Bagaimana Cara Tokyo Mampu Mengatasi Banjir? Ternyata Ini Jawabannya
Jika Jepang adalah tujuan utama untuk studi pengelolaan bencana dan risiko, maka tempat ini adalah salah satu tujuan pentingnya.
Taifun Kathleen menyerang pada 1947, menghancurkan sekitar 31.000 rumah dan menewaskan 1.100 orang; satu dekade kemudian, Taifun Kanogawa (atau yang dikenal dengan Ida) menghancurkan kota itu dengan 400mm hujan dalam seminggu.
Baca: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu Dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, Cocok Untuk Update Status!
Jalanan, rumah dan toko serta kantor terendam.
Setelah kehancuran dan kekacauan itu, pemerintah Jepang pun meningkatkan komitmen keuangan mereka.
"Bahkan pada 1950 dan 1960-an, saat Jepang tengah berusaha bangkit dari perang, pemerintah telah menginvestasikan sekitar 6-7 persen dari anggaran nasional untuk bencana dan pengurangan risiko," kata Miki Inaoka, pakar bencana di Japan International Cooperation Agency (JICA).
Perencana kota di Tokyo harus mempertimbangkan berbagai sumber banjir.
Jika hujan deras terjadi di hulu, maka sungai akan bertambah deras dan merendam kawasan perkotaan di hilir.
Atau jika hujan terjadi di kota, maka sistem pembuangan air akan kesulitan menanganinya, atau mungkin ada tsunami yang mengancam kawasan pesisir.
Tapi bagaimana jika gempa menghancurkan bendungan atau saluran air?
Baca: Fakta Terbaru Uighur: Spanduk Bendera China Dibakar hingga Alasan Pemerintah Bersikap Hati-hati
Setelah perencanaan beberapa dekade dan pembangunan nonstop, kini Tokyo memiliki belasan bendungan, waduk dan saluran air.
Jika membelah permukaan tanah kota ini, seperti kamu membelah kue ulang tahun, akan terlihat terowongan bawah tanah yang berdampingan dengan jalur kereta bawah tanah dan pipa gas di seluruh kota.
Saluran Pembuangan Bawah Tanah Kawasan Metropolitan (MAOUDC) dan 'katedral banjir' senilai hampir Rp30 triliun adalah satu satu keunggulan teknik yang paling mengesankan di kota ini.
Sistem ini selesai dibangun pada 2006 setelah pengerjaan 13 tahun, dan merupakan fasilitas pemecah banjir terbesar di dunia, serta bagian dari upaya Tokyo untuk terus-menerus memperbaiki sistem air mereka.
"Jepang adalah negara yang sangat percaya pada pembelajaran," kata Torajada, yang mengunjungi sistem MAOUDC pada 2017.
Baca: Fotografer Asal Singapura Ini Berhasil Abadikan Sisi Indah Korea Utara, Lihat Videonya
"Ini menarik untuk contoh kasus," imbuhnya.
Saluran itu menyedot air dari sungai ukuran kecil dan menengah di Tokyo Utara dan memindahkannya ke Sungai Edo yang lebih besar dan lebih bisa menangani volume.