Liputan Eksklusif
Bocor Jantung Tinggi di Aceh
KELAINAN jantung bawaan (congenital heart disease) atau dalam istilah awam dikenal dengan ‘bocor jantung’
* 6 Sampai 10 Kasus Per Minggu
KELAINAN jantung bawaan (congenital heart disease) atau dalam istilah awam dikenal dengan ‘bocor jantung’, kerap menjadi momok menakutkan bagi orang tua yang memiliki anak yang sering sakit. Di Aceh, kasus bocor jantung terbilang tinggi. Berdasarkan catatan Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh, ada 6 sampai 10 kasus bocor jantung baru per pekan atau sekitar 40 kasus per bulan, atau 200-400 kasus setiap tahunnya. Belum ada analisis dari dokter ahli terkait fenomena ini. Sementara prevalensinya hampir merata di setiap kabupaten/kota di Aceh.
Hal itu disampaikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RSUZA Banda Aceh, Adi Purnawarman SpJP menjawab Serambi, Rabu (23/1). Menurutnya, bocor jantung merupakan penyakit kelainan bawaan yang patut diwaspadai karena berisiko fatal terhadap si penderitanya. Di rumah sakit rujukan provinsi tersebut, lanjut Adi, seluruh penderita bocor jantung merupakan anak-anak mulai dari bayi baru lahir hingga berusia 12 tahun.
“Ada 6 sampai 10 pasien baru per minggu. Ini adalah angka spektakuler. Bocor jantung merupakan kelainan bawaan yang butuh penanganan segera karena dapat menyebabkan kematian,” ujar Dokter Adi.
Meskipun masyarakat masih menganggap tabu, lanjutnya, tapi penanganan medis baik melalui operasi maupun kateterisasi pada anak merupakan tindakan penyelamatan yang sudah teruji dan dapat meningkatkan harapan dan kualitas hidupnya.
Adi melanjutkan, bocor jantung memiliki gejala awal pada anak-anak, yaitu sering mengalami demam dan batuk berulang, cepat capek, dan lebih pasif dibanding anak seusianya. Kelainan itu bisa disebabkan oleh multifaktor seperti family history (faktor keturunan) maupun faktor lainnya selama kehamilan. Masyarakat diminta waspada jika ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat penyakit jantung. “Family history harus diwaspadai karena penyakit jantung bawaan itu bisa diturunkan. Screening adalah langkah paling tepat untuk mendeteksi awal,” katanya.
Sementara, faktor-faktor lainnya bisa berupa kebiasaan buruk yang dilakukan oleh ibu saat hamil seperti mengonsumsi jamu sembarangan, obat-obatan keras golongan analgetik dan antibiotik, rokok, narkoba, minuman keras, hingga upaya menggugurkan kandungan, namun gagal. “Ada pula perempuan yang tidak tahu ia sedang hamil. Ketika demam, dia minum obat golongan analgetik atau antibiotik yang umumnya harus dihindari saat awal kehamilan. Penggunaan obat keras itu bisa memengaruhi pembentukan struktur jantung janin,” papar Adi.
Menurutnya, sangat penting bagi seorang ibu untuk mengetahui bahwa ia dalam kondisi hamil, sebagai langkah antisipatif agar tidak mengonsumsi makanan yang berbahaya. Selain itu, ibu hamil juga harus memperhatikan status gizi saat kehamilan serta mencukupi nutrisinya. “Asam folat menjadi suplemen wajib, terutama saat pembentukan janin. Nutrisi dan vitamin harus dicukupkan bagi ibu hamil pada trimester pertama kehamilan,” urainya.
Sebesar risiko yang menyertainya, pengobatan penyakit bocor jantung juga menelan biaya supermahal. Menurut dr Adi Purnawarman SpJP dari RSUZA Banda Aceh, meskipun sebagian besar kelainan jantung itu bisa di-cover oleh BPJS Kesehatan, namun tetap saja ada kasus yang tak bisa ditanggung, terutama dengan tingkat keparahan tinggi.
Gambarannya, kata Adi, penanganan kelainan jantung bawaannya yang tidak kompleks berkisar antara Rp 60 juta-80 juta per jiwa.
Sedangkan untuk kelainan jantung dengan kompleksitas tinggi, pengobatannya menjadi supermahal. “Bisa lebih dari 100 juta rupiah, bahkan ada kasus yang biaya pengobatannya hampir mencapai 1 miliar rupiah. Biasanya BPJS Kesehatan atau pihak asuransi tidak menanggung biaya untuk pasien yang kelainan dengan kompleksitas itu,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RSUZA Banda Aceh,
Untuk pengobatan pasien yang supermahal itu, lanjut Adi, biasanya rumah sakit akan melibatkan yayasan sosial atau pihak ketiga.
Adi mengatakan, penanganan penyakit jantung terus maju seiring berkembangnya teknologi kedokteran. Selain operasi, pengobatan kelainan jantung dapat dilakukan dengan tindakan ‘invasive nonsurgery, atau teknik kateterisasi untuk menutup kebocoran jantung tanpa pembedahan. “Tekniknya, alat kateter dimasukkan melalui pembuluh darah vena atau arteri dan bisa bermanuver untuk menutup lubang pada jantung. Tindakan ini dituntun oleh fluoroskopi, yaitu sinar rontgen yang dipancarkan untuk memberikan gambaran suasana di dalam ruang jantung,” jelas Adi sembari menyebut meski biayanya jauh lebih mahal ketimbang operasi, kateterisasi memiliki risiko yang jauh lebih kecil.
Maka dari itu, ahli jantung ini menyarankan masyarakat melakukan deteksi dini lewat screening untuk mengetahui adanya kasus bocor jantung pada anak.
Selain itu, orang tua harus lebih peka dan waspada terhadap gegala-gejala bocor jantung yang ditunjukkan anak, seperti batuk pilek berulang, gampang letih, dan pertumbuhan yang lambat, karena semua itu merupakan tanda-tanda awal kasus bocor jantung.
“Bandingkanlah anak kita dengan teman seusianya, terutama berat badannya. Anak yang punya kelainan ini tumbuh kembangnya terganggu dan aktivitasnya juga kurang cepat dibanding kawannya,” pungkas Dokter Adi. (fit)