Opini
Gerakan Literasi dan Hardiknas
HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018 yang baru saja kita peringati dan rayakan merupakan momentum
Oleh Zulkifli M. Ali
HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2018 yang baru saja kita peringati dan rayakan merupakan momentum penting bagi dunia pendidikan Indonesia untuk melakukan refleksi dan evaluasi yang mendalam tentang pendidikan, dan kesadaran tentang pentingnya kualitas manusia yang salah satunya gerakan literasi. Kegiatan literasi ini tidak hanya membaca, tetapi juga kegiatan menulis yang harus dilandasi dengan keterampilan atau kiat untuk mengubah, meringkas, memodifikasi, menceritakan kembali, dan seterusnya.
Kemajuan pendidikan sangat erat kaitannya dengan kemajuan suatu negara atau daerah. Negara atau daerah yang maju dapat diidentifikasikan dengan adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, di mana mayoritas penduduknya adalah orang-orang berpendidikan, memiliki sistem pendidikan yang sangat baik yang didukung oleh kesadaran orangnya untuk berpikir maju, dan minat membaca mereka yang tinggi.
Minat baca merupakan satu aspek fundamental dalam pendidikan dan menjadi prasyarat, sekaligus ciri kemajuan pendidikan suatu bangsa atau masyarakat. Tinggi atau rendahnya kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya minat baca. Oleh karenanya, budaya membaca merupakan satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, menyelamatkan manusia dari belenggu kemiskinan, serta membebaskan dari jurang kebodohan. Membaca bukan hanya dapat meningkatkan kecerdasan intelektual, tapi juga kecerdasan spiritual dan sosial. Bahkan sering kita dapatkan seseorang yang hidupnya berubah menjadi lebih baik karena buku yang ia baca sebagai panduan dalam menjalani kehidupan.
Anjuran untuk membaca merupakan perintah Allah Swt sebagaimana yang terdapat dalam wahyu yang pertama diturunkan dalam Alquran. Kata iqra’ (bacalah) dalam wahyu pertama tersebut merupakan perintah membaca yang komprehensif, meliputi; membaca yang tertulis serta membaca dan menelaah yang tidak tertulis, memahami, menganalisis, mengevaluasi dan meneliti (riset) untuk memahami suatu persoalan serta menemukan jawabannya.
Mendorong minat baca masyarakat yang mayoritas Islam menjadi gerakan paripurna merupakan hal yang sangat penting sebagai perwujudan pelaksanaan perintah Allah Swt. Kaum muslimin dapat meningkatkan ilmu pengetahuan, sehingga dengannya Allah Swt akan meninggikannya beberapa derajat. Allah Swt juga telah memerintahkan manusia untuk memperhatikan ciptaan-Nya dan mempelajarinya hingga bermanfaat bagi kehidupan di dunia.
Di era globalisasi ini, ketersediaan SDM yang berkualitas mutlak dibutuhkan. Meningkatkan minat membaca adalah satu cara untuk mewujudkan SDM yang berkualitas. Dengan demikian, dapat dipastikan bangsa yang belum menjadikan aktivitas membaca sebagai budaya dan kebutuhan sehari-hari, akan kalah dan tertinggal dari negara lain.
Minat baca rendah
Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk Indonesia tidak sebanding dengan minat membaca. Jumlah penduduk Indonesia saat ini kurang-lebih 237,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, ternyata minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma satu orang yang rajin membaca. Hal tersebut terungkap berdasarkan data terbaru UNESCO.
Riset berbeda yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, bertajuk Most Littered Nation In the World, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca sudah lumayan bagus. Hal ini jelas terlihat di lingkungan kita, di mana generasi muda saat ini lebih suka bermain dengan gadget dibandingkan menghabiskan waktu untuk membaca buku.
Berbicara dalam lingkup Aceh, masyarakat Aceh sekarang ini jauh tertinggal dari provinsi-provinsi lain di Indonesia dalam hal minat baca, terutama anak-anak, remaja, mahasiswa dan pemuda. Fenomena saat ini yang sering kita perhatikan di kalangan remaja, kegiatan membaca justru terkesan aneh atau bahkan dinilai sok rajin oleh teman sebayanya. Sehingga perspektif seperti ini justru menurunkan minat membaca mereka, bahkan ada pula yang beranggapan bahwa buku dan perpustakaan hanya untuk kaum pelajar/mahasiswa dan akademisi. Maka tidak heran jika minat baca masyarakat Aceh rendah. Oleh karenanya, persepsi itu harus diubah secara masif.
Sebagai generasi penerus bangsa ini, hendaknya kita merasa malu kepada pahlawan yang telah gugur mendahului kita, mereka berperang, bercucuran darah, bahkan mengorbankan nyawa. Kita hanya perlu meneruskan usaha atau melanjutkan perjuangan mereka, namun tidak dengan tombak atau bambu runcing, tetapi hanya menggunakan pena dan kertas. Membaca buku dan menulis hasil bacaan merupakan cara kita melanjutkan perjuangan. Guna menumbuhkan minat dan budaya baca masyarakat Aceh, diperlukan peran dan dukungan semua pihak baik orang tua, guru, masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan dan mendorong minat dan budaya baca semakin tumbuh di kalangan masyarakat Aceh.
Peran dari orang tua memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan minat membaca anak di rumah. Karena, dimulai dari rumahlah anak-anak mulai diperkenalkan oleh kegiatan literasi, terlebih didukung oleh penyediaan fasilitas bahan bacaan di rumah, kemudian peran serta sekolah dibutuhkan untuk mendorong meningkatnya minat baca siswa di sekolah. Hal tersebut diperlukan karena berdasarkan realita ada siswa yang tidak pernah membaca habis satu buku selama menempuh jenjang pendidikan di sekolah. Selain peran serta orang tua, sekolah dan masyarakat, juga diperlukan peran pemerintah untuk lebih antusias mendorong tumbuhnya minat dan budaya baca di kalangan masyarakat.
Oleh karena demikian, dalam rangka mewujudkan “Aceh Carong” sebagaimana termaktub dalam salah satu dari 15 Program Prioritas Pemerintah Aceh. Pemerintah Aceh melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Aceh, saat ini sedang melakukan berbagai upaya strategi guna menumbuhkan semangat dan minat baca masyarakat. Di antaranya dengan membangun gedung baru layanan perpustakaan Aceh yang lengkap dengan berbagai fasilitas teknologi informasi atau digitalisasi, dan memberi rasa nyaman bagi pengunjung dengan fasilitas yang memadai, sehingga perpustakaan Aceh ke depan menjadikan taman/tempat wisata pendidikan.
Selain pembangunan gedung juga dibarengi dengan merekrut serta melatih tenaga pengelola perpustakaan yang baik, hal ini akan terus diperbaiki agar layanan perpustakaan ramah kepada setiap pengunjung yang membutuhkan layanan dengan baik, membina/memberdayakan perpustakaan gampong (desa), pustaka keliling, pemilihan “Raja dan Ratu Baca”, lomba membaca dan bercerita, serta sedang berupaya menyediakan “Pojok Baca” di setiap pusat keramaian, misalnya di pusat perbelanjaan, taman, bandara, terminal, warung kopi, dan tempat-tempat keramaian lainnya.
‘Bunda Baca’ Aceh
Selain itu, sebagai bentuk komitmen Pemerintah Aceh pada pentingnya gerakan membaca, pada 19 Maret 2018 yang lalu Gubernur Aceh telah mengukuhkan “Bunda Baca” Aceh sebagai ikon literasi dan motivator dalam gerakan pembudayaan kegemaran membaca di Aceh. Dengan kehadiran Ibu Darwati A Gani sebagai Ketua PKK Aceh sekaligus “Bunda Baca” Aceh diharapkan menjadi nuansa baru dalam kampanye “Gerakan Aceh Membaca” guna meningkatkan minat dan budaya baca masyarakat Aceh.