NU Sarankan Masyarakat Tak Sebut Kafir untuk Non-Muslim

Topik ini masuk ke Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah yang fokus pada penjelasan tematik.

Editor: Amirullah
Kompas.com/Fabian JK
Suasana Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al Azhar Citangkolo, Kabupaten Banjar, Rabu (27/2/2019). 

SERAMBINEWS.COM, BANJAR - Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Rabu-Jumat (27/2-1/3/2019) salah satunya mengangkat masalah status non-Muslim dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Topik ini masuk ke Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudluiyah yang fokus pada penjelasan tematik.

Pada sidang pleno Munas-Konbes NU 2019, Kamis (28/2/2019), para musyawirin atau peserta Munas menilai, sebagai dasar negara, Pancasila berhasil menyatukan rakyat Indonesia yang plural, baik dari sudut etnis dan suku maupun agama dan budaya.

Di bawah payung Pancasila, seluruh warga negara adalah setara, yang satu tak lebih unggul dari yang lain berdasarkan suku, etnis, bahkan agama.

Hal ini selaras dengan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan membuat Piagam Madinah untuk menyatukan seluruh penduduk Madinah.

Baca: AHY Ambil Alih Komando Pemenangan Partai Demokrat, Ini Surat Lengkap SBY dari Singapura

Baca: Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Soeharto, Soedirman, dan Cerita Kesaktian Letnan Kamaruddin

Baca: Hasil Survei Elektabilitas Jokowi-Maruf vs Prabowo-Sandi Versi Cyrus Network, Ini Selisih Angkanya

Baca: Netizen Singgung Kasus Lama Habib Rizieq, Mahfud MD Beberkan Kasus Pemerintahan Era SBY

Piagam Madinah itu menegaskan bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu kesatuan bangsa/umat, yang berdaulat di hadapan bangsa/umat lainnya, tanpa diskriminasi.

Sebelumnya, pada sidang komisi Muqsith menyatakan, kafir seringkali disebutkan oleh sekelompok orang untuk melabeli kelompok atau individu yang bertentangan dengan ajaran yang mereka yakini, kepada non-Muslim, bahkan terhadap sesama Muslim sendiri.

Bahtsul Masail Maudluiyah memutuskan tidak menggunakan kata kafir bagi non-Muslim di Indonesia. 

“Kata kafir menyakiti sebagian kelompok non-Muslim yang dianggap mengandung unsur kekerasan teologis,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Moqsith Ghazali berdasarkan keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (1/3/2019).

Dia mengatakan, para kiai menyepakati tidak menggunakan kata kafir, tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara.

Menurutnya, hal ini menunjukkan kesetaraan status Muslim dan Non-Muslim di dalam sebuah negara.

“Dengan begitu, maka status mereka setara dengan warga negara yang lain,” tegasnya.

Meskipun demikian, lanjut Kiai Moqsith, kesepakatan ini bukan berarti menghapus kata kafir.

Kata dia, penyebutan kafir terhadap non-Muslim di Indonesia rasanya tidak bijak. 

"Memberikan label kafir kepada warga Indonesia yang ikut merancang desain negara Indonesia rasanya kurang bijaksana,” kata Kiai Moqsith.

Baca: Maret 2019 Hanya Ada Satu Tanggal Merah, Sederet Peristiwa Penting Pernah Terjadi pada Bulan Ini

Baca: Blak-blakan soal Pemecatannya dari Polisi 8 Tahun Silam, Ini Klarifikasi Norman Kamaru

Baca: Ini Sosok di Balik Video Viral Seorang Ayah Gantikan Anaknya Terima Ijazah di Wisuda UIN Ar raniry

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved