26 Desa Rawan Erupsi Seulawah

Data yang pernah dikeluarkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, sebanyak 26 desa yang tersebar

Editor: bakri
zoom-inlihat foto 26 Desa Rawan Erupsi Seulawah
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
Foto udara Gunung Api Seulawah

Muhklis menjelaskan untuk memantau pergerakan kawah Gunung Api Seulawah Agam, petugas menempatkan satu alat seismograf di lokasi. Tapi, katanya, idealnya alat yang dibutuhkan adalah dua unit. Namun hanya tersedia satu unit. Sehingga seismograf tersebut ditempatkan di antara dua kawah Gunung Api Seulawah Agam. Yaitu di titik 1,7 kilometer dari posisi Kawah Simpago dan 5 kilometer dari posisi Kawah Hezt.

Alat seismograf ini ditempatkan di permukaan antara kedua kawah dan secara real time selalu mengirim data ke receiver di Pos Pengamatan Gunung Api Seulawah Agam. Pos Pengamatan Gunung Api Seulawah Agam berlokasi di Desa Lambaro Tunong, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, sekitar satu kilometer dari Ponpes Gontor 10.

“Di Pos Pengamatan sudah ada dua petugas yang selalu berjaga dan menerima data-data yang dikirimkan dari lokasi kawah,” ujarnya.

Kepala Stasiun Geofisika Mata Ie, Aceh Besar, Syahnan mengatakan getaran gempa vulkanik yang disebabkan pergerakan kawah Gunung Api Seulawah Agam tidak dapat terdeteksi di pusat pengamatan gempa di Mata Ie. Hal ini disebabkan karena jarak (radius) Mata Ie dengan lokasi Gunung Api Seulawah Agam terpaut puluhan kilometer. Terlebih, katanya, getaran yang dihasilkan karena pergerakan kawah gunung hanya terjadi di permukaan kawah. Sehingga hanya dapat terdeteksi di sekitar kawasan kawah.

Menurut Syahnan, alat seismograf yang ditempatkan di Mata Ie lebih difokuskan pada rekaman getaran gempa tektonik (gempa di dasar laut), bukan gempa vulkanik (gempat akibat meletus gunung api).

“Kalau kita lebih fokus merekam getaran gempa tektonik. Tapi kalau gunung berapi hanya bisa direkam di kawasan dekat dengan gunung, karena getarannya terjadi di permukaan kawah atau tempat keluarnya magma,” ujar Sahnan.

Syahnan sependapat dengan Kepala Seksi Geologi Distamben Aceh, Mukhlis tentang mana getaran yang disebabkan karena proses pergerakan alamiah kawah dan mana getaran yang disebabkan aktivitas manusia. “Petugas sudah dilatih (dididik) untuk itu,” kata Syahnan.

Di Stasiun Geofisika Mata Ie, menurut Syahnan juga sering terekam getaran akibat aktivitas manusia seperti saat latihan militer (misalnya ledakan dinamit). “Alat tetap membaca (merekam) getaran itu, tetapi petugas mengerti bahwa itu bukan getaran akibat aktivitas alam (gempa tektonik),” ujar Syahnan.

Baik Mukhlis maupun Syahnan dimintai tanggapan mereka karena di kalangan masyarakat sempat berkembang keraguan mengenai warning yang dikeluarkan PVMBG tentang meningkatnya status Seulawah Agam. Sempat berkembang isu yang menyebutkan alat yang digunakan untuk pencatat aktivitas Gunung Berapi Seulawah Agam telah mencatat getaran yang diakibatkan aktivitas manusia seperti lalu lintas truk di jalan. “Kalau benar terjadi getaran (gempa) akibat aktivitas alam, harusnya di Stasiun Geofisika Mata Ie juga terdeteksi. Tetapi di Stasiun Geofisika Mata Ie tidak terekam,” kata seorang warga mengutip sumber di Stasiun Geofisika Mata Ie.(sar/nas)

Kami Butuh Pendampingan
AKTIVITAS warga kami setelah tersiarnya pengumuman tentang meningkatnya status Gunung Seulawah Agam dari normal ke waspada, warga kami relatif tenang. Mereka tetap bekerja seperti biasa meski kewaspadaan meningkat.

Khusus di Kemukiman Lamteuba, ada delapan desa yang masuk kawasan rawan bencana Gunung Api Seulawah Agam. Dalam kondisi seperti sekarang, kami sangat berharap adanya pendampingan dari pemerintah maupun relawan. Kami menginginkan adanya akses informasi cepat, seperti dengan kehadiran relawan komunikasi RAPI yang menggunakan alat komunikasi alternatif guna mengantisipasi putusnya komunikasi telepon (HP) ketika listrik padam. Posko-posko relawan untuk pendampingan sangat diharapkan oleh masyarakat.

Terkait peningkatan status Gunung Api Seulawah, kami sudah menyerukan kepada masyarakat agar tetap tenang. Sebelumnya kami sudah pernah melakukan simulasi (drill) Gunung Api Seulawah yang juga melibatkan salah satu unsur yaitu tim komunikasi RAPI. Waktu itu kami sudah menentukan jalur evakuasi dan lokasi aman. Namun pascabanjir dua hari lalu, hampir semua akses jalan untuk evakuasi putus hingga harus ada skenario baru menghadapi bencana. Sekarang kami seperti terkurung.
* M Sulaiman, Keuchik Gampong Blang Tingkeum, Kecamatan Seulimuem, Aceh Besar.(mir)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved