SMPN 2 Meulaboh
Incaran Anak Pribumi dan Turunan Cina
MUSIBAH gempa bumi dan tsunami sudah hampir tujuh tahun berlalu. Sekolah Menegah Pertama Negeri (SMPN) 2 Meulaboh, Aceh Barat
Kepala SMPN 2 Meulaboh, Zakaria SPd yang diwancarai Serambi, Sabtu (17/12) menuturkan, sekolah ini sebelumnya hancur diluluhlantakkan musibah tsunami, sehingga proses belajar mengajar terpaksa numpang belajar selama tiga tahun di SMA1 Meulaboh pada sore hari. Namun atas bantuan Pemkab Aceh Barat, gedung sekolah kembali dibangun dan sejak tahun 2007 lalu sudah kembali belajar di gedung baru.
Menurut Kepsek Zakaria, di SMPN 2 Meulaboh selain terdapat siswa-siswi pribumi, juga ada puluhan siswa keturan Cina yang belajar di sini. Di sekolah ini, kata Kepsek, tidak dibeda-bedakan antara antara siswa pribumi maupun turunan. Juga tidak dibedakan antara siswa muslim maupun non muslim. Tidak pula pernah timbul masalah dan saling berbagi sesama siswa.
“Meski siswa kita ada perbedaan kepercayaan mereka tetap kompak dan saling menghargai,” ujar Zakaria seraya menyebutkan SMPN 2 Meulaboh pada tahun 2010 mendapat nilai A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah (BAN-S).
Ia memberi contoh dua siswa muslim dan non muslim yang bisa akrab, bahkan saling berbagi dalam pelajaran. Kedua siswa tersebut adalah Faranisa Nur Fadila (15) dan Kristin (13). Kedua siswi ini memang berbeda agama, namun bisa rukun dalam menimba ilmu. Berkat kerukunan itu pula keduanya meraih prestasi membanggakan.
Faranisa merupakan peraih juara lomba shalat jenazah, sedangkan Kristin juara pidato Bahasa Inggris. Kedua siswa ini mempunyai cita-cita menjadi seorang dokter dan desainer.
Ditemui Serambi, Sabtu (17/12) di SMPN 2 Meulaboh, Faranisa dan Kristin mengungkapkan, prestasi diraih tidak terlepas dari latihan dan tekun serta memanfaatkan waktu dengan terus belajar. “Yang penting ketika kita masih sekolah, maka gunakan kesempatan yang ada dan jangan ketika sudah dewan baru akan menyesal bahwa sekolah itu sangat penting,” ujar Faranisa dan Kristin yang kini duduk di kelas III.
Faranisa merupakan anak pertama dari dua bersaudara putri pasangan Sigit Mujahiddin (swasta) dan Yuwanti (IRT). “Saya kelak bercita-cita ingin jadi dokter,” ujar Faranisa.
Sedangkan Kristin anak pertama dari tiga bersaudara putri pasangan Wiriyanto (swasta) dan Hayati (IRT) ini adalah peraih juara pidato Bahasa Inggris. Siswa ini tergolong jago. Kendati umurnya baru 13 tahun, ia sudah duduk di bangku SMP kelas III. “Cita-cita saya ingin jadi desainer,” katanya.(rizwan)