Keluarga Korban Penembakan Paniai Tolak Tawaran Kompensasi dari Pemerintah Senilai Rp 4 Miliar
Keluarga korban kasus penembakan di Kabupaten Paniai, Papua, menolak uang senilai Rp 4 miliar yang sempat ditawarkan
SERAMBBINEWS.COM - Keluarga korban kasus penembakan di Kabupaten Paniai, Papua, menolak uang senilai Rp 4 miliar yang sempat ditawarkan pemerintah sebagai kompensasi.
Hal itu disampaikan oleh Obet Gobay, salah satu ayah korban penembakan, saat mendatangi kantor Amnesty International, Jakarta Pusat, Jumat (7/12/2018).
Baca: Populasi Gajah di Subulussalam Tinggal 10 Ekor, BKSDA: Akibat Pembukaan Perkebunan Kelapa Sawit
Kedatangan Obet ke Jakarta adalah untuk menagih janji Presiden Joko Widodo yang menyebut akan mengusut pelaku penembakan yang menewaskan putranya, Apius Gobay, empat tahun silam.
Obet yang kurang lancar berbahasa Indonesia ini mengatakan, ia bersama tiga keluarga korban lainnya menolak uang ganti rugi lantaran ingin pemerintah terus mencari tahu pelaku penembakan.
Baca: Studi : Es di Restoran Cepat Saji Ternyata Bisa Lebih Kotor daripada Air Toilet
"Rp 4 miliar yang ditawarkan pemerintah, saya menolak, bantuan apapun saya tolak. Pak Jokowi, Kapolri, keadilan harus ada," kata Obet melalui terjemahan aktivis HAM Papua, Yones Douw.
Obet tak menerima uang kompensasi, sebab, bagi dia, nyawa putranya tak bisa dibeli.
Baca: Banda Aceh & Jakarta Masuk Kota Toleransi Terendah, Anies Minta Setara Institute Terbuka Soal Riset
"Kalau saya mau ambil Rp 4 miliar yang ditawarkan pemerintah saya bisa ambil. Kalau itu sapi atau babi yang terbunuh saya bisa pergi ke pasar untuk ganti beli. Tapi ini manusia, tidak dijual di pasar. Darah saya yang ditembak," ujarnya.
Obet juga mengatakan, jika memang pemerintah tak mampu tuntaskan kasus tersebut, ia berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menyelesaikannya.
Baca: Leg Kedua Final Copa Libertadores: River Plate vs Boca Juniors di Santiago Bernabeu, Senin Dinihari
Baca: Bayi yang Dibuang di Lhokseumawe Diduga Dilahirkan Melalui Operasi Cesar
Menegaskan pernyataan Obet, peneliti Amnesty International Indonesia untuk Papua, Papang Hidayat, mengatakan, dalam sebuah kasus, uang kompensasi yang diberikan kepada pemerintah dianggap substitusi atau pengganti dari proses pengadilan.
Jika keluarga korban menerima kompensasi tersebut, maka mereka tak bisa lagi menuntut.
"Kompensasi yang berusaha diberikan kepada keluarga korban itu dianggap sebagai substitusi pengganti dari pengadilan. Jadi kalau dia terima, dianggap sudah tidak boleh ngomong lagi," kata Papang.
Baca: Gugatan Praperadilan Terhadap Polres Aceh Timur Gugur, Ini Komentar Kuasa Hukum Penggugat
Penembakan di Paniai tahun 2014
Pada 7-8 Desember 2018 menandai empat tahun penganiayaan dan penembakan di Kabupaten Paniai, Papua.
Pada 7 Desember 2014, di Jalan Poros Madi-Enarotali, Distrik Paniai Timur, terjadi penganiayaan kepada seorang warga bernama Yulianus Yeimo.
Baca: Pasangan Kekasih Berpose Telanjang di Piramida Giza, Ini yang Dilakukan Pemerintah Mesir
Menurut keterangan tertulis yang dirilis oleh Amnesty International, Yulianus mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan dan kiri, serta luka robek di ibu jari kaki kiri.
Baca: Studi : Es di Restoran Cepat Saji Ternyata Bisa Lebih Kotor daripada Air Toilet