Kisah AI China yang Dimatikan Karena Terlalu Ahli Menangkap Koruptor

Menjadi terlalu ahli dalam menangkap koruptor membuat nasib kecerdasan buatan Artificial Inteligencia (AI), Zero Trust, tak berakhir baik.

Editor: Taufik Hidayat
Washington Post
Sebuah tayangan CCTV menggunakan teknologi pengenalan wajah di China. 

SERAMBINEWS.COM - Menjadi terlalu ahli dalam menangkap koruptor membuat nasib kecerdasan buatan Artificial Inteligencia (AI) yang dinamakan Zero Trust, tak berakhir baik.

Mesin yang sudah menggali big data sejak 2012 tersebut akhirnya dimatikan oleh para pegawai negeri lokal di China.

Padahal, sejak awal kemunculannya, Zero Trust telah berhasil mengungkap 8.721 pegawai negeri China yang terlibat dalam penggelapan uang, penggunaan kekuasaan sewenang-wenang, penyalahgunaan uang rakyat, dan nepotisme.

Beberapa dari pegawai negeri tersebut akhirnya dipenjara walaupun sebagian besar masih tetap diperbolehkan bekerja setelah menerima peringatan atau hukuman ringan.

Meski demikian, beberapa pemerintah lokal China, seperti daerah Mayang, kota Huaihua, dan daerah Li di Hunan, tampaknya merasa terganggu dengan keberadaan Zero Trust dan memutuskan untuk memberhentikan mesin tersebut.

Baca: Dana Desa Sektor Korupsi Nomor 1, Berikut Daftar 5 Sektor yang Paling Banyak Dikorupsi Selama 2018

Baca: Korupsi Rp 106,8 M, Buronan Jaksa Sejak 2015 Ditangkap KPK, Begini Cara DPO Itu Menghindari Incaran

Baca: Gajah Mengamuk di Dua Kabupaten

Seorang peneliti yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada South China Morning Post (SCMP) bahwa salah satu alasan pemerintah lokal untuk mematikan Zero Trust adalah mereka “merasa tidak nyaman dengan adanya teknologi baru” itu.

Cara kerja Zero Trust yang dikembangkan dan dijalankan oleh Chinese Academy of Sciences dan institusi kontrol internal Partai Komunis China, sangat efektif dalam memonitor, mengevaluasi, dan melakukan campur tangan terhadap kehidupan kerja dan personal para pegawai negeri.

Pasalnya, sistem ini bisa mengakses lebih dari 150 database rahasia yang disimpan oleh pemerintah sentral dan lokal, termasuk data-data bank, properti, dan konstruksi.

Bila perlu, Zero Trust bisa melihat data satelit untuk menginvestigasi apakah dana publik benar-benar digunakan untuk membangun jalan seperti klaim pemerintah lokal.

Dengan melakukan referensi silang terhadap berbagai data di atas, Zero Trust bisa menemukan tanda-tanda korupsi, misalnya bila ada transfer uang yang mencurigakan atau mobil baru yang didaftarkan atas nama keluarga atau teman pegawai negeri.

Setelah mencurigai, Zero Trust kemudian akan mengalkulasikan kemungkinan tindakan tersebut adalah tindak korupsi atau bukan.

Jika melewati batas tertentu, Zero Trust kemudian akan memperingatkan otoritas China yang akan melakukan verifikasi dan membuat keputusan akhir.

Namun, sistem ini bukan tanpa kekurangan. Meskipun kecerdasan buatan tersebut mampu menemukan koruptor dengan cepat, ia tidak dapat menjelaskan konklusi. Alhasil, keberadaan manusia masih diperlukan untuk membantunya.

Zhang Yi dari Komisi Inspeksi Disiplin untuk Partai Komunis China yang bertugas di Ningxiang, Hunan, salah satu dari segelintir daerah yang masih menggunakan Zero Trust, mengatakan, mereka hanya menggunakan hasil mesin sebagai referensi.

“Kami masih perlu memeriksa dan menverifikasi kebenarannya. Mesin ini tidak bisa mengangkat telepon dan menghubungi orang yang dianggap bermasalah. Pada akhirnya, keputusan tetap dibuat oleh manusia,” katanya.

Baca: KPU Umumkan Partai yang Paling Banyak Mengajukan Mantan Koruptor Jadi Caleg, Ini Daftarnya

Baca: Ini 5 Kementerian yang Belum Pecat PNS Koruptor, Terbanyak Kementerian PUPR

Baca: Polisi Tetapkan Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif sebagai Tersangka

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved