Jaksa Tahan Mantan Bendahara RSIA
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh menahan SD, mantan Bendahara Badan Layanan Umum Daerah
* Tersangka Penggelapan Pajak
BANDA ACEH - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh menahan SD, mantan Bendahara Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Aceh, di Rutan Banda Aceh, Gampong Kajhu, Aceh Besar, sejak Kamis (18/10) sore.
Penahanan itu setelah JPU menerima berkas dan tersangka penggelapan pajak ini dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh dibantu pihak Ditreskrimsus Polda Aceh.
Kepala Kanwil DJP Aceh, Ahmad Djamhari, menyampaikan hal ini dalam konferensi pers di Kanwil DJP Aceh, Banda Aceh, Kamis (18/10) sore. Ia didampingi dua pejabat lainnya dari Kanwil DJP Aceh, yaitu Kabid Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan, Budi Haritjahjono dan Kabid P2 Humas, Sabiqoh Faqih, serta dua pejabat terkait dari Polda Aceh, yaitu Kabag Bin Ops Ditreskrimsus, AKBP Afrizal dan Kasie Korwas PPNS Polda Aceh, Kompol Bustari.
“Tersangka SD pada 2014 menjabat Bendahara Pengeluaran Jasa Layanan BLUD RSIA Banda Aceh. Selama setahun itu, ia memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPN dari Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang telah dicairkan, tetapi tidak disetornya pungutan pajak tersebut ke kas negara,” jelas Ahmad Djamhari.
Selain itu, SD juga tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) masa yang menjadi kewajibannya sebagai bendahara ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banda Aceh, sehingga perbuatannya merugikan negara Rp 443.083.368,00. Adapun PPh Pasal 21 yang dimaksudkan Ahmad Djamhari adalah pemotongan pajak gaji pegawai rumah sakit tersebut, PPh Pasal 22 dari pemotongan pajak pengadaan barang dan jasa yang dibayar rekanan, serta pemotongan PPN juga dari pihak luar yang berurusan dengan RS milik Pemerintah Aceh ini.
Oleh karena itu, perbuatan tersangka SD melanggar UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 39 Ayat (1) dengan pidana penjara maksimal enam tahun dan denda paling banyak empat kali nilai pajak terutang.
Lebih lanjut, Djamhari, menjelaskan perkara ini sudah mulai dilidik pihaknya sejak 2017, namun karena kerugian negara ini tak bisa juga dikembalikan oleh SD, maka dilanjutkan ke penyidikan sejak Januari 2018 yang didukung Ditreskrimsus Polda Aceh. Kini, tersangka yang sudah ditahan tinggal menunggu persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.
Pada kesempatan ini, Djamhari mengingatkan agar perkara ini juga menjadi pelajaran bagi bendahara di kantor pemerintahan lainnya. Pasalnya, kecurangan bendahara seperti itu menghambat pembangunan yang akhirnya merugikan masyarakat. “Direktorat Jenderal Pajak akan menindak tegas setiap pelanggaran di bidang perpajakan. Bendahara atau wajib pajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut terkait perpajakan dapat menghubungi Account Representative di KPP terdaftar,” pesan Ahmad Djamhari.
Pada kesempatan yang sama, Kabag Bin Ops Ditreskrimsus Polda Aceh, AKBP Afrizal, yang selama ini ikut membantu proses penyidikan perkara ini, mengaku heran juga dengan tersangka karena uang Rp 400 juta lebih yang digelapkan itu, tidak meninggalkan sisa sedikit pun. “Entah kemana ia habiskan uang itu, kita enggak tahu, seperti ditiup angin saja. Artinya tak ada barang yang ditinggalkan dari uang tersebut. Jika sekiranya ada, misalnya untuk membeli mobil atau bahkan membangun rumah, maka sudah kita sita barang-barang itu,” tegas AKBP Afrizal.
Begitu pun, Afrizal menegaskan bukan berarti hal ini dapat melepaskan tersangka dari beban mengganti kerugian negara. Pasalnya, sesuai UU, penggelapan pajak seperti ini selain dihukum penjara maksimal enam tahun, juga didenda maksimal empat kali nilai pajak terutang.(sal)