Laut Dunia Memanas dengan Cepat, Ini Dampak yang Akan Terjadi

Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa kita harus mengekang ketergantungan pada bahan bakar fosil untuk menghindari bencana iklim.

Editor: Taufik Hidayat
SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR
Tim dokter dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah Kuala melakukan autopsi bangkai paus yang mati di bibir pantai Ujong Kareueng, Durung, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Selasa (14/11/2017). Empat dari 10 ekor paus yang terdampar, Senin (13/11/2017) kemarin, mati dan dikuburkan di pantai tersebut. 

SERAMBINEWS.COM – Beberapa ratus tahun terakhir sejak manusia membakar batu bara, menebang hutan, mengendarai mobil, menyalakan AC dan lemari es, laut diam-diam mengumpulkan sebagian besar emisi karbon yang dilepaskan dari aktivitas tersebut.

 Mereka juga menyerap panas berlebih dari gas-gas yang terperangkap di planet ini.

Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa laut dunia telah mengumpulkan lebih dari 90% energi panas yang disimpan emisi karbon kita di Bumi.

Baca: Penjualan Batu Bara ke India Dominasi Ekspor dari Aceh

Namun, studi terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Nature memaparkan bahwa keadaannya lebih buruk dari itu.

Diketahui bahwa air laut telah menyerap panas lebih banyak dari yang diperkirakan sebelumnya.

“Laut menghangat lebih dari yang kita bayangkan. Artinya, Bumi semakin sensitif terhadap emisi karbon,” kata Laure Resplandy, pemimpin studi sekaligus asisten profesor geosains di Princeton University.

Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa kita harus mengekang ketergantungan pada bahan bakar fosil untuk menghindari bencana iklim.

Namun, Resplandy mengatakan, ini sudah terlanjur, dan sulit untuk menghindari dampaknya.

Secara spesifik, tantangan untuk mencegah banjir akibat kenaikan permukaan laut di kota-kota pesisir, badai ganas, dan kematian hampir semua terumbu karang di Bumi, sangat besar.

Laut yang menghangat kekurangan oksigen. “Ketika laut menghangat, ia kehilangan beberapa gas. Oksigen merupakan salah satunya,” ungkap Resplandy.

Baca: Banjir Landa Subulussalam

Melalui studi terbaru tersebut, ia dan timnya menganalisis kadar oksigen dan karbon dioksida di bawah, tengah, dan permukaan Bumi.

Tepatnya di ujung Tasmanis di Cape Grim, La Jolla, California, dan Alert, Kanada—800 kilometer dari Kutub Utara. Para peneliti menelusuri data dari 25 tahun lalu, yakni kembali ke 1991 hingga 2016.

Hasilnya menunjukkan bahwa air laut saat ini lebih hangat dan kurang oksigen dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Bahkan, kondisinya 60% lebih parah dibanding perkiraan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Alasan mengapa laut menghangat sangat simpel: air dapat menyerap lebih banyak panas dibanding udara. Itulah sebabnya mengapa berenang di laut terasa lebih sejuk dibanding saat berada di permukaan: air menghisap kehangatan tubuh kita lebih cepat daripada udara.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved