Pemerintah Aceh Disarankan Buat Aturan yang Membatasi Aktivitas Perempuan di Malam Hari
"Padahal kalau kita antisyariat, sampai kiamat pun kita tidak berhasil. Hukum Allah itu pasti maslahat, jangan kita abaikan,"
Penulis: Nani HS | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Nani HS | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pemerintah Aceh disarankan agar membuat aturan-aturan yang membatasi aktifitas perempuan di waktu malam hari.
"Ini merupakan norma adat istiadat yang patut kita hormati. Kondisi pelanggaran adat tersebut terkadang menjadi pemicu tindak kekerasan bagi perempuan dan anak, selain faktor-faktor lainnya di ranah publik," kata Wakil Ketua MAA, Muhammad Daud.
Pendapat tersebut disampaikan pada sesi diskusi bertajuk, Diseminasi dan Ekspose Bersama Penanganan Trend Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2017 di ruang tengah Meuligoe Aceh, Selasa (13/3/2018).
Baca: Para Pihak Bahas Kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Kota Banda Aceh
Pernyataan lain disampaikan Kabid Hukum dan HAM Dinas Syariat Islam, Dr Syukri M Yusuf, bahwa benang kusut korban tindak kekerasan sebenarnya harus dicari akar permasalahnnya.
Namun, sulitnya proses kerja dinas dan antipasi terhadap pemberlakuan syariat Islam, justru tantangannya datang dari perempuan-perempuan itu sendiri, dengan dalih hukum dan HAM.
"Padahal kalau kita antisyariat, sampai kiamat pun kita tidak berhasil. Hukum Allah itu pasti maslahat, jangan kita abaikan," tegasnya.
Baca: Seorang Ustaz Ditikam Perempuan Tak Waras Saat Shalat Subuh di Masjid, Begini Kejadiannya
Ketua TP PKK Provinsi Aceh, Darwati A Gani mengatakan, fenomena makin merebaknya isu kekerasan terhadap perempuan dan anak saat ini, bukan hanya disebabkan makin beratnya kasus kekerasan yang dialami perempuan.
Namun, intensitasnya pun makin mengkhawatirkan, mencakup segala bentuk tindak kekerasan baik tindakan fisik, seksual, maupun emosional.
"Ini yang membuat perempuan dan anak menderita, termasuk didalamnya segala bentuk ancaman, intimidasi, dan pelanggaran haknya yang dijamin oleh konstitusi," ujarnya.
Baca: BKOW Aceh Maksimalkan Keikutsertaan Perempuan Pada Pileg 2019
Masalah ini bukan persoalan biasa. Tapi sama buruknya dengan narkoba, yang bisa merusak peradaban di Aceh. Yang mirisnya pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan justru orang-orang dekat korban, bahkan sehubungan darah pula.
"Tugas menghapus tindak kekerasan harus secara bersama-sama dan didukung regulasi yang kuat," harap Darwati saat menutup acara tersebut. Sebelumnya istri Gubernur Aceh ini juga membuka acara tersebut.
Acara tersebut dihadiri, antara lain Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Aceh, para kepala SKPA, unsur Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Aceh (P2TP2A ), Rumoh Putroe Aceh, organisasi yang terkait pemberdayaan perempuan dan anak. (*)