Opini

Tausiah Jabatan

SATU fenomena menarik yang terjadi di negeri ini adalah jabatan yang selalu diperebutkan

Editor: bakri
Kolase Tribun Medan

Oleh Zarkasyi Yusuf

SATU fenomena menarik yang terjadi di negeri ini adalah jabatan yang selalu diperebutkan. Demi jabatan, rela melakukan pelanggaran, melanggar agama, budaya, dan moralitas. Tersebab jabatan ada yang mengakhiri sisa hidupnya dalam penjara, menjadi pesakitan narapidana koruptor atau sejenisnya. Fenomena ini mungkin hanya dalam pandangan saya saja, sah-sah saja jika ada yang memiliki pandangan lain yang bertolak belakang dengan fenomena yang saya utarakan.

Masih ingat dengan kisah seorang Imam Mazhab, An-Nu’man bin Tsabit ibn Zufi at-Tamimi atau lebih dikenal dengan Abu Hanifah? Beliau adalah salah seorang Imam Mazhab yang harus mendekam dalam penjara. Ini bukan karena beliau mengejar atau mengemban jabatan, tetapi sebab menolak menerima jabatan. Abu Hanifah menolak jabatan menjadi hakim (qadhi).

Dalam sejarah disebutkan bahwa Abu Hanifah hidup pada masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah. Kisah pilu ini dimulai ketika Gubernur Irak Yazid bin ‘Amr bin Hirairah al-Fazzari menawarkan jabatan pimpinan Baitul Mal (bendaharawan negara) kepada Beliau. Namun, karena sifat wara’ yang dimilikinya, Abu Hanifah menolak tawaran tersebut.

Pada kesempatan lain, Gubernur juga menawarkan jabatan qadhi kepadanya, namun beliau tetap menolak. Sebab penolakannya ini, Abu Hanifah harus mendekam dalam penjara dan mendapat hukuman 110 kali cambuk. Dalam sejarah disebutkan bahwa Abu Hanifah berurusan dan keluar masuk penjara dari usia 56 tahun sampai ajal menjemput pada usia 70 tahun, Abu Hanifah meninggal pada 150 H/767 M dan dimakamkan di Baghdad, Irak.

Di Indonesia, kita kenal dengan Buya Haji Abdul Malik Karim Amarullah atau akrab dipanggil Buya Hamka. Beliau pun harus mendekam dalam penjara selama 2 tahun 4 bulan, karena mempertahankan prinsip yang berseberangan dengan pemikiran penguasa. Namun, ini bagai anugerah bagi Hamka untuk mewujudkan cita-citanya merampungkan tafsir Alquran 30 juz yang diberi nama Tafsir Al-Azhar. Bagi Hamka, kisah pilu di jeruji besi merubah menjadi indah karena telah mengantarkannya menuntaskan tafsir Al-Azhar.

Kisah Abu Hanifah dan Hamka menjadi pelajaran penting bahwa ketika kehidupan menjadi centang-perenang, orang baik pun dianggap bersalah begitu pula sebaliknya. Meskipun dihukum penjara, dua tokoh ini tidak pernah gentar, tidak pernah risau dan tetap teguh dengan prinsip yang dianut. Sehingga, penjara bukan menjadi petaka, tetapi menjadi media untuk melanjutkan cita-cita yang berakhir bahagia.

Jabatan adalah amanah
Meskipun jabatan menjadi target incaran, menjadi sebuah kebanggaan jika jabatan disandang, bahkan menjadi ladang memperkaya diri, keluarga dan kroninya. Lebih lembut, ada yang menyebutnya menjadi “ladang beramal” jika mendapatkan jabatan. Kita abaikan alasan-alasan yang membuat seseorang termotivasi untuk mengejar jabatan, satu hal yang pasti dan diinginkan oleh semua pemegang jabatan bahwa jangan sampai jabatan menjadi jembatan menuju penjara.

Menyiasati itu semua sejatinya ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu: Pertama, Jabatan adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk berbuat kebaikan atau kejahatan, pilihan tersebut menjadi tanggung jawab orang yang mengemban amanah jabatan, mau jadi pejabat baik atau sebaliknya. Dua pilihan tersebut pasti terdapat konsekuensinya, menjadi pejabat baik akan dikenang oleh masyarakat serta lepas dari jeratan hukum negara, menjadi pejabat jahat pasti akan mendekam dalam penjara.

Terkait jabatan, argumen paling sederhana dan singkat adalah “jangan pernah mengejar jabatan”. Namun, mengejar jabatan untuk peningkatan karier adalah sebuah kewajaran dalam dunia kerja, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, itu tidak dapat dihindari dalam perkembangan dunia sekarang. Meskipun begitu, sebelum menerima jabatan ukurlah kemampuan diri. Apakah dengan jabatan kita akan dicap pengkhianat atau digelar amanah?

Dalam satu hadis dikisahkan bahwa Abu Dzar pernah meminta jabatan kepada Rasulullah, jawaban Rasulullah sebagaimana tersebut dalam hadis, “Dari Abu Dzar ra berkata, Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menjadikan aku sebagai pengawal? Kemudian beliau menepuk pundakku dan bersabda: Hai Abu Dzar, sungguh kamu ini lemah dan jabatan itu amanah. Pada hari Kiamat nanti, jabatan itu menjadi kehinaan serta penyesalan, kecuali bagi orang yang melaksanakannya secara benar dan menunaikan semua kewajibannya.” (HR. Muslim)

Berlomba untuk memperoleh jabatan, mungkin hal biasa dan wajar, menjadi tidak wajar jika mengabaikan dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh jabatan. Semua pasti tahu bahwa jabatan adalah amanah dan akan diminta pertanggungjawabannya. Namun, dalam kenyataan tidak sedikit juga mereka yang mengingkari amanah tersebut meskipun telah bersumpah dengan nama Allah saat pelantikan jabatan.

Kedua, jabatan adalah ujian. Sebenarnya, setiap muslim pasti akan menghadapi ujian dalam hidup, diuji dengan berbagai cara. Ini dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadis, “(Yang paling berat ujiannya ialah) para Nabi, kemudian yang lebih utama dan yang berikutnya. Seseorang akan diuji sesuai dengan agamanya. Apabila agamanya kokoh, semakin beratlah ujiannya, dan jika dalam agamanya ada kelembekan, dia diuji sesuai dengan agamanya. Tiada henti-hentinya ujian itu menimpa seorang hamba sampai melepaskannya berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak ada dosa padanya.” (HR. at-Tirmidzi).

Nabi Sulaiman as adalah seorang Nabi yang diuji dengan kekayaan, ilmu pengetahuan dan jabatan, namun beliau berkata sebagaimana disebutkan dalam Alquran, “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. an-Namlu: 40).

Bagi yang mendapat jabatan, ini menjadi satu jalan untuk diuji, diuji dalam menjaga dan mempertahankan amanah yang berupa jabatan. Apakah berhasil mempertahankannya dengan menjaga amanah jabatan, menjalankan tugas dan fungsi jabatan sesuai dengan aturan yang berlaku, serta tidak khianat dengan jabatan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved