Breaking News

Liputan eksklusif

Jalan Samarkilang Masih Berkalang Tanah

Jalan provinsi menuju Samarkilang, Kecamatan Syiah Utama, Bener Meriah, masih berkalang tanah sejak Indonesia

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/MUSLIM ARSANI
Kubangan Kerbau Sepanjang Jalan Samar Kilang 

REDELONG - Jalan provinsi menuju Samarkilang, Kecamatan Syiah Utama, Bener Meriah, masih berkalang tanah sejak Indonesia merdeka 74 tahun lalu. Syiah Utama yang masuk dalam wilayah terpencil belum pernah tersentuh aspal.

Sadra Munawar, warga Syiah Utama, kepada Serambi, Sabtu (4/3) menyatakan, pembukaan jalan dari Pondok Baru menuju Samarkilang memang telah dilakukan pada tahun 2002, Namun, pembangunan hanya sebatas pembukaan jalan saja. Alhasil, Syiah Utama yang memiliki 29 kampung sudah terisolir sejak puluhan tahun lalu.

“Kondisi jalan sejak Indonesia berdiri belum diaspal, sehingga saat kemarau, debu beterbangan, sebaliknya saat musim hujan, kubangan lumpur bertaburan di sepanjang jalan,” katanya.

Da jelaskan, pada musim kemarau ada delapan titik jalan yang sangat mengkhwatirkan, karena ada mata air di sekitar jalan yang mengalir ke badan jalan, hingga terbentuk kubangan lumpur. “Seperti di Pucuk Nuning, Iyong Koro, dan Keken, jika di titik itu kita melintas, maka air bersama lumpur meluber, tak jarang kendaraan kami tersangkut di sana,” ujarnya lagi.

Sementara itu, dengan kondisi jalan yang mengkhawatirkan tersebut, diperparah lagi dengan lalu lalang truk penganggkut kayu, diduga hasil illegal logging yang bermuatan puluhan ton kayu. Dikatakan, truk-truk itu melaju ke atau dari Samarkilang, sehingga kondisi jalan terus seperti kubangan kerbau.

“Seharusnya, truk pengangkut kayu tidak beroperasi saat musim hujan, karena jalan semakin sulit dilalui, bahkan kerap tidak bisa dilalui,” tambah Sadra Munawar.

Dikatakan, dengan kondisi jalan provinsi itu yang tidak beraspal seperti kubangan kerbau, maka warga Syiah Utama yang mayoritas sebagai petani sulit mengeluarkan hasil panen.

“Sudah sejak lama kami kesulitan mengeluarkan hasil panen, seperti cabai, padi, kacang, pinang, dan cokelat. Akhirnya, hasil panen tidak bisa dibawa ke pasar di Redelong,” tambah Sadra.

Padahal, lanjutnya, jarak tempat tinggalnya dengan ibu kota kabupaten tidak jauh, tetapi harus ditempuh dengan perjalanan yang memakan waktu hingga delapan jam.

“Kami berharap, pihak provinsi lebih peduli kepada kami, karena sudah lama kami ingin menikmati kemerdekaan yang diberikan negara,” ujarnya didampingi sejumlah warga Syiah Utama.

“Kami hanya ingin jalan dibangun, seperti di wilayah laiinya di seluruh Aceh. Tapi kenapa warga Syiah Utama seperti diabaikan oleh pemerintah?” tanya Sadra bernada pilu. (c51)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved