Sejarawan: Sumpah Pemuda Itu Kepalsuan Sejarah
Sumpah Pemuda yang selalu diperingati setiap 28 Oktober dianggap ada kepalsuan di dalamnya. Kepalsuan tersebut terutama mengenai
“Jadi teks yang sekarang itu merupakan produk masa depan, terutama kata-kata ‘satu’ yang ada di tiap point Sumpah Pemuda itu. Ini kepalsuan sejarah,” ujar sejarawan, JJ Rizal, dalam diskusi bertema ‘Sumpah Pemuda di tengah Sumpah Serapah’ di Warung Daun, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10).
Menurut Rizal, kata-kata ‘satu’ dibuat pada era Soekarno. Hal ini disebabkan karena Soekarno khawatir adanya kegiatan memecah belah bangsa. “Menurut Nietzsche sejarah itu begitu gemulai sehingga gampang sekali untuk diperkosa. Sumpah Pemuda ini digunakan sebagai alat untuk keperluan pada waktu itu,” terangnya.
Sementara itu aktivis perempuan, Dita Indah Sari, menyebutkan manipulasi ‘Sumpah Pemuda’ tapi menunjukkan bagaiman pluralisme memiliki tempat. Selain itu, penggulingan kekuasaan pada tahun 1998 juga erat kaitannya dengan Sumpah Pemuda.
“Pada tahun 1998 itu semangatnya hampir sama dengan 1928. Untuk merebut kekuasaan dari kaum tua, dan melepaskan diri dari penjajahan. Selain itu pokok-pokok pluralisme pada 1928 juga ada di 1998,” ucapnya.
Sebaliknya, menurut JJ Rizal, Generasi 98 yang dianggap memilik peran penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Namun, mereka dianggap mengkhianati cita-cita mereka sendiri. “Generasi 98 itu durhaka cita-cita mereka sendiri. Durhaka kenapa karena mereka menumbangkan sistem totalitarian, namun tidak siap dengan sistem demokrasi,” ujarnya.
Dia menambahkan bukti bahwa generasi 98 mendurhakai cita-citanya sendiri adalah saat transisi kekuasaan. Menurutnya, usai Soeharto jatuh kaum muda pada saat itu malah tidak membentuk pemerintahan mereka justru mengalihkannya. “Kan setelah Soeharto jatuh, mereka malah ramai-ramai ke Ciganjur memberikan kekuasaan. Baru kali ini ada kaum muda sebaik itu,” ungkapnya.
Sambil bercanda, dia malah menyebutkan dengan status durhaka itu membuat generasi 98 tidak banyak yang duduk di tampuk kekuasaan. Bahkan tidak berperan banyak dalam demokrasi di Indonesia. “Ya namanya orang durhaka itu kan jadi batu. Nggak bisa apa-apa,” ucapnya sambil tertawa.(dtc)