Kisah Hidup Mat Solar Kecil, Makan Satu Telur Harus Dibagi Delapan
Kini rumah kami di Pejompongan itu tinggal kenangan. Sudah enggak ada karena terkena gusuran. Sekarang sudah jadi kompleks
SERAMBINEWS.COM - Komedian Nasrullah alias Mat Solar yang kini lebih banyak terbaring di tempat tidur karena mengidap stroke ternyata memiliki masa kecil yang sangat memprihatinkan.
Hal itu terungkap saat sosok yang beken lewat sitkom "Bajaj Bajuri" ini menceritakan kisah masa kecilnya dalam artikel berjudul "Mat SolarDipenjara Karena Ikut-ikutan Teman" yang terbit di tabloid Nova No. 882/XVH yang terbit 23 Januari 2005.
Baca: Jual Rumahnya Lalu Tinggal di Mobil, Keluarga Asal AS Ini Lakukan Perjalanan Keliling Dunia
TELUR DIBAGI 8
Sementara prestasiku di sekolah mengalami pasang surut. Pagi aku sekolah di madrasah, sedangkan siang hari di sekolah dasar. Berbeda dengan di rumah, di sekolah aku tidak begitu bandel.
Tapi lagi-lagi aku sempat mengecewakan keluarga karena pernah tidak naik ke kelas 5. Pada saat yang bersamaan, kakakku yang di kelas 5 juga tidak naik ke kelas 6. Penyebabnya sama, karena kami menunggak SPP sekolah.
Kami tidak bodoh. Buktinya setelah mengulang, aku langsung menjadi juara kelas. Di bangku SMP aku malah mendapat bea siswa. Setiap bulan aku disubsidi Rp 7.500. Cukuplah untuk membiayai aku sekolah.
Baca: Haji Uma Terima Rombongan Siswa SMA Modal Bangsa di Senayan
Karena prestasiku itu, ada seorang guru yang sangat sayang kepadaku. Namanya Bu Muskita. Dia sering menghadiahkan aku buah mangga atau karcis bioskop.
Sebab suaminya bekerja di bioskop di Bendungan Hilir. Aku senang menerimanya, sebab sejak kecil aku sudah senang menonton film.
Meski orang tua susah, kami bersyukur bisa mengecap pendidikan hingga perguruan tinggi, sebab kami selalu bantu membantu. Kakak yang paling tua setelah lulus dan bekerja, wajib membantu adiknya, begitu seterusnya.
Kakak-kakakku perjuangannya keras. Mereka berusaha sekolah setinggi-tinggi sambil terus membantu keluarganya. Bayangkan saja, ada kakak yang lulusan STM, akhirnya bisa menjadi sarjana hukum.
Baca: Prediksi Liga Champions Laga Valencia Vs Juventus, Cristiano Ronaldo Siap Cetak Gol
Kakak lah yang mengambil alih tugas Bapak mendidik aku dan adik-adik. Mereka juga yang mengongkosi kebutuhan sekolah. Didikan kakakku sangat keras.
Pokoknya, usai Magrib kami sudah tidak boleh keluar rumah. Belajar. Sewaktu aku tidak naik kelas, kepalaku sempat dijedolin ke tembok sambil dibilang goblok. Didikan yang keras itu ternyata berhasil dan membuatku juara kelas.
Dalam masa-masa sulit, jangankan memikirkan biaya sekolah, untuk makan sehari-hari saja kami kembang kempis. Aku mengalami harus meminjam uang ke-sana kemari untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Bila makan, kami memakai sistem sarang. Sarang dalam bahasa Betawi mungkin maksudnya dibagi rata. Misalnya, bila punya kacang harus dihitung dulu, lalu dibagi sarang (masing-masing) lima.
Baca: Mahkamah Kriminal Internasional Buka Investigasi Kasus Rohingya, Usut Kejahatan Militer Myanmar
Begitu juga dengan makanan yang lain. Yang paling kecil akan mendapat jatah buah rambutan yang masih pakai tentengannya. Untuk buah mangga, anak paling kecil diberi bagian yang ada bijinya, atau kami sebut emploknya.