Dokter Aceh Berkompeten, Tapi Ramai Berobat ke Luar Negeri, Ini Penyebabnya Menurut Wali Nanggroe
Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar prihatin dan menyampaikan pandangannya terkait rumah sakit di Aceh.
Penulis: Eddy Fitriadi | Editor: Yusmadi
Laporan Eddy Fitriady | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Provinsi Aceh mempunyai banyak dokter spesialis yang berkompeten di bidangnya.
Namun anehnya, tak sedikit warga Aceh yang mempercayakan pengobatannya kepada para dokter di rumah sakit luar negeri.
Kondisi itu membuat Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar prihatin dan menyampaikan pandangannya terkait rumah sakit di Aceh.
Dalam sebuah focus group discussion (FGD) yang digelar Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh (FK-Unaya) di Banda Aceh, Rabu (14/11/2018), Malik Mahmud mencurahkan isi hatinya.
Menurut tokoh penandatangan MoU Helsinki itu, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit di Aceh bukan karena kompetensi tenaga medisnya.
Justru menurutnya dokter di Aceh pintar-pintar.
Baca: Universitas Abulyatama akan Terapkan Kurikulum Kedokteran Islami, Ini Kata Wali Nanggroe
Baca: Segera Dibentuk, Tim Pencari Akar Masalah Pelayanan Medis
Lalu mengapa hal ini bisa terjadi?
“Orang kita sering berobat ke luar negeri bukan karena dokter di sana lebih pintar, tapi karena pelayanan di Aceh masih kurang. Padahal kita mampu menghadirkan layanan bersyariah di sini,” ujar Malik dalam diskusi yang membahas kurikulum kedokteran yang islami itu.
Di luar negeri seperti Malaysia dan Singapura, kata Wali Nanggroe, pelayanan menjadi fokus utama rumah sakit.
Pasien akan dilayani dengan segenap perhatian dan keramahtamahan.
“Mereka perlakukan pasien seperti keluarga sendiri. Ini yang belum kita dapatkan di Aceh. Padahal kita punya keistimewaan, kita bisa bikin yang tak dapat dilakukan orang lain,” jelasnya.
Baca: Pasien Paru Terpaksa Berobat ke Luar Pidie
Wali Nanggroe bahkan optimis Aceh dapat membuat standar kebersihan atau kesehatan yang lebih baik dari nasional.
Salah satunya dengan menambahkan nilai keislaman di dalamnya.
”Kita bisa bikin lebih baik lagi karena kita punya keistimewaan itu. Bukan nomor 1, tapi nomor 1 plus,” kata Malik Mahmud bersemangat.