Getirnya Nasib Tukang Sumur Bor
Lelaki itu bernama Duledi bin Ibrahim (28), anak kedelapan dari sepuluh bersaudara kelahiran Gampong Asan

Pekerjaan yang ditekuni sejak sembilan tahun lalu itu berawal dari kerja magang pada seorang ahli pengeboran sumur asal Cot Keu-eung, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar. Selama masa magang tersebut, Edi terus memperkaya pengetahuannya dalam bidang sumur bor.
Pascabencana alam gempa dan tsunami menerjang Aceh pada 24 Desember 2004 lalu, Edi terpaksa pulang kampung halamannya di Bireuen. Dengan berbekal pengalaman selama dua tahun magang pada salah seorang pengusaha sumur bor, Edi meminta izin pada orang tuanya, Ibrahim untuk menjual tanah keluarga untuk modal usaha.
Dengan modal sebesar Rp 65 juta, Edi telah memiliki perlengkapan pendukung, seperti mesin bor, compresor, travo las, stank bor, mata bor plus alat pendukung kunci lengkap.
Sejak bergelut dengan usaha sumur bor keras itu, Edi telah mampu mengebor ratusan sumur bor milik masyarakat, baik masyarakat kelas bawah, menengan dan kelas atas di Bireuen, Lhokseumawe, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Besar, serta Aceh Barat. Untuk satu unit sumur bor jenis lobang 63 (pipa 6 inci) kedalaman 100 meter lebih ditetapkan tarif Rp 45 juta dan jenis lobang 42 (pipa 4 inci) kedalaman 80 meter lebih tarifnya Rp 50 juta sedang untuk tipe sumur manual dengan pipa 2 inci (kedalam 30-40 meter) sekitar Rp 2 juta.
Sebagai pekerja tangguh, suami Dahlia ini juga sering menemui tantangan berat apalagi sifat alam, tak mampu terdeksi terutama saat menghadapi lapiasan batu dan karang, sehingga saat gagal pengeboran terpaksa kita harus kembali dari nol melakukan pengeboran pada lokasi lain yang tentunya akan menambah modal kerja dan itu harus ditanggung. Bahkan kadangakala juga bisa rugi, karena mengebor sampai pada dua lokasi hanya untuk mencari mata air tanah yang sesuai dengan keiinginan pemesan.(idris ismail)