Satu Lagi Warga Aceh Dipulangkan dari Malaysia karena Sakit
Berobat di Malaysia, selain biayanya mahal, juga lantaran tak dilengkapi dokumen izin kerja.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Yusmadi
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA -- Satu lagi tenaga kerja asal Krueng Mane, Aceh Utara, Zulfikar, harus dipulangkan ke Aceh karena menderita sakit serius di bagian mata.
Berobat di Malaysia, selain biayanya mahal, juga lantaran tak dilengkapi dokumen izin kerja.
Pekan lalu, warga Lhok Nibong Aceh Timur, Eka Saputri, juga dipulangkan ke Aceh karena menderita kanker rahim. Seperti juga Zulfikar, Eka Saputri adalah tenaga kerja tang tidak dilengkapi dokumen resmi.
Senator Aceh, H Sudirman yang akrab disapa Haji Uma, lagi-lagi harus turun tangan meringankan derita Zulfikar.
Baca: Warga Aceh di Malaysia Terlilit Banyak Persoalan, Haji Uma Minta Pemerintah Aceh Beri Perhatian
Rencana Zulfikar dipulangkan pada Selasa 30 Januari mendatang ke Banda Aceh dengan pesawat terbang.
Di Malaysia, Zulfikar bekerja sebagai karyawan di sebuah sebuah usaha doorsmir, di kawasan Pucong Taman Mutiara Indah Malaysia.
Laporan yang diperoleh Haji Uma menyebutkan, Zulfikar awalnya menderita gatal-gatal pada bagian mata. Tapi lama kelamaan membengkak dan mengeluarkan nanah.
Sempat dibawa ke rumah sakit, dan oleh dokter disarankan dilakukan tindakan operasi. Dibutuhkan biaya sekitar 30-an juta rupiah. Zulfikar merasa tak mampu menyediakan biaya operasi.
Baca: Haji Uma: Harus Ada Wakil BP3TKI Aceh di Malaysia
Tokoh masyarakat Aceh di Malaysia, Abu Saba dan Tgk Yusri, lalu mengkomunikasikan hal itu dengan Haji Uma, dan disepakati sebaiknya dipulangkan ke Aceh.
"Di Aceh pengobatan bisa dilakukan di rumah sakit pemerintah," kata Haji Uma.
Setelah seluruh dokumen dilengkapi, termasuk membayar denda paspor, Zulfikar akhirnya diterbagkan ke Aceh dengan Air Asia.
"Kami berbagi tugas. Saya membantu tiket pulang. Yang lain-lain membantu biaya dan kebutuhan lain, termasuk bantuan dari anggota legislatif asal Sawang, Aceh Utara, Tgk Tarmizi," ujar Haji Uma. (*)