Politik Uang Subur karena Masyarakat Kecewa dengan Sistem Politik
Hal itu disampaikan Ketua Pusat Studi Kebangsaan dan Radikalisme Unysiah, Rusli Yusuf saat menjadi narasumber program cakrawala Radio Serambi FM,
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Yusmadi
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Suburnya praktik politik uang (money politic) di dalam masyarakat karena masyarakat kecewa dengan sistem politik sehingga cenderung berfikir praktis, bukan pragmatis.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pusat Studi Kebangsaan dan Radikalisme Unysiah, Rusli Yusuf saat menjadi narasumber program cakrawala Radio Serambi FM, Jumat (5/4/2019).
“Itu adalah realitas masyarakat kita akibat kekecewaan terhadap sistem politik. Karena dia kecewa kepada sistem maka dia berpikir praktis bukan lagi pragmatis. Artinya dia tidak punya harapan tertentu yang bersifat ideologis ke depan sehingga dia melakukan yang menguntungkan dirinya dari saat sekarang,” katanya.
Rusli memberikan pendapat tersebut saat mengupas topik ‘Jual Beli Suara Haram, Maka Berhentilah!’ bersama Redaktur Politik dan Keamanan (Polkam) Harian Serambi Indonesia. Acara itu dipandu oleh Vheya Artega.
Baca: Panwaslih Aceh Mengaku Terkendala Ungkap Praktik Money Politic, Ini Alasannya
Baca: Tu Sop: Persaingan Antarcaleg Jadi Pemicu Politik Uang Menjelang Pencoblosan 17 April
Baca: Isu Politik Uang Merebak di Bireuen, Ada Partai Siapkan Harga Rp 300-500 Ribu per Paket
Mantan wakil rektor Unsyiah ini menyatakan, tindakan itu dilakukan masyarakat atas dasar pengalaman yang dialaminya.
“Waktu pemilihan umum dulu saya tidak dapat (apapun), setelah (caleg) menang dia tidak pedulikan masyarakat. Makanya saya lakukan apa yang saya peroleh sekarang,” ungkap dia.
Menurutnya, ketika calon legislatif (caleg) ingin memperoleh kemenangan pada pemilu, maka berlaku hukum umum yaitu semua akan dilakukan untuk memperoleh kemenangan.
Saat itulah terjadi transaksional.
“Kalau caleg A beri sekian, maka akan dilawan oleh caleg B yang memberikan lebih besar,” kata dia.
Dia tidak menyalahkan caleg atau pemilih akibat dari terjadinya praktik politik uang.
Yang salah, menurut Rusli, adalah sistem politik yang dikondisikan dengan sedemikian rupa, sehingga terjadilah prilaku tersebut.
Rusli menilai prilaku itu terjadi sebagai bentuk kekecewaan masyarakat dari sistem politik yang dibentuk. (*)