Ubah Qanun bukan dengan Lisan

Karo Hukum Setda Aceh, Dr Amrizal J Prang SH LLMM menjelaskan bahwa setiap qanun yang telah disahkan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Ubah Qanun bukan dengan Lisan
AMRIZAL J PRANG, Karo Hukum Setda Aceh

* Pernyataan Karo Hukum
* Terkait Pasal 58 tak Lagi Relevan

BANDA ACEH - Karo Hukum Setda Aceh, Dr Amrizal J Prang SH LLMM menjelaskan bahwa setiap qanun yang telah disahkan bersifat mengikat dan harus dijalankan. Kalaupun dianggap tidak relevan lagi, katanya, maka secara asas hukum qanun tersebut harus diubah atau direvisi terlebih dahulu.

Hal itu disampaikan Amrizal kepada Serambi, Senin (4/6), menanggapi pernyataan Ketua Komisi I DPRA, Azhari Cage dan Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH dalam menafsirkan hukum terkait polemik pelantikan anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh periode 2018-2023.

Baik Azhari maupun Safaruddin menyatakan bahwa Pasal 58 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan di Aceh tidak relevan lagi digunakan saat ini karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya. Sementara DPRA sendiri hingga kini belum merevisi qanun itu.

“Saya pikir Azhari Cage dan Din YARA ada mis-pemahaman terhadap penafsiran hierarki peraturan perundang-undangan dan asas hukum. Kalau dianggap melanggar ya diubah dulu, tidak bisa dengan omongan saja. Ini akan jadi preseden buruk dalam law enforcement di Aceh,” katanya.

Dia menjelaskan, secara hierarki aturan turunan seperti qanun, tetap berlaku selama secara formil sudah sah. Kecuali kalau secara formil sudah duluan batal demi hukum (vanrechtwegenietig). Sementara, secara materil qanun memang tidak boleh kontradiksi (berlawanan) dengan UUPA.

Nah, untuk mengatakan apakah Pasal 58 Qanun Nomor 6 Tahun 2016 kontradiksi atau tidak dengan UUPA, Amrizal menyatakan tidak bisa menjawab dengan serta merta, kecuali diubah dulu qanun itu oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini DPRA atau melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA).

Sebab, qanun itu merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Jadi, apabila Pasal 58 dianggap tidak lagi relevan atau kontradiksi, maka harus direvisi terlebih dahulu, sehingga menjadi dasar bagi Gubernur Aceh melantik anggota KIP Aceh yang baru.

“Saya juga bingung dengan logika hukum Azhari Cage dan Din YARA dalam memahami hierarki dan asas hukum perundang-undangan, baik dalam perspektif teori hukum maupun teori perundang-undangan,” kata Amrizal yang juga Pakar Hukum dari Universitas Malikussaleh itu.

Jika Pasal 58 belum direvisi, maka proses rekrutmen anggota KIP Aceh yang dilakukan oleh DPRA/DPRK melanggar Pasal 58 qanun itu sendiri. Karena proses rekrutmen anggota KIP Aceh dan anggota KIP kabupaten/kota mengacu pada Qanun Nomor 6 Tahun 2016.

Oleh karenanya, lanjut Amrizal, kalau DPRA memang tetap bergeming tidak mau mengubah Pasal 58 Qanun Nomor 6 Tahun 2016, maka konsekuensinya pengadilan yang dapat menyelesaikan polemik pelantikan anggota KIP Aceh untuk mendapat kepastian hukum.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRA, Azhari Cage menyampaikan, Pasal 58 Qanun Nomor 6 Tahun 2016 tidak bisa digunakan karena itu produk hukum sebelum lahirnya UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. Sementara konsideran qanun itu adalah UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Saat ini, ada UUPA yang jauh lebih tinggi kedudukannya dari qanun, maka otomatis Gubernur Aceh harus merujuk UUPA yang dengan tegas menyebutkan, KIP Aceh dilantik oleh gubernur. Dalam Pasal 57 ayat (2) juga disebutkan masa kerja anggota KIP Aceh adalah lima tahun terhitung sejak pelantikan.

“Semua berjalan sesuai UUPA, kita jalankan berdasarkan UUPA. Tapi kenapa giliran gubernur untuk melantik sudah masalah. Ini kan tinggal pelantikan saja, itu saja kok repot? Semuanya sudah sejalan dengan UUPA, DPRA yang merekrut, KPU yang meng-SK-kan, dan gubernur yang harus melantik,” ujar Azhari Cagee.

Ketua YARA, Safaruddin juga menyebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved