Dokter Indonesia Gugat Peraturan Baru BPJS
Dokter Indonesia yang berhimpun dalam wadah Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB)
BANDA ACEH - Dokter Indonesia yang berhimpun dalam wadah Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) mendaftarkan perkara uji materi terhadap Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Jampelkes) BPJS Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 yang dinilai sangat merugikan peserta, profesi dokter, dan bahkan rumah sakit.
Berkas perkara uji materi diserahkan oleh Kuasa Hukum PDIB, Muhammad Reza Maulana SH didampingi Sekjen PDIB, dr Patrianef Sp.BK (V) dan Ketua PDIB Wilayah Aceh, dr. Purnama Setia Budi, Sp.OG, Rabu (15/8) diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah Agung (MA) RI dengan Nomor 52/HUM/2018, 53/HUM/2018 dan 54/HUM/2018.
Kuasa Hukum PDIB, Reza Maulana, mengatakan ada aturan yang dibentur akibat diterbitkannya Peraturan Direktur Jampelkes BPJS Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 tersebut. “Dari aspek hukumnya tidak dibenarkan untuk diberlakukan peraturan yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan di atasnya dan undang-undang itu sendiri,” tandas Reza sebagaimana dikutip Ketua PDIB Wilayah Aceh, Purnama Setia Budi dalam laporannya kepada Serambi, Jumat (17/8).
PDIB menilai BPJS Kesehatan terlalu memaksakan pemberlakuan peraturannya. Sedangkan mereka seharusnya sadar yang diatur di dalamnya bukanlah menjadi kewenangan (BPJS Kesehatan), sehingga apa yang dilakukan melampaui kewenangannya. “Atas dasar itu kami daftarkan gugatan agar kemudian prinsip dasar hak asasi manusia bagi masyarakat tidak kemudian dikurangi walau sedikit oleh BPJS Kesehatan,” tulis laporan tersebut.
Sekjen PDIB, Patrianef juga menegaskan, dampak dari Peraturan Direktur Jampelkes tersebut, dokter, peserta bahkan rumah sakit akan menjadi korban. “Seharusnya jika yang dipersoalkan adalah defisit anggaran, maka maka itu menjadi tanggung jawab mutlak pemerintah. Artinya kegagalan BPJS Kesehatan dalam mengatur manajemennya jangan dibebankan atau mengorbankan orang banyak,” kata Sekjen PDIB.
PDIB juga menyoroti tertunggalnya anggaran sebanyak 13 juta peserta yang nilainya berkisar Rp 3 hingga Rp 4 triliun. Ironisnya, karena ketidakmampuan BPJS Kesehatan untuk menagih, yang dibebankan bahkan dikurangi pelayanan medisnya justru peserta BPJS. “Ini kan sudah tidak benar,” timpal Ketua PDIB Wilayah Aceh, dr Purnama.
Sebagai dokter kandungan, Purnama juga mempersoalkan Peraturan Direktur BPJS Kesehatan Nomor 3 yang membatasi pembiayaan atau yang ditanggung BPJS Kesehatan hanya pada bayi lahir sehat dan normal, bukan untuk kondisi sebaliknya. “Ini kan merusak moral kami sebagai dokter yang berkewajiban memberikan pelayanan medis terbaik, malah BPJS mencampuri urusan dan bagaimana cara kami (dokter) melaksanakan tindakan medis,” lanjut Purnama.
PDIB meminta Mahmakah Agung RI untuk tidak hanya melihat dari sudut pandang normanya saja, tetapi juga menyentuh rasa kemanusiaan dan keadilan demi kepentingan medis seluruh rakyat Indonesia yang tidak boleh dikurangi sedikitpun oleh negara bahkan terlebih lagi oleh BPJS Kesehatan.
“Undang-undang menjami pelayanan kesehatan yang optimal dan maksimal, jadi tidak dibenarkan BPJS kemudian mengambil alih atau mengintervensi dokter dalam melakukan tindakan medis atau tidak melakukan tindakan medis,” demikian pernyataan PDIB. (nas)