Lahan HGU Jadi Sarang Gajah Liar
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, mendesak PT Atakana dan PT Dwi Kencana Semesta (DKS)
* BKSDA Minta PT Atakana dan PT DKS Bersihkan Lahan
IDI - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, mendesak PT Atakana dan PT Dwi Kencana Semesta (DKS) selaku pemilik hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Aceh Timur, segera membersihkan lahan kebun mereka. Karena lahan yang tak terurus itu, ini telah menjadi sarang gajah liar yang sering menobrak-abrik kebun petani setempat.
“Kami minta PT Atakana dan PT DKS membersihkan lahan HGU-nya. Karena selama ini lahan yang ditelantarkan itu banyak ditumbuhi semak, sehingga menjadi tempat persembunyian gajah. Hal ini turut memperparah konflik gajah-manusia di Aceh Timur,” jelas Sapto, Minggu (26/8).
Sapto mengatakan, kawanan gajah yang serign turun ke perkebunan dan permukiman warga itu, saat diusir selalu kembali ke areal kebun milik kedua perusahaan tersebut. Dan lahan itu sudah sejak lama menjadi sarang puluhan gajah yang selalu turun kebun dan permukiman warga saat mereka membutuhkan makanan.
“Kedua perusahaan ini juga kami minta segera merealisasikan janjinya membangung parit (barrier) gajah sesuai komitmen yang telah disepakati dengan Pemkab Aceh Timur beberapa waktu lalu,” tegas Sapto.
Sapto juga mengingatkan, bahwa setiap perusahaan yang sudah memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atau sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) harus memiliki kawasan perlindungan hayati atau plasma nutfah. “Tujuannya agar perusahaan ikut mendukung pelestarian satwa liar dilindungi di dalam kawasan yang dikelolanya,” jelas Sapto.
Akibat konflik gajah dengan manusia yang telah bertahun-tahun terjadi di Aceh Timur, menyebabkan ribuan hektare lahan kebun milik masyarakat telantar.
Seperti di Gampong Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, kini menjadi gampong yang paling tinggi gangguan gajah liar. Sehingga petani pun tidak bisa memanfaatkan lahan mereka secara produktif, dan masyarakatnya terpaksa hidup dalam kemiskinan, disebabkan usaha masyarakat yang tidak berjalan.
Pemuda Gampong Seumanah Jaya, Ardiansyah, mengatakan bahwa perkebunan masyarakat di daerah ini berbatasan langsung dengan HGU PT Atakana dan PT DKS. Menurutnya, HGU kedua perusahaan sawit ini sejak beberapa tahun lalu tidak lagi dirawat. Sehingga semak-belukar yang tumbuh di lahan tersebut kini menjadi tempat persembunyian gajah.
“Beberapa kasus kematian gajah liar juga ditemukan dalam kedua HGU perusahaan sawit ini. Seharusnya pemerintah mencabut izin HGU perusahaan tersebut, karena mereka kedua perusahaan itu menelantarkan lahannya dan merugikan masyarakat yang setiap tahun menjadi korban gajah liar. Ditambah lagi, kedua perusahaan ini tidak mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi gangguan gajah di kawasan ini,” ujarnya.
Selain di Gampong Seumanah Jaya, kawanan gajah juga kerap merusak tanaman produktif di sejumlah gampong dalam Kecamatan Indra Makmu, Pante Bidari, Peunaron, Serbajadi, hingga Simpang Jernih.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, kemarin juga menginformasikan bahwa satu ekor gajah betina berusia 35 tahun, yang mati di kawasan Mila, Pidie, diduga akibat terperosok ke sungai saat mencari air, dan gajah jinak itu kemudian terjebak di alur sungai hingga kemudian mati.
Informasi ini menepis dugaan bahwa gajah jinak itu mati karena diracun. Kepastian ini diketahui berdasarkan hasil diagnosa pemeriksaan dokter hewan dari BKSDA Aceh.
Seperti diberitakan sebelumnya, gajah jinak milik Conservation Respons Unit (CRU) Kecamatan Mila itu ditemukan mati pada Senin (13/8). “Hasil diagnosa dokter hewan, matinya satwa dilindungi itu akibat terperosok di sungai. Sedangkan dugaan gajah mati diracun, sejauh ini belum terbukti, karena dari organ tubuh yang diperiksa tidak ditemukan tanda-tanda hewan itu diracun,” kata Sapto Aji Prabowo.
Kepala BKSDA Aceh itu menyebutkan, pihaknya juga akan memeriksa petugas CRU Mila, terkait matinya gajah jinak tersebut. “Jika hasil pemeriksaan terbukti bahwa petugas CRU lalai sehingga gajah mati, maka petugas akan dikenakan sanksi berupa pemecatan,” tegasnya.
Ia menambahkan, jumlah personel CRU Mila saat ini berjumlah sembilan orang. Sedangkan jumlah gajah jinak di CRU tersebut berjumlah empat ekor. “Sekarang mati satu, sehingga menyisakan tiga ekor lagi,” jelasnya.(naz)