Dua Bulan Hilang Setelah Melaut, Rahmawati: Suamiku Pulanglah, Anakmu Menunggu di Sini
Sementara istrinya Rahmawati beserta empat anaknya masih terus berharap pria asal Dusun Tgk Geulumpang, Kecamatan Lhok Kulam, Kabupaten Bireuen ini da
Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ibnu Hajar, satu di antara tiga nelayan Aceh yang hilang saat melaut hingga kini belum diperoleh kabar keberadaannya.
Sementara istrinya Rahmawati beserta empat anaknya masih terus berharap pria asal Dusun Tgk Geulumpang, Kecamatan Lhok Kulam, Kabupaten Bireuen ini dapat ditemukan.
"Pulanglah suamiku, anak-anak menunggu di rumah," ujarnya sebagaimana disampaikan Muhammad Ali, kerabat dari keuarga Ramawati saat mendatangi Newsroom Serambinews.com, Jumat (24/5/2019).
Sejak Ibnu Hajar dilaporkan hilang Rahmawati bersama keempat anaknya hidup terlunta.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga perempuan kelahiran 1983 itu harus bekerja serabutan dengan berharap upah dari orang lain.
"Keluarga hanya memastikan keberadaan Ibnu Hajar, atau memang sudah terdampar dan ditahan oleh negara lain setelah pergi melaut. Apabila terdampar atau ditahan mohon informasi keberadaannya," sebut Muhammad Ali.
Pihak keluarga berharap kalau Ibnu Hajar terdampar di negara lain dan ditahan otoritas pemerintah setempat agar pemerintah dapat mengembalikannya kepada keluarga.
"Anak dan istrinya berharap dapat berkumpul kembali dengan keuarga. Selama ini hidup mereka berharap dari bantuan masyarakat, istrinya jadi buruh upah serabutan untuk menghidupi anaknya," ungkap Muhammad Ali.
Seperti diberitakan sebelumnya sejak dilaporkan hilang tanggal 18 Maret 2019 hingga kini tiga nelayan tersebut belum juga ditemukan.
Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh, Miftah Cut Adek yang ditanyai Serambinews.com, Senin (13/5/2019) mengatakan ketiga nelayan yang dilaporkan hilang dan putus kontak itu berangkat dari Dermaga Teupin Ulee Lheue, menggunakan Kapal Motor (KM) Mata Ranjau-03 untuk mencari ikan di laut lepas.
Baca: Mirip Kasus HS, Seorang Pria Bersorban Diciduk Karena Ancam Bunuh Jokowi dan Wiranto Melalui Video
Baca: Hendak Berangkat Shalat Tarawih, Warga Sampang ini Ditembak Orang Misterius
Baca: Pos Polisi di Solo Terbakar Dinihari Tadi, Begini Kronologisnya
Dari ketiganya, seorang nelayan diketahui bernama Dendy, sebagai pawang KM Mata Ranjau.
Lalu, dua rekannya yang satu orang biasa dipanggil Ngoh dan seorang lain yang tidak diketahui namanya.
Menurut Miftah, sejauh ini Panglima Laot Aceh telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, mulai dari para Duta Besar RI di luar negeri serta para nelayan yang aktif melaut serta para pihak lainnya di Pemerintah Aceh, termasuk Basarnas Kantor Banda Aceh.
Miftah menerangkan, beberapa hari setelah tiga nelayan itu tak kunjung kembali dari melaut, dia menerima informasi ada masuk nomor telepon yang berasal dari Maladewa atau Maldives ke seorang nelayan Ulee Lheue.
Selanjutnya, kata Miftah, nomor telepon yang masuk tersebut dicek ke Basarnas dan diketahui nomor tersebut berasal dari Maladewa, yang merupakan sebuah negara di sebelah selatan-barat daya India atau sekitar 700 kilometer sebelah barat daya Sri Lanka.
“Tapi, setelah kami hubungi kembali nomor telepon itu sudah tidak tersambung dan sampai hari ini nomor yang sempat masuk k nelayan Ulee Lheue itu sudah tidak menelepon ulang,” ungkap Miftah.
Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh ini memperkirakan saat terdampar ketiga nelayan itu diselamatkan oleh kapal yang melintas atau terdampar di sebuah pulau yang tidak ada sambungan komunikasinya, sehingga keberadaan ketiga nelayan asal Ulee Lheue itu masih misterius.
"Intinya, hingga kini, keberadaan ketiga nelayan itu belum diketahui dan kami berharap ketiganya selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan mereka," ungkap Miftah.
Seperti diberitakan tiga nelayan Ulee Lheue yang menggunakan KM Mata Ranjau 03 yang berangkat 18 Maret 2019, tapi sampai 13 April 2019, belum juga kembali.
Boat berukuran 6 gross ton (GT) warna hijau muda tersebut sudah tidak dapat dihubungi melalui radio all band yang terpasang di boat yang ditumpangi oleh ketiga nelayan itu.
“Di samping ada GPS, boat yang ditumpangi tiga nelayan itu juga dilengkapi radio all band. Jadi, itu standar yang kami sarankan bagi seluruh nelayan yang ingin melaut lebih dari 200 mil. Karena, kalau terjadi apa-apa, misalnya kerusakan mesin, mudah untuk kami lacak.
Tapi, sampai dengan hari ini radio all band di boat yang ditumpangi ketiga nelayan kita itu sudah tidak dapat dihubungi lagi,” kata Sekretaris Panglima Laot Lhok Kuala Cangkoi Ulee Lheue, Rizal yang dihubungi Serambinews.com waktu itu.
Rizal juga menaruh harapan, ketiga nelayan Ulee Lheue itu dalam keadaan sehat dan tidak terjadi apa-apa dengan mereka.(*)