Ibrahim Hongkong Cs Disidang di PN Kualasimpang, Minggu Depan Masuk Agenda Tuntutan
Majelis hakim yang diketuai Fadli, SH memberi waktu jaksa satu minggu untuk menyelesaikan surat tuntan satu minggu.
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Yusmadi
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Sidang kasus narkotika yang melibatkan Ibrahim bin Hasan alias Ibrahim Hongkong yang digelar di Pengadilan Negeri Kualasimpang, Aceh Tamiang sudah memasuki agenda tuntutan, Selasa (5/3/2019).
Namun pembacaan tuntutan harus ditunda hingga pekan depan dengan alasan rancana tuntutan dari Kejagung belum diterima JPU.
"Kami minta waktu karena rentut dari Kejagung belum turun," kata JPU Abdul Basir.
Majelis hakim yang diketuai Fadli, SH memberi waktu jaksa satu minggu untuk menyelesaikan surat tuntan satu minggu.
"Kita harus efisien karena masa penahanan terbatas, tiga bulan harus putus. Saya kira pekan depan, 12 Maret sudah selesai," kata Fadli
Dalam persidangan ini JPU dari Kejari Aceh Tamiang menghadirkan sembilan terdakwa, yakni Ibrahim Hongkong, Abdul Rahman, Amat Atib, Firdaus, Ibrahim Ahmad, Ibrahim Jampok, Joko Susilo, Renaldi Nasution dan Safwadi.
JPU menuntut masing-masing terdakwa melanggar Pasal 112 jo Pasal 132 Ayat (1) UURI Nomor 35/2009 tentang narkotika.
"Pasal ini mengatur hukuman maksimal hukuman mati," kata Basir.
Baca: BNN Tangkap Pemuda Aceh Anak Buah Ibrahim Hongkong, Selundupkan Sabu-sabu dari Malaysia ke Aceh
Baca: Ibrahim Hongkong Anggota Dewan yang Kendalikan Peredaran Narkoba di Tiga Provinsi, Termasuk Aceh
Baca: 10 Fakta Ibrahim Hongkong, Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem Tersangka Pemilik 150 Kg Sabu
Ibrahim Hongkong ditangkap BNN saat melakukan sosialisasi bacaleg di Pangkalansusu, Langkat.
Barang bukti yang diamankan antara lain sebuah kapal kayu berwarna biru, tiga karung goni diduga berisikan narkotika, mobil Fortuner Hitam BK 5 IH, uang tunai Rp 1.550.000, paspor nomor 6019 0045 3176 8511, kartu anggota DPRD Langkat atas nama Ibrahim.
Penyidik sempat mengindikasikan Ibrahim Hongkong memiliki sejumlah aset bernilai miliaran rupiah di Aceh dan Langkat.
Aset yang diduga berasal dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil perdagangan narkoba itu berupa beberapa rumah mewah dan perkebunan yang terletak di Langkat dan Aceh. (*)