KAI

Hukum Menebar Isu

Akhir-akhir ini banyak beredar isu-isu yang belum tentu akurat, tapi banyak menyusahkan, seperti berita gempa 12 pada Skala

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Hukum Menebar Isu
Muslim Ibrahim
PERTANYAAN:
Yth Bapak Pengasuh KAI Serambi Indonesia
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Akhir-akhir ini banyak beredar isu-isu yang belum tentu akurat, tapi banyak menyusahkan, seperti berita gempa 12 pada Skala Reichter, kiamat beberapa bulan ataupun tahun lagi, pesan Rasulullah saw melalui penjaga kuburnya dan sejenisnya.

Peredaran isu-isu tersebut secara berantai melalui SMS, Facebook dan sebagainya. Akibatnya banyak orang yang lari ke gunung karena takut tsunami, lari ke lapangan karena takut gempa dan banyak juga yang sudah malas mengaji atau ke sekolah, karena tidak lama lagi dunia ini akan kiamat.

Apa hukum mendengar dan percaya berita dalam isu itu dan apa pula hukum menyebarkannya, karena kalau tidak disebarkan kepada beberapa orang, katanya kita akan celaka, akan kena laknat dan sebaginya.

Mohon bantuan Ustaz untuk menjawabnya dan untuk itu semua saya berterima kasih, semoga Allah membalasnya dengan fahala yang banyak.

Maimunah Syahrin

Aceh Timur.

JAWABAN:

Saudari Maimunah yth.

Wa’alaikumus Salam, wr. Wb.
Pertanyaan saudari sangat menarik dan pengasuh juga banyak menerima pertanyaan serupa, malah ada yang memiminta untuk dapat saya buat semacam statemen ataupun pernyataan pers tentang kesalahan-kesalahan itu.

Saudari dan Pembaca yang mulia. Sebenarnya, kedua pertanyaan itu sudah ada jawabannya di dalam Alquran, dalam hadis dan dalam ungkapan-ungkapan para ulama.

Apabila ada berita-berita atau isu-isu yang tidak akurat atau belum dapat dibuktikan kebenarannya, terlebih lagi apabila sumbernya tidak jelas atau tidak dapat dipercaya, maka kita sebagai orang diperingat Allah swt melalui firmanNya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujarat: 6)

Pada zaman Nabi Muhammad saw juga pernah beredar isu bohong menyangkut keluarga Nabi. Salah seorang Umahaatul Mukminin dituduh terlibat dalam sebuah “skandal”. Ketika berita itu tersebar, banyak orang terkecoh. Hampir saja keluarga yang mulia itu porak-poranda, sekiranya Allah swt tidak menurunkan ayat-ayat yang menunjukkan kepalsuan berita itu.

Ayat-ayat Alquran itu juga mengingatkan kaum muslimin untuk tidak lagi mudah mempercayai desas-desus. “Allah memperingatkan kamu agar jangan kamu mengulangi lagi berbuat seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya bagi kamu. Dan Allah Mahatahu dan Mahabijaksana. Sesungguhnya orang-orang yang suka menyebarkan berita keji di tengah-tengah orang yang beriman, bagi mereka siksa yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur: 17-19).

Inilah sebagian dari ayat-ayat diturunkan Allah swt untuk mengajarkan etika berkomunikasi yang sebenarnya; khususnya berkenaan dengan penyebaran berita ke tengah-tengah masyarakat. Syaikh Nashir Makarim Syirazi, dalam Tafsir al-Amtsal menjelaskan “siksa yang pedih di dunia” sebagai keharusan sanksi hukum yang berat dengan undang-undang di dunia. Jadi penyebaran berita bohong harus dianggap sebagai tindak pidana. “Siksa di akhirat” menunjukkan sanksi etis, yang menunjuk pada hati nurani.

Islam sangat keras memerangi penyebaran fitnah, namimah, atau berita-berita keji lainnya, karena semua hal tersebut dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bila berita keji itu berkenaan dengan para ulama yang menjadi panutan masyarakat, dampaknya pada kehancuran moral sangat besar. Bila berita itu menyangkut orang-orang awam, kerugian moral dan material akan menimpa para korban dalam jangka waktu yang pendek. Dalam jangka panjang, seluruh masyarakat akan resah karena saling mencurigai dan saling menyalahkan. Tidak seorang pun warga masyarakat dapat hidup tentram dalam situasi saling membenci.

Di samping itu, berita-berita tersebut, seperti pada tanggal tertentu akan terjadi gempa di tempat tertentu dengan kedahsyasyatan akibatnya. Ini jelas bohong, karena tidak ada seorang manusia pun yang tahu apa yang akan terjadi besok. Jin, seperti penjaga Nabi Sulaiman as saja tidak mengetahui kapan beliau wafat, sebagai dimuat banyak dalam Qishashul Anbiya. Itu termasuk ke dalam kaghaibiyan Allah, dan Allah tidak akan menampakkan keghaiban-nya sebelum tiba waktunya “Wallahu Laa Yudhhiru `Ain Ghaibihi Ahada”’

Itulah sebabnya, para gempa dan bencana Alam sudah dengan jelas dan amat meyakinkan menyatakan bahwa sampai dengan hari ini, tidak ada seorang yang mengetahui kapan terjadi gempa, kapan terjadi tsunami, persis seperti kita tidak mengetahui kapan secara pasti kita mati. Oleh karena itu semua, kita mengaharapkan janganlah kita ini menjadi orang-orang yang menebarkan atau membantu penyebaran berita yang tidak jelas ujung-pangkal atau kepastiannya.

Mengenai ancaman, kena kutuk, kena laknat dan sejenisnya, menurut pengasuh itu semua adalah untuk menakut-takutkan kita, agar kita mengirim SMS kepada orang lain dan yang mengeruk keuntungan hanyalah perusahaan telekomunikasi telepon seluler. Yang semuanya hanya cuma menanggung kerugian dan juga dosa.

Demikian, Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved