Bagaimana Cara Tokyo Mampu Mengatasi Banjir? Ternyata Ini Jawabannya
Jika Jepang adalah tujuan utama untuk studi pengelolaan bencana dan risiko, maka tempat ini adalah salah satu tujuan pentingnya.
Biro Konstruksi Pemerintah Metropolitan Tokyo mengklaim bahwa mereka sadar akan perubahan ini dan telah meningkatkan kriteria curah hujan untuk mengantisipasinya.
Di sedikitnya tiga kawasan, kini dbiangun proyek-proyek untuk menampung curah hujan yang bsia mencapai 65 dan 75mm per jamnya.
Tapi pakar seperti Nobuyuki Tsuchiya, mantan kepala insinyur sipil di wilayah Edogawa, Tokyo, mengatakan bahwa pihak berwenang terlalu lama membahas tindakan yang harus mereka ambil.
"Sayangnya, tindakan pengendalian banjir dalam kaitannya dengan perubahan iklim belum terjadi di Jepang," kata Tsuchiya, direktur Japan Riverfront Research Centre.
Pada bukunya yang terbit pada 2014, "Shuto Suibotsu" ('Ibu Kota yang Tenggelam'), Tsuchiya mengingatkan bahwa Tokyo tidak siap untuk menghadapi hujan deras yang datang sebagai dampak pemanasan global.
Di area Tokyo yang rendah, sekitar 2,5 juta orang bisa terkena dampak banjir jika ada gelombang tinggi, dan nasib mereka harus menjadi prioritas perencanaan kota, kata pakar itu.
Pada awal 2018, hujan deras di Jepang barat menewaskan ratusan orang dan menimbulkan kerugian ekonomi mencapai jutaan yen saat sungai meluap.
Jika itu terjadi di Tokyo, kata Tsuchiya, kota ini akan lumpuh.
Risiko ini tak hanya terjadi di Tokyo.
Kota-kota besar lain seperti New York, Shanghai dan Bangkok akan menjadi semakin rapuh terhadap banjir dan badai akibat perubahan iklim.
Seperti halnya ibu kota Jepang itu, sebagian besar juga tengah menilai opsi yang tersedia dan perlahan bekerja untuk membangun sistem pertahanan baru.
Rencana adaptasi perubahan iklim London, contohnya, menempatkan banjir sebagai ancaman utama, karena seperlima dari kota itu terletak di bawah permukaan sungai Thames.
Area ini terlindungi oleh tanggul dan Thames Barrier yang kuat di timur kota, namun para perencana kota yakin bahwa nantinya pengaman itu akan gagal.
Di seberang Atlantik, Miami sudah lebih dulu menghadapi ancaman kenaikan permukaan laut di jalan-jalannya.
Di Singapura, Cecilia Tortajada dan pakar lain juga bekerja untuk melindungi negara kota itu dari permukaan air laut yang akan naik beberapa tahun ke depan.
Otoritas Bangunan dan Konstruksi (BCA) baru-baru ini mengadakan penelitian untuk mencari tahu soal kerangka nasional perlindungan pesisir dan langkah-langkah tahunan yang bisa dilakukan.
Tapi semua orang melihat ke Tokyo, dan berusaha memperkirakan bagaimana kota ini menguji sistem pelindungnya untuk menghadapi taifun dan hujan deras di musim panas.
"Jika negara yang sesiap Jepang saja kesulitan, dan Tokyo juga kewalahan, maka kita semua harus berhati-hati," kata Tortajada.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bak Fiksi Ilmiah, Katedral Bawah Tanah Ini Lindungi Tokyo dari Banjir"