Kisah Camat Darussalam Aceh Besar Menyelesaikan Sengketa yang Berusia 30 Tahun

Pertentangan mencapai klimaks saat kedua gampong itu berebut tempat penumpukan sampah di lahan sengketa

Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Muhammad Hadi
MEDIA CENTRE PEMKAB ACEH BESAR
Kolase foto Camat Darussalam, Zia Ul Azmi serta warga Gampong Lampeudaya dan Gampong Suleue, bersama unsur Muspika Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, menyepakati tapal batas gampong (desa), Februari 2019. 

SERAMBINEWS.COM - Gampong Lampeudaya dan Gampong Suleue merupakan dua gampong di Kecamatan Darussalam, Aceh Besar

Sejak resmi menjadi desa (gampong) pada tahun 1988 atau 30 tahun lalu, kedua gampong ini telah terlibat sengketa tapal batas.

Sengketa yang lama terpendam ini sempat mencuat kembali pada tahun 2010, saat sebuah perusahaan pengembang ingin membangun perumahan.

Pasalnya, status tanah dikeluarkan akte oleh Gampong Lampeudaya, sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah berada di Gampong Suleue.

Baca: Taruna ATKP Makassar Tewas Dianiaya Seniornya, Ini Kronologi dan Penyebabnya

Keadaan semakin meruncing setelah salah satu gampong membangun gapura tanpa persetujuan gampong lainnya di lahan tersebut.

Pertentangan mencapai klimaks saat kedua gampong itu berebut tempat penumpukan sampah di lahan sengketa.

Konsentrasi massa kedua gampong yang hampir menimbulkan kontak fisik pun terjadi saat gotong royong antargampong pada, 20 Januari 2019.

Beruntung, Kecamatan Darussalam saat ini dipimpin oleh seorang camat yang piawai dan mumpuni dalam menyelesaikan sengketa.

Baca: Mahasiswa UTU Galang Dana, Bantu Bocah Alami Pembekuan Darah di Kepala

Dia adalah Zia Ul Azmi SH, mantan Kepala Bagian Hukum dan HAM di Setda Kota Sabang, yang sejak sebelas bulan lalu dipercaya sebagai perpanjangan tangan Bupati Aceh Besar di Kecamatan Darussalam.

Bukannya lari dari persoalan, Zia Ul Azmi malah memanfaatkan konsentrasi massa dari kedua gampong tersebut untuk menyelesaikan konflik yang telah berusia 30 tahun.

Zia Ul Azmi sangat yakin dengan petuah indatu, “hana ujeun yang han pirang, hana prang yang han reuda (tak ada hujan yang tak reda, tak ada perang yang tidak berakhir).

Bahkan, konflik bersenjata antara GAM dengan Republik Indonesia yang juga berusia 30 tahun dan memakan banyak korban pun, dapat diselesaikan dengan damai.

Baca: Perusahaan Jasa Pengiriman Layangkan Surat Protes ke Jokowi Atas Kenaikan Tarif Kargo Pesawat 112%

Konon lagi jika hanya konflik antargampong yang kebanyakan masih terikat tali famili.

Beranjak dari keyakinan itu, Camat Zia Ul Azmi bersama Muspika mengajak para keuchik beserta imum mukim setempat, untuk segera mengakhiri persoalan tersebut dengan musyawarah dan perdamaian.

Musyawarah sempat berlangsung sangat rumit, karena para pihak mempertahankan kepentingan masing-masing.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved