Pansel KIP Aceh dan DPRA Digugat ke PN

Sebanyak delapan mantan anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) kabupaten/kota yang tidak sepakat

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Pansel KIP Aceh dan DPRA Digugat ke PN
AMRIZAL J PRANG, Karo Hukum Setda Aceh

* Termasuk KPU dan Gubernur

BANDA ACEH - Sebanyak delapan mantan anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) kabupaten/kota yang tidak sepakat dengan keputusan DPRA yang merekrut kembali anggota KIP Aceh periode 2018-2023, membuat perlawanan dengan mengugat ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.

Mereka yang menjadi Penggugat adalah, Dr Mukhtaruddin SH MH (Bireuen), Ayi Jufridar (Aceh Utara), Zainal Fauzan (Sabang), Sofyan (Aceh Timur), Mukhtarudin MBA (Bener Meriah), Helmi Syafrizal (Aceh Jaya), Seniwati (Sabang), dan Bahagia Idris (Aceh Barat).

Gugatan tersebut ternyata telah diajukan para Penggugat pada Senin, 21 Mei lalu, namun Serambi baru mengetahuinya pada Jumat (8/6). Bahkan, pengadilan telah mengajukan penggilan perdana terhadap para Penggugat dan DPRA selaku tergugat, Rabu (6/6).

Adapun mereka yang menjadi Tergugat dalam gugatan ini adalah DPRA selaku Tergugat I, Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota KIP Aceh periode 2018-2023 selaku Tergugat II, KPU RI selaku Turut Tergugat I, dan Gubernur Aceh selaku Turut Tergugat II.

Informasi adanya gugatan tersebut pertama kali diketahui Serambi dari Kepala Biro (Karo) Hukum Setda Aceh, Dr Amrizal J Prang SH LLM. Namun dalam panggilan perdana yang diajukan pengadilan, kata Amrizal, Gubernur Aceh tidak menjadi pihak yang dipanggil.

“Iya benar ada gugatan dari mantan anggota KIP kabupaten/kota. Gugatan itu berkaitan dengan masalah rekrutmen yang mereka nilai ada proses-proses (pasal-pasal) yang tidak dilaksanakan dalam qanun (oleh Pansel dan DPRA),” kata Amrizal J Prang.

Di antaranya, seperti diabainya Pasal 58 ayat (1) Qanun Nomor Aceh 6 Tahun 2016 Tentang Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan di Aceh yang didalamnya mengatur perpanjangan masa jabatan KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota jika tahapan masih berlangsung. Pasal itu hingga kini belum direvisi oleh DPRA.

“Mereka menganggap masih ada hak, karena dalam qanun disebutkan masa kerja mereka bisa diperpanjang (jika tahapan masih berlangsung). Tapi tidak perpanjang, malah sudah merekrut yang baru oleh Pansel,” ujarnya.

Atas dasar itulah, Amrizal menyatakan bahwa para Penggugat mengajukan gugatan ke PN Banda Aceh karena menilai Pansel dan DPRA telah melakukan perbuatan melawan hukum secara perdata karena melanggar Pasal 58 ayat (1) Qanun Nomor 6 Tahun 2016.

Mengenai gugatan yang dialamatkan ke KPU RI, Amrizal mengatakan, karena lembaga itu telah mengeluarkan SK terhadap anggota KIP Aceh periode 2018-2023. Sedangkan gugatan untuk Gubernur Aceh, karena menganggap Gubernur melantik anggota KIP yang baru.

“Padahal Gubernur belum melantik. Jadi Gubernur digugat atas perbuatan yang tidak dilakukan,” kata Amrizal yang juga Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Aceh Utara, ini.

Dari salinan gugatan yang diperoleh Serambi, para Penggugat meminta mejelis hakim PN Banda Aceh agar membatalkan Keputusan Nomor 12/DPRA/2018 tentang hasil uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KIP Aceh masa kerja 2018-2023.

Selain itu, majelis hakim juga diminta untuk menyatakan para Penggugat adalah anggota KIP Aceh yang bertugas dan berwenang dalam penyelenggaran Pemilu 2019 sebagaimana ketentuan Pasal 58 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016.

“Memerintahkan Tergugat I, Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk memperpanjang masa kerja para Tergugat sampai dengan Pemilu 2019 selesai dilaksanakan,” demikian permohonan gugatan.

Sementara informasi yang diperoleh dari sumber Serambi disebutkan bahwa gugatan itu dilakukan dengan setengah hati oleh para Penggugat. Pasalnya, tidak semua anggota KIP kabupaten/kota satu suara untuk melawan Pansel dan DPRA, dan cenderung sebagian mereka mencari posisi aman.(mas)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved