Komitmen Muak Irwandi Disoal
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf kembali melakukan lawatan ke luar negeri untuk menggaet atau menindaklanjuti
BANDA ACEH - Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf kembali melakukan lawatan ke luar negeri untuk menggaet atau menindaklanjuti rencana investor luar berinvestasi di Aceh. Laporan terbaru menyebutkan, dua hari lalu Irwandi terbang lagi ke Qatar, negara emirat dengan cadangan gas alam dan minyak terbesar ketiga di dunia.
Informasi yang dihimpun Serambi, Sabtu (13/1), Irwandi terbang ke Qatar bersama ajudannya. Ini merupakan kunjungan kedua Irwandi ke Qatar sejak dilantik sebagai Gubernur Aceh pada 5 Juli 2017. Sebelumnya, pada 10 Desember 2017, Irwandi juga memenuhi undangan Qatar Investment Authority (QIA) di Doha. Saat itu, Irwandi diterima pimpinan QIA, Muhammad Al-Musallam beserta staf.
Kunjungan kerja Irwandi ke luar negeri selama ini mengundang beragam komentar miring dari sejumlah pihak, termasuk aktivis LSM. Terakhir, Irwandi sempat dikritisi oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) karena lawatannya ke Slovakia akhir Desember 2017 untuk melihat pabrik pesawat yang biaya perjalanannya disebut-sebut mencapai Rp 1 miliar.
Sepulang dari Slovakia, di pengujung 2017, Irwandi sempat mengeluarkan pernyataan nyentrik terkait lalu-lalang dirinya ke luar negeri untuk mencari investor. “Saya sebenarnya muak ke luar negeri,” kata Irwandi seusai mengikuti peringatan 13 tahun tragedi gempa dan tsunami Aceh di halaman Masjid Al-Iklhas, Gampong Meunasah Mesjid, Kecamatan Leupung, Aceh Besar, Selasa 26 Desember 2017.
Pernyataan Irwandi saat itu dianggap sebagai komitmen spontan dirinya. Namun, usai publik mengetahui Irwandi kembali terbang ke luar negeri, komitmen muak itu pun dipersoalkan. “Gubernur sudah mengeluarkan pernyataan muak ke luar negeri, tentu ini jadi pegangan bagi publik,” kata Koordinator MaTA, Alfian kepada Serambi, kemarin.
Hasil penelusuaran MaTA, keberangkatan Irwandi kali ini juga terkesan tertutup jika dibandingkan dengan keberangkatan-keberangkatan sebelumnya. Sebenarnya, kata Alfian, itu efek dari pernyataannya yang mengatakan muak ke luar negeri beberapa waktu lalu.
“Pernyataan muak, bagi kami ini asumsi terbalik, publik yakin gubernur tak lagi ke luar negeri, tapi kenyataannya terbalik,” tambah Alfian.
MaTA juga heran, atas kunjungan kerja gubernur kali ini, seharusnya Irwandi diharapkan berada di Aceh untuk menyelesaikan polemik APBA yang tak kunjung disahkan, padahal sudah masuk tahun berjalannya anggaran 2018. Apalagi, kata Alfian, sesuai dengan yang disampaikan Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, dari 34 provinisi di Indonesia, saat ini hanya Aceh yang belum mengesahkan RAPBD/RAPBA.
“Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya Aceh yang belum mengesahkan APBD/APBA 2018. Seharusnya ini jadi perhatian lebih gubernur, jadi informasi yang harus segera ditindaklanjuti oleh gubernur, bukan malah jalan-jalan ke luar negeri,” kata Alfian.
MaTA juga mempertanyakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang memberikan izin kepada Gubernur Aceh untuk lawatan kerja ke luar negeri. “Kenapa dizinkan, satu sisi APBA belum selesai, kan Mendagri tahu itu. Seharusnya Mendagri tidak mengeluarkan izin,” pungkas Alfian.
Secara terpisah, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH mengatakan, pihaknya justru muak dengan hobi Gubernur Aceh yang terus jalan-jalan ke luar negeri.
Sama seperti MaTA, kata Safaruddin, fakta saat ini tidak sesuai dengan pernyataan Gubernur Aceh yang mengatakan muak ke luar negeri.
“Kami merasa muak dengan hobi gubernur ke luar negeri, masyarakat muak dengan lambatnya kinerja Pemerintah Aceh dalam pembahasan APBA, padahal dengan masifnya pemberitaan tentang tarik ulur pembahasan APBA saat ini, gubernur maunya lebih memprioritaskan permasalahan itu ketimbang ke luar negeri yang belum tentu bermanfaat bagi masyarakat Aceh,” kata Safaruddin.
YARA meminta Gubernur Aceh konsen dan konsisten dalam bekerja. Menurutnya gubernur adalah pelayan bagi rakyat bukan memposisikan diri sebagai raja yang harus dilayani. “Kalau tidak sanggup jadi gubernur lebih baik mundur saja dari pada membuat rakyat menderita,” tegas Safaruddin.
YARA juga mendorong DPRA memanggil gubernur sesuai dengan kapasitasnya sebagai lembaga pengawas kinerja Gubernur Aceh, jangan hanya diam menunggu, tapi juga harus proaktif. Jika memang perlu, DPRA segera menyurati Mendagri. “Jika DPRA juga diam, maka kami juga mempertanyakan keseriusan DPRA untuk pembahasan APBA sampai pengesahan,” demikian Safaruddin SH. (dan)