

"Pemberian hukuman terberat kepada pelaku kejahatan seksual penting, agar memberikan efek jera pada pelaku khususnya, dan bagi masyarakat luas menjadi warning agar lebih waspada sehingga dapat memutus mata rantai kejahatan seksual yang sampai hari terus terjadi di Aceh," kata Amrina.

Harapan yang sama disampaikan Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman. Ia berharap kasus-kasus kekerasa terhadap anak dan perempuan secepatnya diproses, dan pelaku mendapatkan hukuman yang berat menggunakan pidana KUHP dengan sanksi terberat.

"Hukuman cambuk untuk kasus pemerkosaan berdasarkan kasus sebelumnya dinilai belum memberikan dampak signifikan dan efek jera pada pelaku. Selain itu hal terpenting lainnya adalah kehadiran negara untuk memastikan korban mendapatkan pemulihan dan restitusi (ganti rugi) menjadi keharusan," kata Suraiya.

Ia juga mendesak agar segera disahkannya Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang saat ini sudah masuk usulan pembahasan di DPR RI.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved